KUMPULAN JUDUL PENELITIAN TINDAK KELAS S 6

KATA SAMBUTAN
Ide mahasiswa untuk membuat buku kumpulan proposal penelitian tindakan kelas (PTK) perlu direspon dengan positif. Saya sebagai dosen pengampu mata kuliah penelitian pendidikan bahasa dan sastra Indonesia mengapresiasi ide yang cemerlang tersebut. Hal ini merupakan salah satu wujud kegiatan akademik yang dapat menunjang perkuliahan mahasiswa.
Buku semacam ini masih sangat jarang ditemui di perguruan tinggi. Walaupun isinya belum bisa dikatakan sempurna, buku ini dapat digunakan sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa Program Studi Bahasa dan Pendidikan Bahasa, khususnya Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang mendalami mata kuliah penelitian pendidikan bahasa dan sastra Indonesia.
Harapan saya untuk tahun-tahun ke depan proposal penelitian tindakan kelas (PTK) ini dapat disempurnakan dengan penambahan literatur yang lebih lengkap dan terkini serta disesuaikan dengan tuntutan zaman.
Semoga kumpulan proposal penelitian tindakan kelas (PTK) ini mendapat respon yang positif bagi para pembaca khususnya mahasiswa yang mendalami keterampilan berbahasa.

Bengkulu, 3 Januari 2014
Dosen Pengampu

Dr. Susetyo, M. Pd.
NIP195511071983031002
KATA PENGANTAR
Marilah kita melantunkan asma Allah Swt, menjunjung kebesaran rahmat dan hidayah-Nya, rasa syukur kepada-Nya yang asma-Nya mampu menggenggam seluruh isi langit dan bumi. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Baginda Muhammad Saw.
Buku ini merupakan kumpulan proposal penelitian tindakan kelas (PTK) mahasiswa semester V B, Desti Natalia, Wiwik Sepondan, Mega Silvia, Selvi Yuliana, Intan Febrina Mayang Sari, Medya Tri Lestari, Nurhasanah, Vivi Tri Lestari, Lisa Novita Sari, Rica Pitriana, Zulkifli, Weni Sartika, Dan Dwi Jayantika. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Bengkulu yang mengambil mata kuliah penelitian pendidikan bahasa dan sastra Indonesia yang diampu oleh Dr. Susetyo, M.Pd.
Buku ini merupakan aplikasi dari mata kuliah penelitian pendidikan bahasa dan sastra Indonesia yang memang seharusnya dimiliki oleh para Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Bengkulu. Terwujudnya buku ini merupakan bukti pengaplikasian dan kegigihan para mahasiswa yang mengambil mata kuliah penelitian pendidikan bahasa dan sastra Indonesia. Buku ini juga merupakan wujud apresiasi Mahasiswa terhadap keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menulis.
Buku ini terwujud atas bimbingan Bapak Susetyo, sebagai dosen mata kuliah penelitian pendidikan bahasa dan sastra Indonesia. Untuk itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada beliau, yang telah banyak berjasa dalam membimbing mahasiswa yang juga menyempatkan diri untuk mengoreksi buku ini sehingga dapat terwujud sebagai buku.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca yang ingin mendalami keterampilan berbahasa, khususnya keterampilan menulis.
Bengkulu, 4 Januari 2014
Penulis 
MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA DENGAN METODE PEMBELAJARAN DISCOVERY PADA SISWA KELAS V DI SDN 07 KARYA PELITA KECAMATAN PUTRI HIJAU TAHUN PELAJARAN 2013/2014
Oleh: Utia Makda Luka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem pendidikan di Indonesia ternyata telah mengalami banyak perubahan.Perubahan-perubahan itu terjadi karena telah dilakukan berbagai usaha pembaharuan dalam pendidikan.Akibat pengaruh itu pendidikan semakin mengalami kemajuan.
Pada hakekatnya kegiatan beiajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar menganjar merupakan pemegang peran yang sangat penting. Guru bukan hanya sekedar penyampai materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran.
Motivasi tidak hanya menjadikan siswa terlibat dalam kegiatan akademik, motivasi juga penting dalam menentukan seberapa jauh siswa akan belajar dari suatu kegiatan pembelajaran atau seberapa jauh menyerap informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan meyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik. Tugas penting guru adalah merencanakan bagaimana guru mendukung motivasi siswa (Nur, 2001 : 3). Untuk itu sebagai seorang guru disamping menguasai materi, juga diharapkan dapat menetapkan dan melaksanakan penyajian materi yang sesuai kemampuan dan kesiapan anak, sehingga menghasilkan penguasaan materi yang optimal bagi siswa.
Dari latar belakang tersebut di atas maka penulis dalam penelitian ini mengambil judul ” Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Bahasa Indinesia dengan Metode Pembelajaran Discovery Pada Siswa Kelas V Di SDN 07 Karya pelita Kecamatan Putri Hijau Tahun Pelajaran 2013/2014 “.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar helakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah sebagai berikut:
Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran discovery terhadap motivasi belajar siswa mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SDN Karya Pelita kecamatanPutri Hijau Tahun pelajaran 2013/2014?
Bagaimanakah peningkatan prestasi belajar siswa dengan diterapkannya pembelajaran discovery mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SDN Karya Pelita kecamatan Putri Hijau Tahun pelajaran 2013/2014?
C. Tujuan Penelitian
Ingin mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran discovery mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V SDN Karya Pelita kecamatan Putri Hijau Tahun pelajaran 2013/2014.
D. Manfaat Penelitian
Penulis mergharapkan dengan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi :

1. Guru
Memberikan informasi tentang metode pembelajaran yang sesuai dengan materi IPA.
2. Siswa
Meningkatkan motivasi dan prestasi pada mata pelajaran-pelajaran IPA
3. Sekolah
Memberikan masukan bagi sekolah sebagai pedoman untuk mengambil kebijakan di sekolah tersebut.
G. Definisi Operasional
Variabel Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu didefinisikan hal-hal sebagai berikut:
Metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah :
Suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Agar anak dapat belaiar sendiri
Motivasi belajar adalah:
Suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah. lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
Prestasi belajar adalah:
Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor, setelah siswa mengikuti pelajaran.

BAB II
KAJIAN TEORI

a. Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery)
Teknik penemuan adalah terjemahan dari discovery. Menurut Sund discovery adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip. Yang dimaksudkan dengan proses mental tersebut antara lain ialah: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, manbuat dugaan, menjelaskan, mengukur membuat kesimpulan dan sebainya. Suatu konsep misalnya: segi tiga, pans, demokrasi dan sebagainya, sedang yang dimaksud dengan prisnsip antara lain ialah: logam apabila dipanaskan akan mengembang. Dalam teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental itu sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi.

Dr. J. Richard dan asistennya mencoba self-learning siswa (belajar sendiri) itu, sehingga situasi belajar mengajar berpindah dari situasi teacher learning menjadi situasi student dominated learning. Dengan menggunakan discovery learning, ialah suatu cara meng~ajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri. Agar anak dapat belajar sendiri.
Penggunaan teknik discovery ini guru berusaha meningkatkan aktivitas siswa dalam proses belajar mengajar. Maka teknik ini memiliki keuntungan sebagai berikut:
Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa.
Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi individual sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. Dapat membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.
Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengankernampuannya masing-masing.
Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.
Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses penemuan sendiri.
Strategi itu berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan. Walaupun demikian baiknya teknik ini toh masih ada pula kelemahan yang perlu diperhatikan ialah:
Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini. Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini akan kurang berhasil.
Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencaan dan pengajaran tradisional mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan teknik penemuan.
Dengan teknik ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan/pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa.
Teknik ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berpikir secara kreatif.
b Motivasi Belajar

Pengertian Motivasi
Motivasi adalah daya dalarn diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu, atau keadaan seseorang atau organisme yang menyebabkan-kesiapan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau perbuatan. Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000: 28).

Sedangkan menurut Djamarah (2002: 114) motivasi adalah suatu pendorong yang rnengubah energi dalam diri seseorang kedalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu.:Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Nur (2001: 3) bahwa siswa yang termotivasi dalam belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik.
Jadi motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.
Macam-macam Motivasi
Menurut jenisnya motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar (Usman, 2000: 29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 115), motivasi instrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
Menurut Winata (dalam Erriniati, 1994: ]05) ada beberapa strategi dalam mengaiar untuk membangun motivasi intrins.k. Strategi tersebut adalah sebagai berikut:
Mengaitkan tujuan belajar dengan tujuan siswa.
Memberikan kebebasan dalam memperluas materi pelajaran sebatas yang pokok.
Memberikan banyak waktu ekstra bagi siswa untuk mengerjakan tugas dan memanfaatkan surnber belajar di sekolah.
Sesekali memberikan penghargaan pada siswa atas pekerjaannya.
Meminta siswa untuk menjeiaskan hasil pekerjaannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi instrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam individu yang berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar. Seseorang yang merniliki motivasi intrinsik dalam darinya maka secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.
Motivasi Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya seseorang mau belajar karena ia disuruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama di kelasnya (Usman, 2000: 29).
Sedangkan menurut Djamarah (2002: 117), motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik.Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar.
Beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi instrinsik antata lain:
Kompetisi (persaingan): guru berusaha menciptakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya dan mengatasi prestasi orang lain.
Pace Making (membuat tujuan sementara atu dekat): Pada awal kegiatan belajar mengajar guru, hendaknya terlebih dahulu menyampaikan kepada siswa TPK yang akan dicapai sehingga dengan demikian siswa berusaha untuk mencapai TPK tersebut.
Tujuan yang jelas: Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar ni]ai tujuan bagi individu yang bersangkutan dan makin besar pula motivasi dalam melakuakan sesuatu perbuatan.
Kesempurnaan untuk sukses: Kesuksesan dapat menimbulkan rasa puas, kesenangan dan kepercayaan terhadap diri sendiri, sedangkan kegagalan akan membawa efek yang sebaliknya. Dengan demikian, guru hendaknya banyak memberikan kesempatan kepada anak untuk meraih sukses dengan usaha mandiri, tentu saja dengan bimbingan guru.
Minat yang besar: Motif akan timbul jika individu memiliki minat yang besar.
Mengadakan penilaian atau tes. Pada umumnya semua siswa mau belajar dengan tujuan memperoleh nilai yang baik. Hal ini terbukti dalam kenyataan bawa banyak siswa yang tidak belajar bila tidak ada ulangan. Akan tetapi, bila guru mengatakan bahwa lusa akan diadakan ulangan lisan, barulah siswa giat belajar dengan menghafal agar ia mendapat nilai yang baik. Jadi, angka atau nilai itu merupakan motivasi yang kuat bagi siswa.
Dari uraian di atas diketahui bahwa motivsi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dari luar individu yang berfungsinya karena adanya perangsang dari luar, misalnya adanya persaingan, untuk mencapai nilai yang tinggi, dan lain sebagainya.

c. Prestasi Belajar Bahasa Indonesia

Belajar dapat membawa suatu perubahan pada individu yang belajar.Perubahan ini merupakan pengalaman tingkah laku dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Pengalaman dalam belajar merupakan pengalaman yang dituju pada hasil yang akan dicapai siswa dalam proses belajar di sekolah. Menurut Poerwodarminto (1991: 768), prestasi belajar adalah hasil yang dicapai (dilakukan, dekerjakan), dalam hal ini prestasi belajar merupakan hasil pekerjaan, hasil penciptaan oleh seseorang yang diperoleh dengan ketelitian kerja serta perjuangan yang membutuhkan pikiran.
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa prestasi belajar yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar.Pencapaian hasil belajar tersebut dapat diketahui dengan mengadakan penilaian tes hasil belajar.Penilaian diadakan untuk rnengetahui sejauh mana siswa telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Di samping itu guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan guru dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sejalan dengan prestasi belajar, maka dapat diartikan bahwa prestasi belajar IPA adalah nilai yang dipreoleh siswa setelah melibatkan secara langsung/aktif seluruh potensi yang dimilikinya baik aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan) dalam proses belajar mengajar Bahasa Indonesia.
d. Hubungan Motivasi dan Prestasi Belajar Terhadap Metode Pembelajaran Penemuan (Discovery)
Motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertetntu. Siswa yang termotivasi untuk belajar sesuatu akan menggunakan proses kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi itu, sehingga siswa itu akan menyerap dan mengendapkan materi itu dengan lebih baik (Nur, 2001: 3). Sedangkan prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dengan melibatkan seluruh pctensi yang dimilikinya setelah siswa itu melakukan kegiatan belajar.
Sedangkan metode pembelajaran penemuan (discovery) adalah suatu metode pembelajaran yarg memberikan kesempatan dan menuntut siswa terlibat secara aktif di dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan menberikan informasi singkat (Siadari, 2001: 7). Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan (discovery) akan bertahan lama, mempunyai efek transfer yang lebih baik dan meningkatkan siswa dan kemampuan berfikir secara bebas. Secara umum belajar penemuan (discovery) ini melatih keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain. Selain itu, belajar penemuan membangkitkan keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja sampai menemukan jawaban (Syafi’udin, 2002: 19).
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya motivasi dalam pembelajaran model penemuan (discovery) tersebut maka hasil-hasil belajar akan menjadi optimal. Makin tepat motivasi yang diberikan, akan makin berhasil pula pelajaran itu. Dengan motivasi yang tinggi maka intensitas usaha belajar siswa akan tinggi pula. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intesitas usaha belajar siswa. Hasil ini akan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

BAB III
METODELOGI

a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas(PTK) yang bersifat reflektif, partisipatif, kolaboratif, dan spiral, bertujuan untuk melakukan perbaikan –perbaikan terhadap sistim, cara kerja, proses, isi, dan kompetensi atau situasi pembelajaran. PTK yaitu suatu kegaitan menguji cobakan suatu id eke dalam praktik atau situasi nyata dalam harapan kegiatan tersebut mampu memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses belajar mengajar ( Riyanto, 2001)

b. Kehadiran Peneliti
Pada penelitian ini, peneliti sebagai guru dan merencanakan kegiatan berikut :
Menyusun angket untuk pembelajaran dan menyusun rencana program pembelajaran
Mengumpulkan data dengan cara mengamati kegiatan pembelajaran dan wawancara untuk mengetahui proses pembelajaran yangdilakukan oleh guru kelas
Melaksanakan rencana program pembelajaran yang telah dibuat
Melaporkan hasil penelitian
c. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di…….
d. Data dan sumber
Data dalam penelitian ini adalah kemampuan berfikir siswa yang diperoleh dengan mengamati munculnya pertanyaan dan jawaban yang muncul selama diskusi berlangsung dan diklasifikasikan menjadi C1 – C 6. Data untuk hasil penelian diperoleh berdasarkan nilai ulangan harian (test).
Sumber data penelitian adalah siswa kelas……. Sebagai obyek penelitian
e. Prosedur pengumpulan data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik sebagai berikut :
Wawancara
Wawancara awal dilakukan pada guru dan siswa untuk menentukan tindakan. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi awal siswa
2. Angket
Angket merupakan data penunjang yang digunakan untuk mengumpulkan informasi terkait dengan respon atau tanggapan siswa terhadap penerapan pembelajaran kooperatif
3. Observasi
Observasi dilaksanakan untuk memperoleh data kemampuan berpikir siswa yang terdiri dari beberapa deskriptor yang ada selama pembelajaran berlangsung.Observasi ini dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang telah disusun.Obsevasi dilakukan oleh 3 orang observer.
4. Test
Test dilaksanakan setiap akhir siklus, hal ini dimaksudkan untuk mengukur hasil yang diperoleh siswa setelah pemberian tindakan. Test tersebut berbentuk multiple choise agar banyak materi tercakup
5. Catatan lapangan
Catatan lapangan digunakan sebagai pelengkap data penelitian sehingga diharapkan semua data yang tidak termasuk dalam observasi dapat dikumpulkan pada penelitian ini
f. Analisis data
1. Kemampuan Berfikir
Kualitas pertanyaan dan jawaban siswa dianalisis dengan rubric.Kemudian untuk mengetahui peningkatan skor kemampuan berfikir, pertanyaan dan janwaban yang telah dinilai dengan rubric pada siklus I dibandingkan dengan pertanyaan dan jawaban yang telah dinilai dengan rubric pada siklus II.
Rumus untuk mencari skor klasikal kemampuan bertanya siswa

Skor riil X 4
Skor maks
Keterangan:
Skor riil : skor total yang diperoleh siswa
Skor maksimal : Skor total yang seharusnya diperoleh siswa
4 : Skor maksimal dari tiap jawaban( pedoman penskoran lihat lampiran )

2. Hasil Belajar
Hasil belajar pada aspek kognetif dari hasil test dianalisis dengan teknik analisis evaluasi untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa.
Caranya adalah dengan menganalisis hasil test formatif dengan menggunakan criteria ketuntasan belajar. Secam Aswirara individu, siswa dianggap telah belajar tuntas apabila daya serapnya mencapai 65 %, Secara kelompok dainggap tuntas jika telah belajar apabila mencapai 85 % dari jumlah siswa yang mencapai daya serap minimal 65 % (Dedikbud 2000 dalam Aswirda 2007)
g. Tahap-tahap penelitian
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan proses pembelajaran yang dilakukan adalah model pembelajaran kooperatif……… Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 2 siklus . Setiap siklus tediri dari perencanaan, tindakan, penerapan tindakan, observasi, refleksi.
Siklus I
1. Perencanaan
Sebelum melaksanakan tindakan maka perlu tindakan persiapan. Kegiatan pada tahap ini adalah :
Penyusunan RPP dengan model pembelajaran yang direncanakan dalam PTK.
Penyusunan lembar masalah/lembar kerja siswa sesuai dengan indikator pembelajaran yang ingin dicapai
Membuat soal test yang akan diadakan untuk mengetahui hasil pemebelajaran siswa.
Membentuk kelompok yang bersifat heterogen baik dari segi kemampuan akademis, jenis kelamin,maupun etnis.
Memberikan penjelasan pada siswa mengenai teknik pelaksanaan model pembelajaran yang akan dilaksanakan
2. Pelaksanaan Tindakan
Melaksanakan kegiatan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan penelitian guru menjadi fasilitator selama pembelajaran, siswa dibimbing untuk belajar IPA secara kooperatif learning dengan model……Adapun langkah – langkah yang dilakukan adalah(sesuaikan dengan scenario pembelajaran)
Kegiatan penutup
Di akhir pelaksanaan pembelajaran pada tiap siklus, guru memberikan test secara tertulis untuk mengevalausi hasil belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Observasi
Pengamatan dilakukan selama proses proses pembelajaran berlangsung dan hendaknya pengamat melakukan kolaborasi dalam pelaksanaannya.
4. Refleksi
Pada tahap ini dilakukan analisis data yang telah diperoleh. Hasil analisis data yang telah ada dipergunakan untuk melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil yang ingin dicapai.
Refleksi daimaksudkan sebagai upaya untuk mengkaji apa yang telah atau belum terjadi, apa yang dihasilkan,kenapa hal itu terjadi dan apa yang perlu dilakukan selanjutnya. Hasil refleksi digunakan untuk menetapkan langkah selanjutnya dalam upaya unttuk menghasilkan perbaikan pada siklus II
Silus II
Kegiatan pada siklus dua pada dasarnya sama dengan pada siklus I hanya saja perencanaan kegiatan mendasarkan pada hasil refleksi pada siklus I sehingga lebih mengarah pada perbaikan pada pelaksanaan siklus I.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka

Dimyati dan Mujiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta

PENINGKATAN KOMPETENSI MENULIS KARANGAN DESKRIPSI DENGAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF, DAN MENYENANGKAN PADA SISWA KELAS VIII A SMPN 01 PADANG JAYA BENGKULU UTARA TAHUN AJARAN 2013/2014
Oleh: Anggi Mariza Amalia

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemampuan berkomunikasi dapat disebut juga sebagai kemampuan berbahasa karena di dalam berkomunikasi digunakan bahasa sebagai media utamanya. Oleh karena itu, menurut Darmadi (1996:1) kemampuan berkomunikasi dapat dijabarkan sesuai dengan tingkat-tingkat kemampuan bahasa, yaitu: (1) kemampuan menyimak (listening competence); (2) kemampuan berbicara (speaking competence); (3) kemampuan membaca (reading competence); dan (4) kemampuan menulis (writing competence). Walaupun posisi kemampuan menulis selalu terakhir, tidak berarti menulis tidak penting, berarti, dan berperan seperti dalam pepatah dalam bahasa Inggris “ the last but not the least”.
Keberadaan komunikasi tulis sebagai salah satu bentuk komunikasi dalam berbahasa sangatlah dibutuhkan bagi setiap orang, terutama bagi kaum pelajar. Kegiatan ini tidak hanya diperlukan pada saat mengenyam pendidikan saja melainkan lebih dari itu bahwa menulis sangat penting untuk kehidupan sesudahnya, yakni kehidupan di masyarakat. Dengan demikian, perlu kiranya penanaman pembelajaran di sekolah mempertimbangkan aspek perkembangan potensi dan kreativitas siswa dalam menulis.
Adapun latar belakang secara umum diadakan penelitian ini, yaitu: (1) kurangnya motivasi siswa dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia disebabkan oleh kurang merangsang dan kurang variatifnya teknik pembelajaran guru di dalam kelas, sehingga siswa kurang dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya; (2) dalam pelajaran menulis petunjuk siswa kesulitan menuangkan ide karena guru kurang dapat memberikan stimulus yang merangsang daya pikir siswa (dalam hal ini guru tidak menggunakan media pembelajaran); (3) guru masih menuntun proses pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan; (4) guru cenderung mangabaikan aspek afektif dan aspek psikomotor; dan (5) hasil tulisan siswa kurang variatif dan maksimal karena siswa membuat petunjuk berdasarkan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta bukan hasil menemukan sendiri pengalaman belajar di kelas.
Menurut Tim PPA (dalam Dasmawarti 2005:5), pendekatan Pembelajaran Aktif Kreatif Menyenangkan merupakan konsep belajar yang menggunakan berbagai media dan alat pembantu pembelajaran. Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan adalah suatu metode pembelajaran yang baik dan menyenangkan bagi siswa. Hal yang penting dalam pembelajaran model Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan adalah guru harus mampu merancang skenario pembelajaran seperti yang diharapkan (pembelajaran yang mengena) tapi tetap bersifat menyenangkan. Pembelajaran harus berpusat pada siswa, siswa harus lebih dominan dan aktif serta terlibat sebanyak mungkin dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran tidak harus dilaksanakan di dalam kelas tapi bisa juga dilaksanakan di luar kelas. Proses pembelajaran Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan berlangsung secara alamiah dalam bentuk siswa terlibat langsung dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat. Siswa mengalami sendiri apa yang menjadi objek kajiannya dan bukan hanya transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa. Dalam hal ini Keaktifan dan kekreatifan siswa akan sangat terlihat. Tidak sekadar aspek kognitif dan psikomotorik saja yang cenderung dilibatkan dalam pendekatan PAKEM, tapi juga aspek afektif. Dengan demikian, pengetahuan yang diperoleh siswa pun akan lebih bermakna.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti melakukan penelitian terhadap kemampuan menulis siswa khsususnya menulis karangan deskripsi dengan mengunakan metode PAKEM.

Rumusan Masalah
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi siswa kelas XI IPA 1 SMAN 01 Padang Jaya ?
Sejauh mana kemampuan menulis karangan deskripsi siswa XI IPA 1 SMAN 01 Padang Jaya?

Tujuan
Mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi siswa kelas XI IPA 1 SMAN 01 Padang Jaya.
Mengetahui sejauh mana kemampuan menulis karangan deskripsi siswa XI IPA 1 SMAN 01 Padang Jaya.

Manfaat
Bagi siswa; (1) untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar menulis siswa; (2) untuk memudahkan dalam pengembangan kreativitas menulis petunjuk; (3) agar mempunyai variasi pengalaman belajar melalui pendekatan PAKEM; (4) untuk meningkatkan kemampuan intelektual siswa.
Bagi guru; (1) sebagai upaya memperbaharui cara pembelajaran menulis; (2) sebagai upaya memotivasi siswa dalam keterampilan menulis; (3) sebagai upaya meningkatkan kualitas prestasi, khususnya pembelajaran bahasa Indonesia; (4) sebagai upaya membimbing siswa untuk berpikir sistematis dan logis.
Bagi sekolah; (1) hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan dalam memperkaya referensi pembelajaran menulis petunjuk; (2) sebagai alternatif pembelajaran menulis petunjuk; (3) sebagai bahan pertimbangan bagi sekolah untuk lebih meningkatkan dan melengkapi sarana dan prasarana penunjang peningkatan keterampilan menulis siswa.
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan pengembangan teori pembelajaran, khususnya keterampilan menulis.

BAB II
KAJIAN TEORI
Kajian Pustaka
Upaya untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis karangan masih menjadi topik yang menarik untuk diteliti. Hal ini terbukti dengan banyaknya penelitian tentang upaya peningkatan keterampilan penulisan karangan yang telah dilakukan oleh peneliti bahasa. Penelitian-penelitian tersebut belum semuanya sempurna. Oleh karena itu, penelitian tersebut memerlukan penelitian lanjutan demi melengkapi penelitian sebelumnya.
Kerangka Berfikir
Sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis khususnya dalam menulis karangan deskripsi, guru harus menerapkan pengetahuannya mengenai teknik dalam mengajar. Peneliti dalam hal ini sebagai guru menggunakan pendekatan PAKEM guna mengaktifkan siswa dalam pembelajaran menulis karangan deskripsi.
Penggunaan pendekatan pakem akan menuntut siswa berpikir aktif menuangkan apa yang ia pikirkan dan ia rasakan. pakem dapat membantu siswa untuk mengalirkan secara bebas apapun yang telah tersimpan didalam pikiran dan perasan siswa. PAKEM merupakan metode belajar yang kaya untuk bahan belajar siswa. Penggunaan pendekatan PAKEM sebagai metode pembelajaran akan membuat siswa merasa senang dalam belajar. Mengalami langsung apa yang sedang dipelajari akan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan guru menjelaskan. Membangun pemahaman dari pengamatan dan pengalaman langsung akan lebih mudah daripada membangun pemahaman dari uraian lisan guru, terlebih lagi bila siswa masih diminta untuk berpikir secara abstrak (mengingat seperangkat fakta tentang urutan langkah-langkah pelaksanaan, pembuatan, dan penggunaan sesuatu). Belajar dengan cara mengalami langsung akan meningkatkan kebertahanan informasi dalam pikiran manusia.
Maka dari itu, peneliti menghadirkan pendekatan PAKEM ke dalam kelas untuk membantu siswa dalam mempermudah proses penulisan teks petunjuk tanpa harus mengingat seperangkat fakta-fakta. Efek yang ditimbulkan dari pembelajaran menulis karangan deskripsi adalah dari psikologis siswa, siswa merasa senang karena pembelajaran seperti itu belum lazim digunakan dalam kelas konvensional, jadi seolah siswa menemukan suasana baru sekaligus menyenangkan, yang benar-benar nyata dihadirkan di dalam kelas. Dengan proses mengalami langsung apa yang sedang dipelajari (dengan mempraktikan terlebih dahulu petunjuk yang akan dibuat) akan mengaktifkan siswa dan menghindari adanya salah langkah. Adanya kegiatan mengalami dan menemukan sendiri kompetensi pembelajaran yang seharusnya dimiliki siswa berkaitan dengan petunjuk, membuat siswa menjadi lebih terlatih untuk berpikir kritis dan kreatif.
Perumusan Hipotesis
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Menyenangkan dapat meningkatkan keterampilan menulis karangan deskripsi siswa dan mengubah perilaku siswa ke arah positif.

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan
Metode eksperimen adalah metode penelitian yang di gunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadpa yang ain dalam kondisiyang terkendali kan. Berdasarkan dari rumusan masalh yang dibuat maka varaiabel peningkatan keterampilan menulis kaaranagan deskripsi dengan pendekatan pembelajaran aktif,kreatif, efektif, dan menyenagkan (PAKEM), ini diharuskan untukmmengetahui sejauh mana kemampuan siswa dapat menulis karangan denagn menggunakan metode PAKEM ini berjalan sehingga metode yang cocok untuk penelitian ini adalah metode eksprimen yang di perlukan keterlibatan siswa dalam penelitian ini berlangsung.

3.2 Desain Subjek
Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas ( PTK ). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian didalam kelas sasaran dengan memanfaatkan interaksi, kolaborasi antara peneliti dengan kelas sasaran ( dalam hal ini siswa ). Penelitian tindakan kelas dilaksanakan demi perbaikan dan peningkatan praktek pembelajaran secara berkesinambungan, yang ada pada dasarnya melekat pada terlaksananya misi profesional pendidikan yang dinamakan guru. Oleh karena itu pendekatan tindakan kelas merupakan salah satu cara strategis memperbaiki dan meningkatkan layanan pendidikan yang harus diselenggarakan dalam konteks upaya peningkatan kualitas program sekolah secara keseluruhan dalam masyarakat yang dapat berubah. Desain penelitian tindakan kelas terdiri dari (1) Komponen perencanaan ( bahan ajar, silabus, dan RPP ), (2) Tindakan dan pengamatan , dan (3) Refleksi.

3.3 Tehnik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah teknik observasi dan wawancara.
Teknik Observasi
Obsevasi adalahproses yang kompleks suatu proses yang tersususn dari pelbagai proses biologis, psikologis, tapi yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
Observasi dilaksanakan pada saat proses pembelajaran berlangsung yang digunakan untuk mengetahui sikap dan perilaku siswa terhadap pembelajaran menulis petunjuk. Dalam melakukan observasi, peneliti akan dibantu oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan. Hal ini disebabkan guru tersebut lebih memahami karakter siswa dan lebih hafal dengan nama-nama siswa.

Wawancara
Wawancara dilaksanakan terhadap siswa yang mendapat nilai tinggi, sedang, dan rendah. Wawancara ini dilaksanakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dan mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa ketika pembelajaran berlangsung. Dalam wawancara menggunakan teknik bebas, yaitu pertanyaan telah dipersiapkan pewawancara dan responden bebas menjawab tanpa terikat. Kegiatan wawancara ini dilaksanakan di luar jam pelajaran. Wawancara dilakukan setelah diketahui hasil yang diperoleh siswa setelah dilakukan pembelajaran menulis karangan deskripsi dengan pendekatan PAKEM. Wawancara dilakukan dengan menggunakan alat perekam.

Tehnik Analisi Data
Teknik analisis data dilakukan secara kuantitatif . Teknik kuantitaif ini diperoleh dari hasil tes yang dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada akhir siklus I, dan akhir siklus II. Adapun langkah penghitungannya adalah dengan menghitung skor yang diperoleh siswa, menghitung skor komulatif dari seluruh aspek, menghitung skor rata-rata, menghitung nilai, menghitung nilai rata-rata, dan menghitung persentase dengan rumus sebagai berikut.
SP = x 100%
Keterangan:
SP : Skor Persentase
SK : Skor Komulatif
R : Jumlah Responden
Hasil penghitungan siswa dari masing-masing tes ini kemudian dibandingkan, yaiu antara siklus I dan siklus II. Hasil ini akan memberikan gambaran mengenai persentase peningkatan kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran menulis karangan deskripsi dengan menggunakan pendekatan PAKEM.

Indikator Keberhasilan
DAFTAR PUSTAKA

Susetyo. 2010. Penelitian Kuantitatif dan Penelitian Tindakan Kelas. Bengkulu : Universitas Bengkulu
Djadjasudarma, Fatimah. 1993. Metode Linguistik. Bandung : PT Eresco Bandung

PENERAPAN MODEL PROBLEM SOLVING DENGAN MEDIA GAMBAR DALAM MENULIS SLOGAN SISWA KELAS VIII SMPN 2 PUTRI HIJAU TAHUN AJARAN 2013-2014
Oleh: Hesti Juwita
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dasar pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran keterampilan berbahasa yaitu ketrampilan-keterampilan yang ditekankan pada keterampilan reseptif dan keterampilan produktif. Pembelajaran bahasa indonesia diawali dengan pembelajaran reseptif. Dengan demikian keterampilan produktif dapat ikut ditingkatkan. Empat aspek keterampilan berbahasa yang mencakup dalam pengajaran bahasa yaitu : (1) keterampilan menyimak,(2) keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca, (4) keterampilan menulis.
Pembelajaran menulis merupakan komponen yang turut menentukan dalam mencapai tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia. Kegunaan keterampilan menulis bagi para siswa adalah untuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan tugas sekolah. Tanpa memiliki kemampuan untuk menulis, siswa akan mengalami banyak kesulitan dalam melaksanakan ketiga jenis tugas tersebut. Oleh karena itu, menulis harus diajarkan pada saat anak mulai masuk sekolah dan kesulitan belajar menulis harus memperoleh perhatian yang cukup dari guru. Salah satunya menggunakan media.
Salah satu jenis media pembelajaran yang digunakan untuk proses belajar mengajar yang bisa menarik perhatian siswa, meningkatkan kreativitas siswa, dan merangsang gairah belajar siswa salah satunya adalah dengan menggunakan media gambar. Selain dapat menjelaskan berbagai hal, gambar juga mudah untuk diperoleh. Selain itu, jika kita memakai media gambar, siswa akan mudah membuat suatu karya,misalnya slogan.
1.2 Rumusan Masalah
Penulis menemukan beberapa permasalahan mendasar yang menyebabkan rendahnya tingkat kemampuan menulis. Permasalahan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Bagaimana penerapan model problem solving dengan media gambar dalam menulis slogan pada siswa SMPN 2 Putri Hijau Tahun Ajaran 2013-2014?
Apakah pelaksanaan penerapan model problem solving dengan media gambar dapat meningkatkan kreatifitas siswa SMPN 2 Putri Hijau dalam menulis slogan?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Untuk mengetahui penerapan model problem solving dengan media gambar khususnya dalam menulis slogan pada siswa di SMPN 2 Putri Hijau Tahun Ajaran 2013-2014.
Untuk mengetahui peningkatan kreatifitas menulis siswa SMPN 2 Putri Hijau melalui model problem solving dengan media gambar terutama dalam menulis slogan.

Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian adalah:
kegunaan teoritis
mengembangkan model problem solving dengan media gambar terutama dalam pengajaran menulis di SMPN 2 Putri Hijau Tahun Ajaran 2013-2014
menambah pengetahuan penelitian tentang kemampuan menulis.
dapat dijadikan bahan pengkajian lebih lanjut tentang pengajaran menulis slogan, guna meningkatkan kemampuan menulis di SMPN 2 Putri Hijau Tahun Ajaran 2013-2014
kegunaan praktis
sebagai masukan yang perlu dipertimbangkan dalam merancang dan mengelola proses belajar mengajar terutama pengajaran menulis slogan pada pelajaran bahasa dan sastra Indonesia indonesia di SMPN 2 Putri Hijau Tahun Ajaran 2013-2014.

Definisi Istilah
Agar tidak mengacaukan pemahaman berkenaan dengan topik penelitian, hal-hal yang perlu dijelaskan adalah :
Gambar menurut KBBI adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dsb) yang dibuat dengan coretan pensil dsb pd kertas dsb; lukisan;
Media adalah suatu alat yang dipakai sebagai saluran untuk menyampaikan pesan atau informasi dari sumber kepada penerima pesan.
Slogan menurut KBBI adalah perkataan atau kalimat pendek yg menarik, mencolok, dan mudah diingat untuk menjelaskan tujuan suatu ideologi golongan, organisasi, partai politik, dsb.

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Pengertian Media dan Manfaat Media dalam Pembelajaran
Media adalah suatu alat yang dapat digunakan untuk membantu proses pembelajaran agar dapat menarik perhatian anak, meningkatkan kreatifitas anak dan untuk merangsang gairah anak dalam belajar. Media menurut briggs (1970) dalam Hatta (2009) bahwa media adalah alat bantu untuk memberikan rangsangan bagi peserta didik supaya terjadi proses belajar.
Pembelajaran dengan menggunakan media sudah jelas sekali banyak manfaatnya dalam memudahkan proses mengajar. Sehingga dalam penerimaan pelajaran mudah untuk diserap oleh masing-masing anak. Untuk sekarang tergantung pada kekreatifan masing-masing guru dalam mensiasati penggunaan media sebagai strategi pembelajaran agar mampu menarik perhatian dan minat siswa dalam belajar.
2.2. Gambar sebagai Media Pembelajaran
Ciri – ciri gambar yang baik dan dapat digunakan sebagai media belajar diantaranya sebagai berikut:
Dapat menyampaikan pesan dan ide tertentu.
Merangsang orang yang melihat untuk ingin mengungkap objek – objek dalam gambar.
Berani dan dinamis, pembuatan gambar hendaknya menunjukkan gerak atau perbuatan.
Bentuk gambar bagus, menarik dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan serangkaian strategi yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data penelitian yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian dan menjawab masalah yang diteliti. Metode lebih ditekankan pada strategi, proses, dan pendekatan memilih jenis, karakteristik, serta dimensi ruang dan waktu serta data yang diperlukan. Adapun metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dalam penelitian dengan menggunakan metode problem solving untuk meneliti hal-hal yang ada dilapangan yaitu kemampun siswadalam menulis slogan. Dalam penelitian ini penulis melakukan evaluasi berupa tes tulis dengan menugaskan siswa menulis slogan. Alat evaluasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pretes dan postes.
3.2. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN2 Putri Hijau. Sumber data juga berasal dari guru mata pelajaran bahasa indonesia.
3.3. Tempat dan Waktu
1. Tempat penelitian
Berdasarkan berbagai macam pertimbangan, maka tempat penelitian dilaksanakan di kelas VIII SMPN 2 Putri Hijau.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai November 2014.
3.4. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 2 Putri Hijau.
2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini diambil dengan menggunakan Proporsional Random Sampling. Pemilihan sampel dalam penelitian tidak membagi sama rata dari masing-masing kelas. Hal ini dikarenakan pemerolehan pelajaran Bahasa Indonesia sama, maka peneliti tidak membedakan antara kelas A dan B. Hal ini juga dimaksudkan agar populasi memeliki kesempatan atau peluang yang sama sebagai sampel penelitian.
3.5. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (action research classroom) yang dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif bekerja sama dengan guru Bahasa Indonesia kelas VIII SMPN 2 Putri Hijau.
Berikut keterangan tahap-tahap dalam penelitian tindakan:
Siklus I :
1. Perencanaan I.
2. Tindakan I.
3. Observasi I.
4. Refleksi I.
Siklus II :
1. Revisi Rencana I.
2. Tindakan II.
3. Observasi II.
4. Refleksi II.
3.6. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dapat ditentukan berdasarkan proses dan produk. Keberhasilan yang diukur berdasarkan proses, yaitu apabila dalam penelitian ini terjadi peningkatan keterampilan menulis dibandingkan dengan sebelum diadakannya tindakan. Hal ini dapat dilihat adanya perubahan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran menulis puisi dengan metode problem solving dan media gambar, meliputi siswa aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran membaca, antusias, dan mampu bekerja sama, serta guru memotivator keaktifan siswa. Kriteria keberhasilan produk dalam membaca pemahaman didasarkan atas peningkatan keberhasilan siswa dalam mencapai taraf keberhasilan minimal yang ditentukan, yaitu antara 65%-75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar telah mencapai KKM (> 80).
DAFTAR PUSTAKA
Hatta, Muhammad. 2009. Media. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
http://www.google.co.id/search?hl=id&cr=countryID&q=media+gambar+dalam+
bahasa+indonesia&star=10&sa

MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR BAHASA INDONESIA PADA SISWA SMP NEGERI 02 KOTA BENGKULU KELAS VII MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING
Oleh: lisa novitasari
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatkan motivasi belajar siswa adalah salah satu kegiatan integral yang wajib ada dalam kegiatan pembelajaran. Selain memberikan dan mentransfer ilmu pengetahuan guru juga bertugas untuk meningkatkan motivasi anak dalam belajar. Tidak bisa kita pungkiri bahwa motivasi belajar siswa satu dengan yang lain sangat berbeda, untuk itulah penting bagi guru selalu senantiasa memberikan motivasi kepada siswa supaya siswa senantiasa memiliki semangat belajar dan mampu menjadi siswa yang beprestasi serta dapat mengembangkan diri secara optimal. Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Menurut Sardiman 2006:73) motif merupakan daya penggerak dari dalam untuk melakukan kegaiatan untuk mencapai tujuan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki dapat tercapai. Dalam motivasi belajar dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka pemenuhan harapan dan dorongan dalam hal ini adalah pencapaian tujuan.
Ada banyak model pembelajran kooperatif yang dapat digunakan seperti (1) STAD, (2) JIGSAW, (3) investigasi kelompok (Teams Games Tournaments atau TGT), (4) think pair share (TPS), (5) Numbered Head Together (NHT), (6) Pertanyaan dari Siswa (Questions Students Have), (7) Snow Ball Throwing (Lemparan Bola Salju), (8) Model A B C Games, (9) Get A Star (Raihlah Bintang), (10) Debat Aktif (Active Debate), (11) Setiap Orang Adalah Guru (Everyone Is A Teacher Here), (12) Time Token (Kartu Bicara), (13) Think Pair Share (TPS), (14) Jigsaw Learning (Belajar Model Jigsaw), (15) Index Card Match (Mencari Pasangan), (16) Card Sort (Kartu Sortir), (17) Galeri (Pameran), (18) Compelete Sinteses (Melengkapi Paragraf), (19) Go To Your Post (Bergerak ke Arah yang Dipilih). Tentu dari kesekian banyak model pembelajaran ini, tidak semuanya sesuai jika digunakan untuk pembelajaran menulis paragraf. Disini guru juga harus pandai memilah-milih model yang sesuai, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dan dalam penelitian ini digunakan metode Snow Ball Throwing (Lemparan Bola Salju).

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan rumusan masalah penelitian ini, yaitu: bagaimana meningkatkan motivasi belajar bahasa indonesia pada siswa SMPN kelas VII melalui model pembelajaran Snowball Throwing pada tahun pelajaran 2013/2014?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan cara meningkatkan motivasi belajar bahasa indonesia pada siswa SMPN kelas VII melalui model pembelajaran Snowball Throwing pada tahun pelajaran 2013/2014.
Manfaat Penelitian
Ada pun manfaat dari penelitian ini secara praktis hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Siswa
Dapat memotivasi belajar pada siswa agar lebih giat, trampil, dan semangat dalam menuntut iilmu.
Guru
Para guru dapat mengetahui bagaimana cara pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Bahkan guru di tingkat satuan pendidikan yang lebih tinggi, seperti SMP/MTs dan SMA/SMK/MA, diharapkan juga menggunakan hasil penelitian ini dalam upaya melakukan inovasi pembelajaran bahasa Indonesia.

BAB II
KAJIAN TEORI
Kajian Pustaka
Motivasi Belajar
Meningkatkan motivasi belajar siswa adalah salah satu kegiatan integral yang wajib ada dalam kegiatan pembelajaran. Selain memberikan dan mentransfer ilmu pengetahuan guru juga bertugas untuk meningkatkan motivasi anak dalam belajar. Tidak bisa kita pungkiri bahwa motivasi belajar siswa satu dengan yang lain sangat berbeda, untuk itulah penting bagi guru selalu senantiasa memberikan motivasi kepada siswa supaya siswa senantiasa memiliki semangat belajar dan mampu menjadi siswa yang beprestasi serta dapat mengembangkan diri secara optimal.
Motivasi adalah motif atau dorongan yang dimiliki oleh seseorang dalam melakukan tindakan. Hal ini menegaskan bahwa motivasi adalah satu faktor penting untuk keberhasilan seseorang dalam melakukan suatu tindakan, termasuk dalam belajar di sekolah. Dalam belajar tingkat ketekunan siswa atau mahasiswa sangat di tentukan oleh motif dan motivasi belajar yang di timbulkan dari motif tersebut. Dengan kata lain Motivasi belajar ini mutlak di miliki oleh seorang siswa demi keberhasilan-Nya dalam belajar. Motivasi ada dua macam yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang muncul dari dalam diri, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang muncul dari dalam diri. Pada dasarnya dari kedua jenis motivasi ini motivasi ini dua-duanya memegang peranan penting, karena keduanya saling terkait satu sama lain.
Motivasi berasal dari kata “motif” yang diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Menurut Sardiman 2006:73) motif merupakan daya penggerak dari dalam untuk melakukan kegaiatan untuk mencapai tujuan. Definisi Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Hamalik, 1992:173). Dalam Sardiman (2006:73) motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorangyang ditandai dengan munculnya “felling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Menurut Mulyasa (2003:112) motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Peserta didik akan bersungguh-sungguh karena memiliki motivasi yang tinggi. Seorang siswa akan belajar bila ada faktor pendorongnya yang disebut motivasi. Dimyati dan Mudjiono (2002:80) mengutip pendapat Koeswara mengatakan bahwa siswa belajar karena didorong kekuatan mental, kekuatan mental itu berupa keinginan dan perhatian, kemauan, cita-cita di dalam diri seorang terkadang adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu dalam belajar.
Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar menjamin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki dapat tercapai. Dalam motivasi belajar dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka pemenuhan harapan dan dorongan dalam hal ini adalah pencapaian tujuan.
Cara Meningkatkan Motivasi Belajar
Mengajar dengan menggunakan pembelajaran yang komunikatif dan kreatif
Dalam hal ini kemampuan guru ketika menggunakan media pembelajaran sangat penting. Proses pembelajaran tidak boleh monoton tapi harus kreatif. Dalam hal ini tentunya guru haru selalu senantiasa melakukan pengembangan diri, dengan berbagai hal seperti seminar, maupun pelatihan-pelatihan

Memberikan reward atau hadiah
sebuah perilaku yang di munculkan siswa atas hasil yang diperolah perlu mendapatkan respon dari seorang pengajar. Respon ini biaanya dalam bentuk reward atau hadiah kepada siswa yang menunjukkan perubahan perilaku dalam belajar. Reward ini jangan sampai yang berlebihan, karena kalau berlebihan bisa menimbulkan kecemburuan sosial diantara para siswa.

Memberikan Hukuman
selain memberikan hadiah kepada siswa, ada kalanya seorang guru juga perlu memberikan hukuman. Namun di sini guru harus hati-hati, usahakan hukuman yang di berikan adalah hukuman yang mendidik, karena kalau tidak bisa-bisa motivasi belajar siswa malah menurun. Hal semacam ini banyak sekali terjadi di lapangan, yang mana seorang guru memberikan hukuman dengan berlebihan, akibatnya siswa semakin benci dengan guru dan motivasi belajar-Nya menurun drastis

Memberikan nilai secara objektif
sering kali kita mungkin menemuai beberapa siswa yang komplin kepada guru karena ternyata nilai yang diperoleh tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan padahalal mereka sangat yakin selama ini sudah melakukan yang terbaik dan berusaha melakukan belajar secara benar. Jika hal ini terjadi biasanya minat dan motivasi belajar siswa bisa menurun yang akhirnya berdampak pada prestasi belajar-Nya

Memberikan kesempatan siswa untuk memperbaiki kesalahan
Banyak kita melihat di lapangan kadang ada beberapa oknum guru yang yang memberikan stigma buruk pada salah seorang siswa hanya gara-gara siswa tersebut melakukan kesalahan yang entah di sengaja atau tidak menyinggung perasaan serorang guru. Hal ini sebisa mungkin harus di hindari karena jika tidak siswa akan mengalamai patah semangat dalam belajar.

Membantu permasalahan siswa
Setiap siswa pasti akan senang jika ada guru yang dengan tangan terbuka mau membantu mereka keluar dari permasalahan yang mereka hadapi. KIta sebagai guru sadar bahwa siswa pasti memiliki berbagai macam permasalahan, baik itu masalah pribadi, sosial, karier maupun belajar. Jadi kapanpun siswa membutuhkan kita, sebagai seorang guru kita harus siap untuk mereka.

Keteladanan
Keteladanan ini bisa di bilang sangat efektif dalam meningkatkan motivasi belajar siswa. kebanyakan dari siswa tentu lebih menyukai seorang guru yang terbukti memiliki motivasi di bandingkan dengan guru yang bisanya hanya bercerita tapi belum terbukti hasilnya. Dari itulah perjalan hidup seorang guru bisa menjadi senjata ampuh dalam meningkatkan motivasi belajar para siswa.

Model Pembelajaran Snowball Throwing
Snowball secara etimologi berarti bola salju, sedangkan throwing artinya melempar. Snowball Throwing secara keseluruhan dapat diartikan melempar bola salju. Menurut Saminanto, metode pembelajaran Snowball Throwing disebut juga metode pembelajaran gelundungan bola salju. Metode pembelajaran ini melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari siswa lain dalam bentuk bola salju yang terbuat dari kertas, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya dalam satu kelompok. Sedangkan menurut Kisworo metode pembelajaran snowball throwing adalah suatu metode pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh.
Menurut Suprijono dan Saminanto, langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran snowball throwing adalah:
Guru menyampaikan materi yang akan disajikan dan KD yang ingin dicapai.
Guru membentuk siswa berkelompok, lalu memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.
Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.
Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 5 menit.
Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.
Evaluasi.
Penutup.

Kelebihan model pembelajaran Snowball Throwing adalah
a) Suasana pembelajaran menjadi menyenangkan karena siswa seperti bermain dengan melempar bola kertas kepada siswa lain.
b) Siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir karena diberikesempatan utk membuat soal dan diberikan pada siswa lain.
c) Membuat siswa siap dengan berbagai kemungkinan karena siswa tidak tahu soal yang dibuat temannya seperti apa.
d) Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran.
e) Pendidik tidak terlalu repot membuat media karena siswa terjun langsung dalam praktek.
f) Pembelajaran menjadi lebih efektif.
g) Ketiga aspek yaitu aspek koknitif, afektif dan psikomotor dapat tercapai.

Kelemahan model pembelajaran Snowball Throwing adalah
a) Sangat bergantung pada kemampuan siswa dalam memahami materi sehingga apa yang dikuasai siswa hanya sedikit. Hal ini dapat dilihat dari soal yang dibuat siswa biasanya hanya seputar materi yang sudah dijelaskan atau seperti contoh soal yang telah diberikan.
b) Ketua kelompok yang tidak mampu menjelaskan dengan baik tentu menjadi penghambat bagi anggota lain untuk memahami materi sehingga diperlukan waktu yang tidak sedikit untuk siswa mendiskusikan materi pelajaran.
c) Tidak ada kuis individu maupun penghargaan kelompok sehingga siswa saat berkelompok kurang termotivasi untuk bekerja sama. tapi tdk menutup kemungkinan bagi guru untuk menambahkan pemberiaan kuis individu dan penghargaan kelompok.
d) Memerlukan waktu yang panjang.
e) Murid yang nakal cenderung untuk berbuat onar.
f) Kelas sering kali gaduh karena kelompok dibuat oleh murid.

Hipotesis
Berdasarkan kerangka kajian di atas maka hipotesis dalam penelitian ini yaitu kemampuan meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia akan meningkat bila diajarkan melalui model pembalajaran Snowball Throwing.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Rapoport (1970) dalam Hopkins (1993) dalam Kusnandar (2011) mendefinisikan penelitian tindakan kelas adalah penelitian untuk membantu seseorang dalam mengatasi secara praktis persoalan yang dihadapi dalam situasi darurat dan membantu pencapaian tujuan ilmu sosial dengan kerja sama dalam kerangka etika yang disepakati bersama. Peneltiian tindakan kelas juga diartikan suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan jalan merancang, melaksanakan, mengamati, dan merefleksikan tindakan melalui beberapa siklus secara kolaboratif dan partisipatif yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu proses pembelajaran di kelasnya.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 02 Kota Bengkulu pada bulan Desember 2013.
Prosedur Penelitian Tindakan
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan:
Tahapan Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian. Dalam kegiatan ini diharapkan pelaksanaan penelitian akan berjalan lancar dan mencapai tujuan yang diinginkan. Kegiatan persiapan ini meliputi: (1) kajian pustaka, (2) pengurusan administrasi perijinan, (3) penyusunan rancangan penelitian, (4) orientasi lapangan, dan (5) penyusunan instrumen penelitian.
Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan penelitian ini, kegiatan yang dilakukan meliputi: (1) pengumpulan data melalui tes dan pengamatan yang dilakukan persiklus, (2) diskusidengan pengamat untuk memecahkan kekurangan dan kelemahan selama proses belajar mengajar persiklus, (3) menganalisis data hasil penelitian persiklus, (4) menafsirkan hasil analisi data, dan (5) bersama-sama dengan pengamat menentukan langkah perbaikan untuk siklus berikutnya.
Tahap Observasi
Observasi dibagi dalam setiap siklus, yaitu 1,2 dan seterusnya,dimana masing-masing siklus dikenai perlakuan yang sama (alur kegiatan yang sama) dan membahas satu sub pokok bahasan yang diakhiri dengan tes diakhir putaran. Siklus ini berkelanjutan dan akan dihentikan jika sesuai dengan kebutuhan dan dirasa sudah cukup.
Tahap Refleksi
Pada tahap ini,peneliti mengkaji, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi ole pengamat.
Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan tes yang dilakukan kepada siswa.
Teknik Analisis Data
Dalam rangka menyusun dan mengelolah data yang terkumpul sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan, maka digunakan analisis data kuantitatif dan pada metode observasi digunakan data kualitatif.
Indikator
Berdasarkan tempat penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 02 Kota Bengkulu diyakini akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Indikator keberhasilan akan mencapai 85% dengan kemampuan rata-rata kelas mencapai nilai 70. Nilai minimal perseorangan berkisar di nilai 70.
DAFTAR PUSTAKA
Sardiman,A.M.2006.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta:Grafindo.
Darsono, Max. dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.
Aqib, Zainal. 2013. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif). Bandung : Yrama Widya.
http//Cara Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa.html
http://sarjanaku.com

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA PENDEK DENGAN
MEDIA AUDIO-VISUAL SISWA KELAS VIIISMPN 11 KOTA BENGKULU TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh: Desti Natalia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keterampilan menulis yang lebih dikenal dengan istilah mengarang merupakan satu dari keempat keterampilan berbahasa yang diajarkan kepada peserta didik yang belajar bahasa, salah satunya menulis cerpen. Pembelajaran menulis merupakan bagian integral dari pembelajaran keterampilan berbahasa yang dalam prakteknya diharapkan dapat dipadukan dengan pembelajaran keterampilan berbahasa yang lain.
Mengingat pentingnya menulis bagi peserta didik, tenaga pendidik semestinya bisa membangkitkan kegairahan peserta didik untuk menulis serta menjadikan menulis itu sebagai pekerjaan yang alami dan menyenangkan. Keadaan yang ditemukan diSMPN 11 Kota Bengkulu, yaitu peserta didik kesulitan untuk menguraikan atau menuangkan ide, gagasan, maupun pikiran ke dalam bentuk karangan seperti menulis cerpen.
Faktor yang menimbulkan munculnya masalah ini antara lain, peserta didik kurang bersemangat dalam menggunakan nalarnya karena kurang latihan menulis khususnya cerpen. Sehingga, peserta didik tidak terbiasa dalam menulis. Suatu karangan pada dasarnya merupakan komunikasi antara pengarang dan pembaca. Pengarang menerjemahkan maksud, pikiran, gagasan, maupun imajinasinya ke dalam bentuk tulisan yang dinamakan karangan. Pada gilirannya, pembaca menafsirkan makna yang bersifat dalam tulisan tersebut.
Solusi yang bisa ditawarkan oleh peneliti dengan permasalahan di atas yaitu dengan memilih dan menggunakan media pembelajaran media audio-visual yang dapat membantu mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera. Menurut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Bahasa dan Sastra Indonesia kelas VIII pada kompetensi dasar menulis cerpen berdasarkan film yang diputarkan peserta didik harus mendapatkan nilai 70. Penerapan media audio-visual ditujukan untuk meningkatkan efektifitas proses pembelajaran, sehingga diharapkan peserta didik mampu mengembangkan daya nalarnya.
Atas dasar pemikiran tersebut, penulis memilih judul “Peningkatan Keterampilan MenulisCerita Pendek denganMedia Audio-Visual Siswa Kelas VIIISMPN 11 Kota Bengkulu Tahun Pelajaran 2013/2014” ini.
1.2. Identifikasi Masalah
Penulis mengidentifikasi permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
Bagaimanakah keterampilan menulis cerita pendek (cerpen) pada peserta didik kelas VIIISMPN 11Kota BengkuluTahun Pelajaran 2013/2014?
Bagaimanakah meningkatkan keterampilan menulis cerita pendek (cerpen) dengan penerapan media audio-visual pada peserta didik kelas VIIISMPN 11 Kota BengkuluTahun Pelajaran 2013/2014?

1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bagaimanakah meningkatkan keterampilan menulis cerita pendek (cerpen) dengan penerapan media audio-visual pada peserta didik kelas VIIISMPN 11 Kota BengkuluTahun Pelajaran 2013/2014?

1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Meningkatkan keterampilan menulis cerita pendek (cerpen) dengan penerapan media audio-visual pada peserta didik kelas VIIISMPN 11 Kota BengkuluTahun Pelajaran 2013/2014.

1.5Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan sumbangsi bagi lembaga pendidikan guna memajukan pendidikan dan dapat menjadi alternatif pedoman bagi peneliti lainnya.

Manfaat Praktis
Penelitian ini akan memberikan sumbangan dalam pembelajaran menulis puisi. Penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
Siswa
Dari hasil Penelitian ini diharapkan akan meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menulis cerita pendek (cerpen) dan dengan peningkatan kemampuan ini akan dapat meningkatkan pemahaman peserta didik tentang penulisan cerpen.
Guru (Khusus guru bahasa Indonesia).
Sebagai bahan masukan untuk memperluas pengetahuan dan wawasanya mengenai cara meningkatkan kemampuan peserta didik dalam menulis cerita pendek (cerpen).
c. Peneliti
Sangat bagus bagi peneliti untuk menambah pengetahuan mengenai cara meningkatkan kemampuan dalam menulis cerita pendek (cerpen).

BAB II
TINJAUANPUSTAKA
Keterampilan Menulis
2.1.1 Defenisi Keterampilan Menulis
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain (Tarigan, 1994: 3). Menurut Sumardjo (2007: 75-78) menulis merupakan suatu proses melahirkan tulisan yang berisi gagasan. Pada dasarnya terdapat lima tahap proses kreatif mnulis. Pertama, adalah tahap persiapan. Dalam tahap ini seorang penulis telah menyadari apa yang akan ditulis dan bagaimana ia akan menuliskannya. Kedua, tahap inkubasi. Pada tahap ini gagasan yang telah muncul tadi disimpannya dan dipikirkannya matang-matang, dan ditunggunya waktu yang tepat untuk menuliskannya. Ketiga, tahap inspirasi. Tahap inilah saat gagasan di bawah sadar sudah mendepak-depakkan kakinya ingin keluar, ingin dilahirkan. Keempat, tahap penulisan. Dan kelima, adalah saat tahap revisi.
Menulis juga merupakan menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau kita memahami bahasa dan gambaran grafik itu.
Pada prinsipnya fungsi utama dari tulisan adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung. Salah satu dari tugas penulis adalah menguasai prinsi-prinsip menulis dan berpikir, yang akan menolongnya mencapai maksud dan tujuannya. Yang paling penting diantara prinsip-prinsip yang dimaksudkan itu adalah penemuan, susunan, dan gaya. Secara singkat belajar menulis adalah belajar berpikir dalam atau dengan cara tertentu. (D’Angelo dalam Tarigan, 1994: 23). Sedangkan tujuan menulis ialah memberi informasi atau keterangan atau penerangan kepada para pembaca, memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang kepada para pembaca, memecahkan masalah yang dihadapi pembaca, menjelaskan, menjernihkan, menjelajahi serta meneliti secara cermat pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan sendiri agar dapat dimengerti dan diterima oleh para pembaca. (Hipple dalam Tarigan, 1994:26).
Jadi, menulis di sini diartikan sebuah kegiatan dan keahlian untuk mengeluarkan gagasan, pikiran, dan perasaan penulis sehingga maksud dan tujuan penulis mudah diserap dan diikuti oleh pembaca.

Cerita Pendek
2.2.1 Defenisi Cerita Pendek
Cerita pendek (cerpen) adalah fiksi pendek yang selesai dibaca dalam “sekali duduk”. Cerita pendek hanya memliki satu arti, satu krisis, dan satu efek untuk pembacanya (Sumardjo, 2007: 202). Jadi cerita pendek di sini diterjemahkan sebagai salah satu jenis karya sastra yang mempunyai alur singkat, tokoh sedikit, dan manfaatnya langsung dirasakan oleh pembaca.

Media Audio-Visual
2.3.1 Defenisi Media Audio-Visual
Menurut Gintings (2008: 140). Kata media adalah jamak dari kata medium yang berasal dari bahasa Latin yang berarti pengantar atau perantara. Sedangkan media audio-visual merupakan media yang menampilkan materi pembelajaran dalam bentuk sesuatu yang dapat didengar oleh telinga dan dilihat oleh mata manusia. Jadi media audio-visual adalah suatu media pembelajaran yang melibatkan sebagian pancaindera seperti mata dan telinga.

Media dalam Proses Pembelajaran
a. Definisi Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif di mana penerimanya dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif. Media ialah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan atau materi ajar dari tenaga pendidik sebagai komunikator kepada peserta didik sebagai komunikan dan sebaliknya.
b. Fungsi Media Pembelajaran
1. Fungsi Media Pembelajaran sebagai Sumber Belajar
Secara tekhnis, media pembelajaran berfungsi sebagai sumber belajar. Fungsi media pembelajaran sebagai sumber belajar adalah fungsi utamanya.

2. Fungsi Semantis
Fungsi semantik adalah kemampuan media dalam menambah perbendaharaan kata (simbol verba) yang makna atau maksudnya benar-benar dipahami peserta didik.
3. Fungsi Manipulatif
Berdasarkan karakteristik umum, media memiliki dua kemampuan, yakni mengatasi batas-batas ruang dan waktu dan mengatasi keterbatasan inderawi.Pertama, kemampuan media pembelajaran dalam mengatasi batas-batas ruang dan waktu, yaitu a) kemampuan mengatasi media menghadirkan objek atau peristiwa yang sulit dihadirkan dalam bentuk aslinya. b) kemampuan media menjadikan objek atau peristiwa yang menyita waktu panjang menjadi singkat. c kemampuan media menghadirkan kembali objek atau peristiwa yang telah terjadi.
Kedua, kemampuan media pembelajaran dalam mengatasi keterbatasan inderawi manusia, yaitu a) membantu peserta didik dalam memahami objek yang sulit diamati karena terlalu kecil. b) membantu peserta didik dalam memahami objek yang yang bergerak terlalu lambat atau terlalu cepat. c) membantu peserta didik dalam memahami objek yang membutuhkan kejelasan suaru. d) membantu peserta didik dalam memahami objek yang terlalu kompleks (Munadi, 2008: 41-43).
4. Fungsi Psikologis
Media pembelajaran dapat meningkatkan perhatian peserta didik terhadap materi ajar. Media pembelajaran yang tepat guna adalah media pembelajaran yang mampu menarik perhatian dan memfokuskan perhatian peserta didik. Ketika kita memperhatikan rangsangan tertentu sambil membuang rangsangan yang lainnya disebut dengan perhatian selektif (Rahkmat dalam Munadi, 2008: 43-44).
5. Fungsi Sosio-Kultural
Fungsi dilihat dari segi fungsi ini, yakni mengatasi hambatan sosio-kultural antarpeserta komunikasi pembelajaran. Masalah di dalam proses pembelajaran dapat diatasi dengan media pembelajaran karena media pembelajaran memiliki kemampuan dalam memberikan rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman, dan menimbulkan pesrsepsi yang sama (Munadi, 2008: 48).
Jenis-Jenis Media Pembelajaran
Secara garis besar media pembelajaran dapat dibedakan ke dalam empat kelompok yaitu, visual, audio, audio-visual, dan multimedia.
Media Visual
Media ini menampilkan materi pembelajaran dalam betuk sesuatu yang dapat dilihat oleh mata manusia. Berdasarkan tekhnologinya alat media visual dibedakn menjadi dua yang pertama media visual non-elektronik . Misalnya papan tulis, white board, flanel board, flip chart, poster, dan model.
Media Audio
Media ini menampilkan materi pembelajaran dlam bentuk sesuatu yang dapat didengar oleh telinga manusia. Berdasarkan tekhnologinya alat media audio dibedakan menjadi dua yaitu yang pertama, media audio non-elektronik misalnya, peralatan musik akustik seperti gitar, gamelan, dan lainnya. Kedua, media audio elektronik seperti Amplifier, radio, tape recorder, dan CD player.
Multimedia
Media ini menampilkan pembelajaran dengan tekhnik yang memadukan semua keunggulan peralatan media audio dan visual dengan berbagai tekhnik penyajian yang memanfaatkan tekhnologi computer dengan LCD projektor sebagai peralatan utamanya. Dengan penggunaan multimedia, guru dapat langsung mengetik hasil diskusi dan penampilkannya dalam waktu bersamaan di layar. Multimedia juga memungkinkan dilakukan animasi, pemotongan sebagian dari gambar obyek untuk diperbesar dan dijadikan bahan pembahasan.
2.3.4 Pemilihan Media yang tepat
Beberapa prinsip perlu diperhatikan agar media dapat dipergunakan secara maksimal, efektif dan efisien. Rahardjo dalam (http://media.com/2010/9jenis-jenismedia)menyebutkan beberapa prinsip dalam pemilihan media yang tepat, yaitu:
1. Adanya kejelasan tentang maksud dan tujuan pemilihan media, untuk siapa, dipakai dimana, keperluan apa dan lain sebagainya.
2. Familiaritas media, pengguna media harus mengenal sifat dan ciri- ciri media yang akan dipilih.
3. Media pembanding, hal ini diperlukan untuk memberikan alternatif pertimbangan dalam rangka mengambil keputusan yang tepat tentang media yang akan dipergunakan,
4. Adanya norma atau patokan yang akan dipakai dan dikenakan pada proses pemilihan.

2.4Hasil Penelitian yang Relevan
Hasilpenelitian yang relevan ditulis berdasarkan hasil riset/penelitian yang telah dilakukan peneliti lain dari berbagai sumber (Sugiyono, 2013:98). Penelitian ini tidak terlepas dari penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti seperti keterampilan menulis dengan media pembelajaran, khususnya menulis cerita pendek dengan menggunakan media audio dan visual. Penelitian ini berupa penelitian tindakan kelas.
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan (action research) yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas (Ekawarna, 2013:5).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian
Tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan media audio-visual, yakni dengan memutarkan film Laskar Pelangi kemudian peserta didik menulis kembali secara kronologis alur film tersebut dalam bentuk cerita pendek. Penelitian tindakan kelas ini untuk Siswa SMPN 11 Kota Bengkulu yang dilaksanankan pada semester ganjil tahun akademik 2013/2014 dan pada saat jam pelajaran Bahasa Indonesia.Oleh karena itu, populasi penelitian ini adalah Siswa Kelas VIII SMPN 11 Kota Bengkulu. Peserta didik berjumlah 35 orang dengan rincian 17 orang laki-laki dan 18 orang perempuan.Sedangkan sampel penelitian ini adalah Siswa Kelas VIII A SMPN 11 Kota Bengkulu.
Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 4 bulan terhitung mulai masuk semester ganjil.
Sedangkan tempat pelaksanaan penelitianini ditetapkan di SMPN 11 Kota Bengkulu sesuai dengan jadwal pelajaran, kesepakatan dengan tim peneliti, dan kepala SMPN 11 Kota Bengkulu.
3.3 Prosedur Penelitian
Proses pelakasanaan tindakan dalam penelitian ini didesain untuk 2 (dua) siklus, di mana tiap-tiap siklus dilaksanakan dalam 3 (tiga). Prosedur penelitian ini mempunyai empat tahapan yaitu:
Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan adalah tahapan yang menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Dalam tahap ini peneliti melakukan hal-hal seperti menyiapkan media pembelajaran, menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) yaitu menulis cerpen berdasrkan film yang diputarkan, mengembangkan skenario pembelajaran dengan menerapkan media audio-visual, membuat lembar observasi tenaga pendidik dan peserta pendidik, dan lembar penilaian.
Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan adalah tahap implementasi atau penerapan isi rancangan di dalam kancah penelitian di tindakan kelas. Dalam tahap ini peneliti melakukan kegiatan yang sesuai dengan RPP yang dibuat seperti di dalam kegiatan pembelajaran, melakukan apersepsi, menjelaskan materi menulis cerpen, memutarkan film laskar pelangi, peserta didik menulis gagasan dan ide yang didapatkan ketika menonton film tersebut dan dilanjutkan dengan membuat kerangka cerpen, dan menulis cerpen sesuai dengan kerangka cerpen yang telah dibuat.
Tahap Observasi dan Evaluasi
Tahap observasi adalah pelaksanaan pengamatan oleh observer. Dalam tahap ini peneliti melakukan observasi (kolaborasi) mengamati tenaga pendidik dan peserta didik disaat pembelajaran dengan instrumen pengamatan pembelajaran tenaga pendidik dan peserta didik. Sedangkan tahap evaluasi dimulai dengan melakukan tes formatif pada setiap akhir pembelajaran dan pemberian tes pada setiap akhir siklus.
Tahap Analisis dan Refleksi
Dalam tahap ini peneliti dan observer melakukan analisis hasil observasi sebagai evaluasi dalam menentukan keberhasilan tindakan. Hasil analisis di atas menjadi dasar dalam penyusunan refleksi yaitu memikirkan upaya apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi akar sebab yang ditemukan. Hasil refleksi ini akan menjadi dasar dalam merencanakan tindakan yang akan diterapkan untuk siklus selanjutnya (Ekawarna, 2013: 107).
Dalam penelitian ini akan dilaksanakan dua siklus yaitu siklus I dan siklus II.
Siklus I
1. Tahap Perencanaan
Dalam tahap ini, hal-hal yang dilakukan oleh peneliti adalah:
Merancang atau membuat lembar pedoman hasil observasi tenaga pendidik dan belajar peserta didik yang digunakan sebagai petunjuk untuk mengamati proses kegiatan pembelajaran dan mengidentifikasi faktor penghambat yang dihadapi oleh peserta didik dalam menulis cerpen.
Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pembelajaran disusun dengan memperhatikan hal-hal seperti menetapkan indikator pembelajaran menulis cerpen/memilih dan menetapkan materi yang akan disajikan, menyediakan media pembelajaran yang akan digunakan seperti TV, DVD player, dan CD film.
Membuat penilaian pembelajaran menulis cerpen dengan menggunakan media audio-visual
Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sudah dibuat. Kegiatan yang dimaksud seperti, a) Tenaga pendidik memberi salam, memeriksa kehadiran, menyiapkan sumber belajar, memotivasi peswerta didik, menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. b) tenaga pendidik menjelaskan materi menulis cerpen dengan penerapan media audio-visual, tenaga pendidik menjelaskan cara kerja atau langkah kerja, memutarkan film laskar pelangi, peserta didik mencatat gagasan atau ide untuk membuat kerangka cerpen, tenaga pendidik menjelaskan cara menulis cerpen berdasarkan kerangka cerpen yang telah dibuat, dalam kegiatan menulis cerpen, tenaga pendidik membimbing peserta didik, dan peserta didik menyunting hasil menulis cerpen sebelum dikumpulkan. c) menyimpulkan hasil pembelajaran dan melakukan refleksi di setiap pertemuan.
Tahap Observasi dan Evaluasi
Kegiatan observasi dilakukan setiap kali pembelajaran berlangsung, dalam pelaksanaan tindakan dengan mengamati kegiatan tenaga pendidik dan aktivitas peserta didik. Jumlah observer dalam penelitian ini ialah 1 orang yaitu Kepala Sekolah SMPN 11 Kota Bengkulu. Selanjutnya melakukan evaluasi dari hasil observasi.
Tahap Analisis dan Refleksi
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tahap observasi tindakan kelas, maka peneliti dan observer selanjutnya melakukan analisis hasil observasi dan menyimpulkan data yang diperoleh serta melihat hubungan dengan rencana yang telah ditetapkan. Analisis dan interpretasi hasil tindakan selanjutnya menjadi dasar untuk melakukan evaluasi dalam menentukan keberhasilan atau pencapaian tujuan tindakan.
Kesimpulan hasil evaluasi menjadi acuan dalam mengambil keputusan tindakan, apakah tindakan telah berhasil ataukah belum selesai sesuai dengan kriteria kemampuan minimal (nilai individu 70) sehingga dilakukan perubahan atau revisi terhadap rencana dan pelaksanaan agar tercapainya target pada siklus berikutnya. Setelah itu hasil analisis di refleksikan.
Siklus II
Untuk menyempurnakan pelaksanaan kegiatan pada siklus I maka, perlu direncakanan siklus selanjutnya dengan mengacu pada hasil observasi dan evaluasi pada siklus I. Adapun langkah kegiatan pada siklus II sama dengan langkah kegiatan pada siklus I, yang terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pada siklus II peneliti harus benar-benar memperhatikan kesalahan ataupun kekurangan pada waktu dilakukannya siklus I. Hal ini bertujuan agar pada kegiatan siklus II peneliti bisa menyempurnakan siklus sebelumnya.
3.3.1Teknik Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini diperoleh dengan instrumen tes sebagai instrumen utama yang terdiri dari tes awal (pre- test), tes akhir (pos-test) dan observasi. Selanjutnya teknik pengumpulan data ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Tes Awal
Sebelum proses pembelajaran dilakukan, peserta didik melakukan tes awal (pre-test). Tes awal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan peserta didik memahami materi menulis cerpen, sebelum diterapkan media audio-visual berupa pemutaran film Laskar Pelangi di kelas.
Tes Akhir
Tes akhir dilaksanakan setelah proses pelaksanaan pembelajaran selesai dengan menggunakan RPP. Tes adalah bentuk tindakan yang digunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar, sikap, kemampuan atau bakat yang dimilki peserta didik. Tes akhir ini digunakan untuk mengetahui peningkatan keterampilan peserta didik dalam menulis cerpen dengan penerapan media audio-visual.
3.3.2 Teknik Analisis Data
Teknik análisis data yang digunakan adalah analisis deskripsi-kuantitatif dan deskripsi-kualitatif. Berikut penjelasan mengenai 2 (dua) teknik tersebut, yaitu:
Teknik Deskripsi-Kuantitatif
Data dianalisis dengan menggunakan teknik persentase dan sebagai tambahan dalam penelitian ini akan juga dilihat hubungan antara keterampilan menulis dengan media audio-visual yang digunakan dengan menggunakan alat analisis statistik sederhana. Rumus yang digunakan adalah korelasi produk moment sebagai berikut:
(Rumus korelasi produk moment)
Teknik Deskripsi-Kualitatif
Pengambilan data dengan teknik deskripsi-kualitatif dilakukan dengan cara sebagai berikut: a) Data hasil pembelajaran diambil dengan latihan menulis cerpen pada peserta didik menggunakan media audio visual dengan cara peserta didik menyimak film “Laskar Pelangi” kemudian peserta didik menulis kembali dengan kalimat sendiri sesuai dengan film yang sudah ditonton; b) Data situasi pembelajaran diambil dengan menggunakan lembar observasi; c) Data perkembangan prestasi belajar siswa diambil dari hasil pembelajaran dan hasil observasi.
Pengolahan data merupakan salah satu langkah yag sangat penting, terutama apabaila diinginkan generalisasinya atau kesimpulan tentang masalah yang diteliti, sehingga nantinya dapat dipertanggungjawabkan.
3.4 Kriteria Keberhasilan
Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dikatakan berhasil apabila indeks prestasi mencapai 75% artinya kemampuan siswa di dalam menulis cerpen mencapai 75% dan telah melampaui batas KKM yakni 70 dan itu artinya penelitian telah selesai.

DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono, 2013, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Kualitatif R & D, Bandung:
Alfabeta.
Ekawarna, 2013, Penelitian Tindakan Kelas,Jakarta Selatan:
GP Press Group.

(http://makalah.com./2008/11/empat-keterampilan-berbahasa-.htm).

PENERAPAN METODE JIGSAW DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MENGARANG EKSPOSISI SISWA KELAS VII SMP NEGERI 12 SELUMA TAHUN AJARAN 2013/2014
OLEH : Rica Pitriana
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Model pemebelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil, seperti yang diungkapkan Lie ( 1993: 73), bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama salaing ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri.
Dalam model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya ( Rusman, 2008.203).
Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa model jigdsaw ini memiliki banyak kelebihan dibanding yang lain dan model ini sanagt baik dterapakn dalam proses pembelajaran bahasa indonesia untuk merangsang wawasan siswa-siswi agar mampu berpikir dan berkreasi secara mendiri.
Dalam meningkatkan prestasi emngarang eksposisi pada siswa penggunaan model jigsaw sanagt tepat digunkana agar siswa siswa dapat bertukar pikiran denagn teman-temna yang lainya dan cara ini juga akan mempercepat pemahaman siswa dalam mengarang eksposisi.
Dalam pembelajatran model jigsaw guru sebagai pasilitator bagi peserta didik yang bertugar membimbing dan mengarakan siswa agar mencapai kompetensi pembelajaran yang diharapkan oleh kurikulum dan yang lebih banyak bekerja disini yaitu siswa.
Berdaarkan uraian diatas penulis tertari menelitih tentang penerapan metode jigsaw dalam pembelajaran mengarang eksposisi.
RUMUSAN MASALAH
Bersarkan uraian latar belakang diatas penulis mengemukakan rumusan masalanya sebagai berikut:
Bagaimana tahapan pelaksanaan penerapan metode jiksawa daalam proses pembelajaraan
Bagimana upaya meningkatkan prestasi mengaraang eksposisi dalam pembelajaran bahasa indonesia
RUANG LINGKUP MASALAH
Supaya penelitian ini tidak meluas, peneliti hanya membatasi objek kajianya pada tahapan-tahapan pelaksanaan penerapan metode jigsaw dalam proses pembelajaran mengarang eksposisi.
Penelitian ini dilakukan di SMP negeri 12 seluma yang beralamat di desa jamabat akaar kecamatan semidang alas maras kabupaten seluma. Alasan penulis tertarik meneliti disi karena pada proses pembelajaranya guru masi menggunakan metode cerama kebanyakan sehingga kemampuan siswa kurang terlihat. Selain itu di SMP 12 seluma ini masi tegolong daerah yang terpencil sehingga masih besar kemungkinan untuk mengubah pola pikir peserta didik menjadi lebih baik.
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan uraian permaslaahan diatas, dalm penelitian ini penulis memiliki tujuan sebagi berikut:
Mendeskripsikan proses penerapan metode jigsaw dalam proses pembelajaran mengarang eksposisi
Mendeskrisiskn hasil pembelajaran siswa denagn mengunakan model pembelajaran jigsaw pada pembelajaran mengarang eksposisi
MANFAAT PENELITIAN
Adapun menfaat dari penelitian ini adalah:
Penelitianini diharapkan bermenfaat dalam rangka menperbaiki kualitas pendidkana di indonesia
Dapat dijadiakn sumebr rujukan bagi penelitian selanjutnya
Penelitian diharapakan berguna bagi guru dalm memperbaikai proses pembelaran yang akan datang

BAB II
LANDASAN TEORI

PENGERTIAN METODE JIGSAW
Dari sisi etimologi Jigsaw berasal dari bahasa ingris yaitu gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah Fuzzle, yaitu sebuah teka teki yang menyususn potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji ( jigsaw), yaitu siswa melakukan sesuatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.
Metode ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari Universitas Texas dan kemudian di adaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Melalui metode jigsaw kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan tiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut.
Para anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu disebut “kelompok pakar” (expert group). Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali kembali ke kelompok semula (home teams) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “home teams”, para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.
Model pemebelajaran kooperatif model jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk kelompok kecil, seperti yang diungkapkan Lie ( 1993: 73), bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai dengan enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama salaing ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri.
Sedangkan menurut Arends (1997) model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada kelompok yang lain.
Teori yeng melandasi pembelajaran kooperatif jigsaw adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktifisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana sisiwa secara individu menemukan dan mentranseformasikan imformasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturanyang dan merivisinya bila perlu (soejadi dalam teti sobri,2006. 15).
Tujuan dari metode jigsaw tersebut adalah untuk mengembangkan kerja tim, keterampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperolah apabila mereka mencoba mempelajari materi sendirian.
Dalam model pembelajaran jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya ( Rusman, 2008.203).
LANGKA –LANGKA METODE JIGSAW
Menurut Rusman (2008 : 205) pembelajaran model jigsaw ini dikenal juga dengan kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Namun, permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, kita sebut sebagai team ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya, hasil pembahasan itu di bawah kekelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya. Kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:[5]
1. Melakukan mambaca untuk menggali imformasi. Siswa memperoleh topic – topik permasalahan untuk di baca sehingga mendapatkan imformasi dari permasalahan tersebut.
2. diskusi kelompok ahli.siswa yang telah mendapatka topik permasalahan yang samabertemu dalam satu kelompokataqu kita sebut dengan kelompok ahli untuk membicaran topic permasalahan tersebut.
3. Laporan kelompok, kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan menjelaskan dari hasil yang didapat dari diskusi tim ahli.
4. Kuis dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang dibicarakan tadi
5. Perhitungan sekor kelompok dan menetukan penghargaan kelompok.
Sedangkan menurut Stepen, Sikes and Snapp (1978 ) yang dikutip Rusman (2008), mengemukakan langkah-langkah kooperatif model jigsaw sebagai berikut:
1. Siswa dikelompokan sebanyak 1 sampai dengan 5 orang sisiwa.
2. Tiap orang dalam team diberi bagian materi berbeda
3. Tiap orang dalam team diberi bagian materi yang ditugaskan
4. Anggota dari team yang berbeda yang telah mempelajari bagian sub bagian yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusiksn sub bab mereka.
5. setelah selesai diskusi sebagai tem ahli tiap anggota kembali kedalam kelompok asli dan bergantian mengajar teman satu tem mereka tentang subbab yang mereka kusai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama,
6. Tiap tem ahli mempresentasikan hasil diskusi
7. guru memberi evaluasi
8. penutup
Kelebihan dan kekurangan metode jigsaw
Kelebihan Metode Jigsaw
Ibrahim dkk (2000) mengemukakan kelebihan dari metode jigsaw sebagai berikut.
1. Dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif
2. Menjalin/mempererat hubungan yang lebih baik antar siswa
3. Dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa
4. Siswa lebih banyak belajar dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari pada guru
Sementara itu Ratumanan (2002) menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam bentuk kooperatif dapat memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
Kelemahan Metode Jigsaw
Beberapa kelemahan jigsaw antara lain : [7]
1. Jika guru tidak meningkatkan agar siswa selalu menggunakan keterampilan – keterampilan kooperatif dalam kelompok masing – masing maka dikhawatirkan lkelompok akan macet.
2. Jika jumlah anggota kelompok kurang akan menimbulkan masalah, missal jika ada anggota yang hanya membonceng dalam memnyelesaikan tugas – tugas dan pasif dalam diskusi.
3. Menimbulkan waktu yang lebih lama apalagi bila ada penataan ruang belum terkondisi dengan baik, sehingga perlu waktu merubah posisi yang juga dapat menimbulkan gaduh.

BAB III
MOTODOLOGI PENELITIAN
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Yang mana dlaam penelitian ini mengkaji tentang penerapan metode jigsaw dalm pelajaran mengarang eksposisi. Dalam hal ini aspek yang diakaji hanya satu yaitu tentang penerapan metode jigsaw pada pemebralarang mengarang eksposisi.
TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SMP negeri 12 seluma yang beralamat di desa Jambat Akar kecamatan Semidang Alas Maras kabupaten Selmua
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
Wawancara
Wawancara merupakan saalh satu bentuk pengumpulan data yang banyak digunakan dalam penelitian deskriftif. Sebelum melaksanakan wawancara para peeneliti menyaipkan instrumen wawancara yang disbut pedomen wawancara ( interview guide) pedomen ini berupa pertanyaan atau oernyataan yang akan dijawab oleh reponden. Isinya bisa mencakup tentnag fakta, data, pengetahuan , konsef, pendapat, persefsi atau evaluasi.
Dalam persipan wawancara selain penyusunanpedoman, yang sanagt penting adalah membina hubungan baik(raport) dengan reponden. Keterbuaakn responden memberikan jawaban atau respon secara objektif sangat ditentukan oelh hubungan baik yang tercipta antara pewawancara dengan responden.
Observasi
Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengandakan pengamatan terhadap kegitan yang berangsung. Pada penelitian ini peneliti mengamati proses pembelajaran denagn menggunakan metode jigsaw.
Pedomen observasi dapat juga disusun berbentuk skala untuk setiap butir yang diamati sudah disiapkan dalam bentuk skala.
Studi domkumentar
Studi dokomentar adalah suatu teknik pengumpulan data denagn menghimpun atau menganalisis dokumen-dokumen baik secara tertulis, gamabr maupun eletronik. Dokumen yang dihimpun sesuai dengan fokus masalah yaitu tentang penerapan metode jigsaw aa pembelajaran mengarang eksposisi.
TEKNIK ANALISIS DATA
Adapun teknik yang dilakukan dlam analisis data pada penelitian ini adalah:
Mengamati secara langsung proses penerapan metode jigsaw pada pemnbelajaran mengarang eksposisi
Melakukan wawancaraa dengan imforman
Memfotokopi hasil penilaian dengan menggunakan metode jigsaw
Menganalisis penilaian tersebut
Mendeskripsikan hasil penilaian yang diperoleh siswa denagn menggunakan metode jigsaw.
Membuat kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono. 2006. Metode penelitian pendidikan, pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R dan D. Bandung: alfabeta
Susetyo. 2010. Penelitian kualitatif dan peneltian tindakan kelas, pengajaran bahasa dan sastra indonesia,
Sukmadinata nana syaodih. 2008. Motode penelitian pendidikan. Bandung: Pt remaja rosdayakarya.

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA SISIWA KELAS VII SMP N 3 PUTRI HIJAU SEMESTER 1 TAHUN PELAJARAN 2014/2014
Oleh : Nurhasanah
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan pembelajaran akan berhasil baik, apabila guru dalam menyajikan materi menggunakan prosedur yang tepat, diantaranya metode yang tepat, alat peraga yang sesuai, bahasa pengantar yang menarik, sehingga motivasi dan minat anak akan bangkit. Untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara, maka dicoba dilaksanakan kegiatan penelitian tindakan kelas sebagai acuan proses pembelajaran selanjutnya. Kegiatan Penelitian tindakan kelas dilakukan dengan bantuan petugas perpustakaan sebagai observer, dan dilakukan sebanyak 2 siklus perbaikan, setiap siklus menggunakan waktu 2×35 menit.
Dalam penelitian tindakan kelas yang penulis lakukan mengambil tema penggunaan metode NHT untuk meningkatkan kemampuan membaca bagi para siswa Kelas VII di SMP Negeri 3 Putri Hijau. Penggunaan Metode Pembelajaran NHT yang menggunakan media pembelajaran berupa pemberian nomor pada setip sisiwa sangat bermanfaat untuk merangsang minat siswa dalam berbicara. Berdasarkan pemikiran di atas maka penggunaan metode NHT sangat penting dipertimbangkan oleh guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian :
Apakah melalui penggunaan metode pembelajaran NHT dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa Kelas VII Negeri 3Putri Hijau Semester I tahun pelajaran 2013/2014

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berbicara dengan menggunakan metode pembelajaran NHT pada siswa kelas VII Negeri 3 Putri Hijau semester I tahun pelajaran 2013/2014.
Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini banyak manfaat yang diperoleh, diantaranya:
Bagi siswa dapat meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar sesuai tujuan yang diharapkan.
Bagi guru sebagai alat pantau keberhasilan siswa dan dapat mengembangkan kemampuan secara lebih profesional dalam bidangnya.
Bagi lembaga sekolah dengan meningkatnya prestasi dalam pembelajaran dapat meningkatkan keprofesionalan guru dengan demikian mutu pendidikan akan meningkat yang akhirnya prestasi sekolah meningkat juga.
Dfinisi Oprasional
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang bersifat dinamis, berkembang, dan dapat diraih setiap waktu. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus-menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap-sikap dasar dalam melakukan sesuatu.
Berbicara adalah Kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekpresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Numbered Heads Together merupakan tipe dari model pengajaran kooperatif pendekatan struktural, adalah suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spancer Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut, (Ibrahim dkk, 2000:28).

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Berbicara
Berbicara adalah Kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekpresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Oleh karena itu, agar dapat menyampaikan pesan secara efektif, pembicara harus memahami apa yang akan disampaikan atau dikomunikasikan. Tarigan juga mengemukakan bahwa berbicara mempunyai tiga maksud umum yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan (to inform), menjamu dan menghibur (to entertain), serta untuk membujuk, mengajak, mendesak dan meyakinkan (to persuade).
Numbered Heads Together (NHT)
Numbered Heads Together merupakan tipe dari model pengajaran kooperatif pendekatan struktural, adalah suatu pendekatan yang dikembangkan oleh Spancer Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut, (Ibrahim dkk, 2000:28).
Keterampilan dalam metode NHT antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu :
a) Pembentukan kelompok;
b) Diskusi masalah;
c) Tukar jawaban antar kelompok

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi penelitian di SMPN 3 Putri Hijau dan sebagai tempat mengaplikasikan metode pembelajaran yang digunakan adalah ruang kelas. Subyek dalam peniltian ini adalah siswa kelas VII SMPN 3 Putri Hijau, jumlah siswa 28 orang. Pertimbangan penulis mengambil subjek penelitian tersebut karena siswa kelas VII masih banyak yang belum mampu berbicara dengan baik. Dengan beberapa pertimbangan dan alasan penulis menentukan menggunakan waktu penelitian selama tiga minggu. Waktu dari perencanaan sampai penulisan laporan hasil penelitian tersebut pada semester I Tahun pelajaran 2013/2014.
Setting Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Dari tiap siklus terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi(pengamatan), dan refleksi. Siklus II dilaksanakan ketika siklus I tidak mengalami peningkatan sekaligus berfungsi menganalisis dan memperbaiki kekurangan yang terdapat di siklus II.
Rancangan Tindakan Penelitian
Perencanaan
Pada tahap perencanaan peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran, seperti membuat RPP, menyiapkan sumber belajar dan menyiapkan alat evaluasi.
Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan, dimulai dengan guru membuka Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM) bahasa Indonesia dengan mengucapkan salam dan mengkondisikan siswa agar siswa siap mengikuti pelajaran. Peneliti menempatkan diri sebagai partisipan pasif dengan berada di kursi bagian paling belakang sehingga peneliti dapat mengamati jalannya kegiatan belajar-mengajar tanpa menganggu jalannya pelajaran yang sedang berlangsung.
Observasi dan Interpretasi
Pada tahap observasi, kegiatan ini dilakukan oleh peneliti. Peneliti mengamati dan menginterpretasi kegiatan yang dilakukan siswa dari mereka berada di dalam kelas, berdiskusi dan menyampaikan pendapat dari setiap siswa.
Analisis dan refleksi
Dari data yang didapat pada tindakan pelaksanaan peneliti mencatat segala hal yang terjadi, seperti hal-hal yang belum tercapai pada pelaksanaan, dan juga kiat-kiat apa saja yang akan dilakukan selanjutnya.
Siklus tindakan
Siklus I
Tahap perencanaan tindakan
Menyiapkan rencana perbaikan pembelajaran
Menyiapkan sumber belajar
Menyiapkan evaluasi
Guru memberikan apersepsi
Guru kemudian menyampaikan materi
Guru memberi penjelasan tentang prosedur pembelajaran yang akan dilaksanakan
Siswa akan dibagi dalam kelompok dan di beri penomoran
Siswa kelas VII melakukan diskusi
Guru memanggil nomor dalam kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi.
Guru melakukan evaluasi
Guru memberi tindak lanjut
Siklus II
Menyiapkan rencana perbaikan pembelajaran
Menyiapkan sumber belajar
Menyiapkan evaluasi
Guru memberikan apersepsi
Guru kemudian menyampaikan materi yang akan di pelajari
Siswa kelas VII melakukan pengamatan
Guru memanggil nomor dalam kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi.
Guru melakukan evaluasi
Indikator Pencapaian
Untuk mengetahui indikator pencapaian siswa dalam berbicara di kelas VII SMPN 3 putri hijau ini tercapai adalah dengan nilai rata-rata 7,5.
Instrumen yang digunakan
Instrumen penelitian disusun sebagai alat pengumpul data penelitian. Pengumpulan data pada penelitian tindakan kelas ini, menggunakan instrument yang terdiri dari: lembaran observasi Lembaran Observasi
Lembaran observasi adalah rekaman yang terjadi pada saat kegiatan pembelajaran. Melalui lembaran observasi, dapat tergambar tampilan siswa dan guru secara langsung dalam keadaan yang sebenarnya, tidak direkayasa.
Tekhnik Pengumpulan Data
Pengambilan data perlu dilakukan dalam sebuah penelitian untuk menguji kebenaran hipotesia yang menjawab sementara rumusan masalah. Dalam PTK yang dilaksanakan, teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan:
Observasi
Observasi dilakukan pada setiap tindakan mulai dari siklus ke-1 sampai siklus ke-2. Sutrisno Hadi (1986) berpendapat bahwa “observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun atas pengamatan dan ingatan dan merupakan kegiatan pengamatan secara langsung.
Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan pada setiap akhir siklus. Kegiatan ini bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa secara individual tentang materi pelajaran yang telah diberikan. Bentuk evaluasi yang digunakan adalah uraian terbatas, pelaksanaan evaluasi perlu dilaksanakan untuk memperoleh data tentang keberhasilan penelitian.
Tekhnik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan membandingkan antara hasil diskusi dengan antusias siswa dalam berbicara. Setiap rancangan tulisan diamati.

DAFTAR PUSTAKA
Haryadi dan Zamzani. 1999/2000. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Susetyo. 2010. Penelitian Kuantitatif dan Penelitian Tindakan Kelas.
http:id.shvoong.com/karangan-deskriptif.html
Margono,S. 2005. Metodologi Penelitian pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik Konsep, Landasan Teoritik Praktis dan Implementasinya. Jakarta : Prestasi Pustaka.

UPAYA PENINGKATAN KOMPETENSI MENULIS KARANGAN DESKRIPTIF
DENGAN METODE FIELD TRIP SISWA KELAS VII SMPN 22 KOTA BENGKULU TAHUN AJARAN 2013/2014
Oleh : Selvi Yuliana

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Bahasa adalah sistem bunyi bermakna yang dipergunakan untuk komunikasi oleh kelompok manusia (Kridalaksana, 1985: 12). Pada hakikatnya fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia diarahkan agar siswa terampil berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan. Pembelajaran bahasa selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir, mengungkapkan gagasan, perasaan, pendapat, persetujuan, keinginan, penyampaian informasi tentang suatu peristiwa dan kemampuan memperluas wawasan.
Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan, tidak hanya penting dalam kehidupan pendidikan, tetapi juga sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Keterampilan menulis itu sangat penting karena merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh siswa. Dengan menulis siswa dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gagasan atau pendapat, pemikiran, dan perasaan yang dimiliki. Selain itu, dapat mengembangkan daya pikir dan kreativitas siswa dalam menulis. Pada jenjang SMP kelas VII kegiatan tersebut diwujudkan dengan Kompetensi Dasar (KD) Menyusun tanggapan deskriptif sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan.
Selama ini banyak pembelajaran menulis deskripsi dilakukan secara konvensional. Dalam arti siswa diberi sebuah teori menulis deskripsi kemudian siswa melihat contoh dan akhirnya siswa ditugasi untuk membuat paragraf atau wacana deskripsi baik secara langsung atau dengan jalan melanjutkan tulisan yang ada. Kesimpulan tersebut diperkuat dengan adanya fakta bahwa media atau sumber belajar yang variatif belum dimunculkan oleh guru. Sumber belajar di luar guru yang dapat dimanfaatkan oleh siswa yaitu buku teks dan LKS bahasa Indonesia. Oleh karena itu, suasana belajar mengajar mengenai keterampilan menulis kemungkinan membuat siswa merasa jenuh mengikuti proses pembelajaran tersebut.selain itu, siswa belum mampu mengidentifikasikan sebuah peristiwa atau pun gambaran yang ada dalam pikiran masing-masing untuk dirangkai ke dalam bentuk tulisan atau dalam kata lain siswa kurang dapat menggali ide dan gagasan. Padahal guru sudah menentukan tema tulisan secara lisan.
Penerapan metode field trip sebagai peningkatan keterampilan menulis karangan deskripsi dilakukan karena melihat kondisi siswa di SMPN 22 kota Bengkulu ini masih rendah. Siswa dalam menerima materi menulis belum memperoleh pemahaman yang lebih. Dengan metode field trip yang diterapkan dalam pembelajaran menulis deskripsi bertujuan agar siswa lebih mudah dalam menggali ide dan gagasan yang akan dituangkan ke dalam bentuk karangan deskripsi. Metode ini juga digunakan sebagai salah satu sarana dalam memilih judul penelitian PTK “Upaya Peningkatan Kompetensi Menulis Deskriptif Dengan Metode Pembelajaran Field Trip Siswa Kelas VII SMPN 22 Kota Bengkulu Tahun Ajaran 2013/2014”.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pokok dalam penelitian ini adalah :
Bagaimanakah proses peningkatan keterampilan menulis deskriptif dengan menggunakan metode field trip siswa kelas VII SMPN 22 kota Bengkulu?
Bagaimanakah hasil peningkatan keterampilan menulis deskriptif dengan menggunakan metode field trip siswa kelas VII SMPN 22 kota Bengkulu?

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauhkah peningkatan keterampilan menulis deskriptif siswa kelas VII SMPN 22 kota Bengkulu dengan menggunakan metode firld trip.
Tujuan Khusus
Dari penelitian mengenai “Upaya Peningkatan Kompetensi Menulis Deskriptif Dengan Metode Pembelajaran Field Trip Siswa Kelas VII SMPN 22 Kota Bengkulu Tahun Ajaran 2013/2014” dapat diketahui tujuan khususnya sebagai berikut:
Untuk mengetahui peningkatan proses keterampilan menulis deskriptif.
Untuk mengetahui peningkatan hasil keterampilan menulis deskriptif.
MANFAAT HASIL PENELITIAN
Manfaat Teoritis
Dengan adanya penelitian mengenai Upaya Peningkatan Kompetensi Menulis Deskriptif Dengan Metode Pembelajaran Field Trip Siswa Kelas VII SMPN 22 Kota Bengkulu Tahun Ajaran 2013/2014 ini, dapat memotivasi serta dapat memberikan sebuah ilmu kepada para siswa-siswa dalam menulis deskriptif.
Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat membantu dan memberikan ilmu pengetahuan tentang menulis deskriptif terutama pada siswa kelas VII agar mereka dapat menulis deskriptif dengan baik.

DEFINISI OPERASIONAL
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang bersifat dinamis, berkembang, dan dapat diraih setiap waktu. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus-menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap-sikap dasar dalam melakukan sesuatu.
Menulis merupakan suatu proses kreatifitas menuangkan gagasan ataupun ide yang ada didalam pikiran kedalam bentuk tulisan dengan tujuan tertentu.
Deskriptif adalah tulisan yang tujuannya memberikan perincian atau detail tentang objek sehingga dapat memberi pengaruh pada sentivitas dan imajinasi pembaca atau pendengar bagaikan mereka ikut melihat, mendengar, merasakan, atau mengalami langsung objek tersebut (Semi, 2003:41).
Kata field trip dapat diartikan sebagai kunjungan atau karyawisata. Roesiyah (2001: 85) menjelaskan bahwa metode field trip sebagai metode mengajar yang dilakukan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau objek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu seperti meninjau pabrik sepatu, suatu bengkel, toko serba ada, dan sebagainya.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Menulis
Dalam proses pengajaran, menulis merupakan suatu proses yang merupakan keterampilan berbahasa yang meminta perhatian paling akhir di sekolah. Keterampilan menulis bukanlah kemampuan yang sederhana, melainkan menuntut sejumlah kemampuan. Betapapun sederhananya sebuah tulisan, tetapi tetap harus memenuhi persyaratan seperti yang dituntut dalam menulis tulisan rumit. Jadi menulis adalah meletakkan atau mengatur sismbol-simbol grafis yang menyatakan pemahaman suatu bahasa sedemikian rupa sehingga orang lain dapat membaca symbol grafis itu sebagai penyajian satu-satuan eksprtesif bahasa (Lado,1964). Menulis juga merupakan suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan pada suatu media dengan menggunakan tulisan.
Menulis biasa dilakuakan pada kertas dengan menggunakan alat-alat seperti pena atau pensil. Kegiatan menulis berkembang pesat sejak diciptakannya teknik percetakan, yang menyebabkan orang makin giat menulis karena karya mereka mudah diterbitkan.
Menulis Deskriptif
Menulis deskriptif merupakan suatu kegiatan menulis yang tujuannya memberikan perincian atau detail tentang objek sehingga dapat memberi pengaruh pada sentivitas dan imajinasi pembaca atau pendengar bagaikan mereka ikut melihat, mendengar, merasakan, atau mengalami langsung objek tersebut (Semi, 2003:41).
Metode Field Trip
Kata field trip dapat diartikan sebagai kunjungan atau karyawisata. Roesiyah (2001: 85) menjelaskan bahwa metode field trip sebagai metode mengajar yang dilakukan dengan mengajak siswa ke suatu tempat atau objek tertentu di luar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki sesuatu seperti meninjau pabrik sepatu, suatu bengkel, toko serba ada, dan sebagainya.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi penelitian di SMPN 22 kota Bengkulu dan sebagai tempat mengaplikasikan metode pembelajaran yang digunakan adalah pekarangan tanaman obat di sekitar sekolah. Subyek dalam peniltian ini adalah siswa kelas VII SMPN 22 kota Bengkulu, jumlah siswa 28 orang. Pertimbangan penulis mengambil subjek penelitian tersebut karena siswa kelas VII masih banyak yang belum mampu menulis karangan deskriptif dengan baik. Dengan beberapa pertimbangan dan alasan penulis menentukan menggunakan waktu penelitian selama tiga minggu. Waktu dari perencanaan sampai penulisan laporan hasil penelitian tersebut pada semester II Tahun pelajaran 2013/2014.
Setting Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Dari tiap siklus terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi(pengamatan), dan refleksi. Siklus II dilaksanakan ketika siklus I tidak mengalami peningkatan sekaligus berfungsi menganalisis dan memperbaiki kekurangan yang terdapat di siklus II.
Rancangan Tindakan Penelitian
Perencanaan
Pada tahap perencanaan peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran, seperti membuat RPP, menyiapkan sumber belajar dan menyiapkan alat evaluasi.
Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan, dimulai dengan guru membuka Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM) bahasa Indonesia dengan mengucapkan salam dan mengkondisikan siswa agar siswa siap mengikuti pelajaran. Peneliti menempatkan diri sebagai partisipan pasif dengan berada di kursi bagian paling belakang sehingga peneliti dapat mengamati jalannya kegiatan belajar-mengajar tanpa menganggu jalannya pelajaran yang sedang berlangsung.
Observasi dan Interpretasi
Pada tahap observasi, kegiatan ini dilakukan oleh peneliti. Peneliti mengamati dan menginterpretasi kegiatan yang dilakukan siswa dari mereka berada di dalam kelas, mengamati tanaman obat hingga kembali lagi ke kelas untuk menuliskan kegiatan yang dilakukan.
Analisis dan refleksi
Dari data yang didapat pada tindakan pelaksanaan peneliti mencatat segala hal yang terjadi, seperti hal-hal yang belum tercapai pada pelaksanaan, dan juga kiat-kiat apa saja yang akan dilakukan selanjutnya.
Siklus tindakan
Siklus I
Tahap perencanaan tindakan
Menyiapkan rencana perbaikan pembelajaran
Menyiapkan sumber belajar
Menyiapkan evaluasi
Guru memberikan apersepsi
Guru kemudian menyampaikan materi tentang penulisan karangan deskripsi
Guru memberi penjelasan tentang prosedur pembelajaran menulis karangan deskripsi yang akan dilaksanakan
Siswa akan diajak untuk berkunjung ke pekarangan sekitar sekolah, yaitu taman tanaman obat
Siswa kelas VII melakukan pengamatan
Guru juga menjelaskan perihal tugas yang harus dikerjakan siswa ketika mengamati jenis-jenis tanaman obat yang ada serta suasana di sekitarnya.
Siswa diminta mencatat hal-hal yang mereka amati (segala sesuatu yang dapat mereka lihat, mereka dengar, dan mereka rasakan) selama mengamati taman tanaman obat.
Guru mengajak siswanya untuk kembali ke kelas.
Setelah itu guru menugaskan siswanya untuk menuliskan hal-hal yang mereka amati di taman tanaman obat tadi.
Guru melakukan evaluasi
Guru member tindak lanjut
Siklus II
Menyiapkan rencana perbaikan pembelajaran
Menyiapkan sumber belajar
Menyiapkan evaluasi
Guru memberikan apersepsi
Guru kemudian menyampaikan materi tentang penulisan karangan deskripsi
Guru memberi penjelasan tentang prosedur pembelajaran menulis karangan deskripsi yang akan dilaksanakan
Siswa akan diajak untuk berkunjung ke pekarangan sekitar sekolah, yaitu taman tanaman obat
Siswa kelas VII melakukan pengamatan
Guru juga menjelaskan perihal tugas yang harus dikerjakan siswa ketika mengamati jenis-jenis tanaman obat yang ada serta suasana di sekitarnya.
Siswa diminta mencatat hal-hal yang mereka amati (segala sesuatu yang dapat mereka lihat, mereka dengar, dan mereka rasakan) selama mengamati taman tanaman obat.
Guru mengajak siswanya untuk kembali ke kelas.
Setelah itu guru menugaskan siswanya untuk menuliskan hal-hal yang mereka amati di taman tanaman obat tadi.
Guru melakukan evaluasi
Indikator Pencapaian
Untuk mengetahui indikator pencapaian siswa dalam menulis karangan deskriptif di kelas VII SMPN 22 Bengkulu ini tercapai adalah dengan nilai rata-rata 8,0.
Instrumen yang digunakan
Instrumen penelitian disusun sebagai alat pengumpul data penelitian. Pengumpulan data pada penelitian tindakan kelas ini, menggunakan instrument yang terdiri dari: lembaran observasi dan lembar kerja siswa.
Lembaran Observasi
Lembaran observasi adalah rekaman yang terjadi pada saat kegiatan pembelajaran. Melalui lembaran observasi, dapat tergambar tampilan siswa dan guru secara langsung dalam keadaan yang sebenarnya, tidak direkayasa.
Lembar Kerja Siswa
Lembaran kerja siswa adalah lembaran hasil kerja siswa tentang penulisan karangan deskriptif.
Tekhnik Pengumpulan Data
Pengambilan data perlu dilakukan dalam sebuah penelitian untuk menguji kebenaran hipotesia yang menjawab sementara rumusan masalah. Dalam PTK yang dilaksanakan, teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan:
Observasi
Observasi dilakukan pada setiap tindakan mulai dari siklus ke-1 sampai siklus ke-2. Sutrisno Hadi (1986) berpendapat bahwa “observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun atas pengamatan dan ingatan dan merupakan kegiatan pengamatan secara langsung.
Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan pada setiap akhir siklus. Kegiatan ini bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa secara individual tentang materi pelajaran yang telah diberikan. Bentuk evaluasi yang digunakan adalah uraian terbatas, pelaksanaan evaluasi perlu dilaksanakan untuk memperoleh data tentang keberhasilan penelitian.
Tekhnik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan membandingkan antara hasil kreativitas menulis dengan tulisan yang dirancang atau pola perlakuan yang diberikan. Setiap rancangan tulisan diamati.

DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys.1981. Eksposisi dan Deskripsi. Jakarta: Nusa Indah.
Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Susetyo. 2010. Penelitian Kuantitatif dan Penelitian Tindakan Kelas.
http:id.shvoong.com/karangan-deskriptif.html
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF DESKRIPSI DENGAN TEKNIK KALIMAT MENGALIR PADA SISWA KELAS VIIB SMPN 08 BENGKULU SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2013-2014
Oleh: Vivi Tri Lestari
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan dalam proses pembelajaran merupakan hal yang didambakan dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah. Dalam era globalisasi saat ini, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi harus harus didukung oleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas tinggi. Sebagai salah satu ilmu dasar, Bahasa Indonesia telah berkembang pesat baik materi maupun kegunaannya. Namun sayang, sampai saat ini Bahasa Indonesia dipandang sebagai mata pelajaran yang tidak penting, membosankan, dan tidak menyenangkan.
Komponen utama dalam proses pembelajaran adalah guru dan siswa. Bila ditinjau dari komponen guru, agar proses pembelajaran berhasil, guru harus dapat membimbing siswa sedemikian rupa sehingga para siswa dapat mengembangkan pengetahuan mereka sesuai mata pelajaran yang dipelajarinya. Untuk mencapai hal tersebut, guru dituntut mengetahui secara tepat dimana posisi pengetahuan siswa pada awal mengikuti proses pembelajaran.
Ditinjau dari komponen siswa, keberhasilan belajar sangat ditentukan oleh konsep-konsep yang relevan, yaitu konsep-konsep yang harus diketahui siswa sebelum mempelajari materi tertentu. Misalnya, sebelum belajar menulis paragraf deskripsi, siswa harus mampu menulis kalimat dan membaca. Konsep-konsep baru akan sulit dipahami bila konsep-konsep yang relevan belum bisa dimiliki siswa. Kegagalan siswa di kelas sering disebabkan karena ketidakdisiplinan mengenai konsep yang relevan tersebut.
Sampai saat ini masih banyak argument dari para siswa bahwa pelajaran Bahasa Indonesia itu tidak menarik dan membosankan. Hal ini adalah persepsi yang negatife terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia. Persepsi ini ada pada setiap jenjang pendidikan. Banyak hal yang dapat dikaji untuk mengungkap hal tersebut, mungkin bersumber dari strategi dan metode pembelajaran yang kurang tepat.
Persepsi negatif tentang mata pelajaran Bahasa Indonesia tersebut dapat menimbulkan minat dan motivasi siswa dalam mempelajari materi yang tersaji pada mata pelajaran Bahasa Indonesia menjadi berkurang. Siswa menjadi tidak tertarik dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia yang dianggap sepele, membosankan, dan tidak menarik. Rendahnya minat dan motivasi siswa dalam mempelajari mata pelajaran Bahasa Indonesia dapat mengakibatkan rendahnya kemampuan siswa dalam menulis paragraf deskripsi.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam peneltian ini adalah:
Apa hakikat menulis?
Apa pengertian dan hakikat paragraf?
Apa langkah-langkah menulis kalimat mengalir?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
Mengetahui hakikat menulis
Mengetahui hakikat dan pengertian paragraf
Mengetahui langkah-langkah menulis kalimat mengalir.

BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hakikat Menulis
Pengertian Menulis
Menulis dimaksudkan sebagai kemampuan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, pengetahuan, ilmu dan pengalaman-pengalaman hidupnya dalam bahasa tulis yang jelas, runtut, ekspresif, enak dibaca dan bisa dipahami oleh orang lain. (Marwoto:1985:12). Sedangkan Bobby DePorter dan Mike Hernacki (2003:1) mengungkapkan bahwa menulis merupakan aktifitas otak kanan (emosional) dan aktifitas otak kiri (logika). Keduanya memiliki peran dalam ketrampilan menulis.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan kemampuan seseorang untuk menuangkan idea tau gagasan dan dalam proses tersebut melibatkan otak kanan dan otak kiri yang saling berhubungan.
Menulis identik dengan kegiatan mengarang dan bentuk karangan yang paling sederhana adalah paragraf. Pembelajar dapat menulis paragraf dengan baik apabila dapat memadukan unsur isi, bahasa, dan organisasi secara harmonis. Sebaliknya, pembelajar gagal menulis paragraf apabila hasil tulisannya tidak memenuhi kaidah penulisan paragraf yang benar sehingga hasil tulisannya sukar
dipahami.

Syarat Menulis
Syarat-syarat menulis menurut Marwoto (1985:16) adalah sebagai berikut:
Kita harus kaya akan ide, ilmu pengetahuan, pengalaman hidup.
kita harus memiliki intuisi yang tajam dan jiwa yang arif.
Kita harus memiliki kekayaan berbahasa, betapapun faktor bahasa tetap merupakan faktor dominan dan modal prima dalam dunia tulis-menulis.

Hakikat Paragraf
Pengertian Paragraf
Menurut Akhadiah dkk (1991:144) paragraf merupakan inti penuangan pikiran dalam sebuah karangan. Dalam paragraf terkandung satu unit pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut, mulai dari kalimat-kalimat penjelas sampai pada kalimat penutup. Himpunan kalimat ini saling bertalian dalam suatu rangkaian untuk membentuk sebuah gagasan.
Definisi lain menurut Keraf (1997:51), menyebut paragraf dengan istilah alinea. Alinea adalah kesatuan pikiran yang lebih tinggi atau lebih luas dari kalimat. Ia merupakan himpunan dari kalimat-kalimat yang bertalian dalam satu rangkaianuntuk membentuk sebuah ide.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa paragraph adalah sebuah karangan pendek yang terdiri dari kalimat penjelas sampai dengan kalimat penutup. Ia merupakan suatu kalimat yang saling bertalian dan membentuk sebuah ide.

Jenis Paragraf
Berdasarkan tujuan dan sifatnya, paragraf dibedakan menjadi 5 macam, yaitu:
Deskripsi, artinya menguraikan, memerikan, atau melukiskan. Paragraph deskripsi adalah paragraph yang bertujuan memberikan kesan/impresi kepada pembaca terhadap objek, gagasan, tempat, peristiwa, dan semacamnya yang ingin disampaikan oleh penulis.
Narasi (Narration) secara harafiah bermakna kisah atau cerita. Paragraf narasi bertujuan mengisahkan atau menceritakan. Paragraf kadang-kadang mirip dengan paragraf deskripsi. Bedanya, narasi mementingkan urutan dan biasanya ada tokoh yang diceritakan.
Eksposisi, bertujuan memaparkan menjelaskan, menyampaikan informasi, mengajarkan, dan menerangkan sesuatu tanpa disertai ajakan/desakan agar pembaca mau mengikutinya.
Argumentasi, diturunkan dari verba to argue (Ing) yang artinya membuktikan atau menyampaikan alasan. Paragraf argumentasi bertujuan menyampaikan suatu pendapat, konsepsi, atau opini tertulis pada pembaca. Untuk meyakinkan baha yang disampaikan penulis itu benar, penulis menyertakan bukti, contoh dan berbagai alasan yang sulit dibantah.
Persuasi, dirurunkan dari verba to persuade yang artinya membujuk atau menyarankan. Paragraf persuasi persuasi mula-mula memaparkan gagasan dengan alasan, bukti, contoh, untuk meyakinkan pembaca. Kemudian diikuti dengan ajakan, rayuan, imbauan, atau saran kepada pembaca.
Paragraf Deskripsi
Paragraf deskripsi berasal dari verba to describe yang artinya menguraikan, memerikan, atau melukiskan. Paragraf deskripsi adalah paragraf yang bertujuan untuk memberikan kesan/impresi kepada para pembaca terhadap objek, gagasan, tempat, peristiwa, dan semacamnya yang sedang ingin disampaikan oleh penulis. (Wiyanto, 2006:64).
Hal senada diungkapkan oleh Marwoto (1985:167) yang menyatakan bahwa deskripsi adalah wacana yang yang terutama digunakan untuk membangkitkan impresi atau kesan tentang seseorang, tempat, suatu pemandangan, dan yang semacam itu.
Berdasarkan kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa paragraf deskripsi adalah paragraf yang bertujuan untuk membangkitkan impresi terhadap suatu objek kepada para pembaca yang ingin disampaikan oleh penulis.

Langkah Pelaksanaan Teknik Pembelajaran Menulis Kalimat Mengalir
Pembelajaran kalimat mengalir ini menurut Suyatno, (2004:55-56) dinyatakan sebagai berikut :
Guru membuat kalimat pemancing pada lembar kosong sebagai kalimat pertama yang akan ditambahi oleh siswa.
Guru memberikan pengantar tentang cara melaksanakan kalimat mengalir.
Meluruskan tempat duduk siswa berderet ke belakang dalam formasi enam siswa sebagai tanda bahwa siswa satu deret ke belakang tersebut merupakan kelompok yang sama.
Guru mengecek kesiapan siswa dalam melaksanakan kalimat mengalir.
Siswa paling depan diberi lembar kertas yang berisi satu kalimat untuk diteruskan (dalam keadaan terbalik agar tidak diketahui siswa).
Setelah semua kelompok mendapatkan kertas kalimat mengalir, siswa yang duduk di urutan pertama mulai menambahkan satu kalimat.
Siswa belakangnya menambahi satu kalimat, begitu seterusnya kertas mengalir sampai siswa paling belakang sehingga terbentuk sebuah paragraf.
Hasil paragraf dikumpulkan untuk direviuw guru tentang kebaikan dan kelemahan paragraf yang telah dibuat siswa.
Guru menentukan paragraf yang baik dan buruk berdasarkan komentar siswa kelompok lain.
Kertas mengalir ditempel di dinding kelas. Digunakannya teknik kalimat mengalir ini karena merupakan solusi masalah dan dapat meningkatkan pembelajaran menulis paragraf deskripsi.

Hasil penelitian ini berupa data nilai proses belajar mengajar menulis paragraf deskriptif yang terdiri dari nilai aktivitas siswa belajar dan nilai aktivitas guru mengajar dengan menggunakan skala nilai afektif. Pada pelaksanaan PBM memperoleh data sebagai berikut :
siklus I memperoleh nilai kategori cukup, dan
pada siklus II perolehan nilai tersebut telah meningkat menjadi kategori baik karena siswa aktif dan antusias mengikuti pembelajaran dengan teknik kalimat mengalir.
Puncak kegembiraan siswa terlukiskan pada akhir pelajaran ketika mereka mengetahui telah memenangkan permainan menulis paragraf deskripsi dengan teknik kalimat mengalir. Hasil dari suasana proses pembelajaran ini sesuai dengan pernyataan Suyatno (2004) yang mengemukakan bahwa pencapaian dari teknik kalimat mengalir adalah cara pembelajaran yang menarik, menyenangkan, dan menantang sehingga tujuan dapat tercapai. Kedua, hasil penelitian berupa data nilai kemampuan siswa dalam menulisparagraf deskripsi.
Hasil tindakan siklus I rata-rata nilai kemampuan siswa mencapai 72,80 dengan ketuntasan belajar klasikal 56 %. Pada siklus II nilai rata-rata siswa meningkat lagi mencapai 84,50 diiringi ketuntasan klasikal meningkat menjadi 92 %. Hasil ini didukung pula oleh hasil angket pernyataan positif siswa yang meningkat dari siklus I 80 % menjadi 98 % siklus II.
Dengan demikian tujuan penelitian sudah tercapai yaitu meningkatkan kemampuan menulis deskripsi dengan target rata-rata minimal 75 dan ketuntasan belajar klasikal paling sedikit 85 %. Hasil di atas sesuai dengan pernyataan Mukhtar dan Rusmini (2005) yangmengemukakan bahwa prinsip belajar tuntas (mastery learning) dapat tercapai jika sekurang-kurangnya 85 % siswa tuntas belajar dalam kelompoknya sedangkan ketuntasan belajar secara perorangan dapat tercapai jika 75 % dari setiap materi bahasan telah dikuasai dengan baik yang dapat diketahui dari hasil tes atau penilaian formatif.
Pertama, proses pembelajaran kemampuan menulis paragraf deskripsi pada setiap siklus telah menunjukkan perkembangan yang positif. Pada siklus I beberapa hambatan guru dalam mengajar berupa kurangnya variasi mengajar dan kurangnya perimbangan waktu belajar siswa dapat diatasi dengan tindakan penelitian siklus II. Guru sudah lebih provokatif dengan mengubah bentuk pembelajaran menjadi permainan dengan memberikan pembatasan waktu dengan perimbangan yang tepat. Pencapaian peningkatan proses guru dalam mengajar tersebut jauh berbeda hasilnya dengan sebelum diberikan tindakan. Demikian halnya dengan hambatan siswa pada siklus I berupa bingung, cemas, menjadi pendiam, dan sebaliknya menjadi ramai tidak memperhatikan pelajaran sudah tidak tampak lagi setelah diberikan tindakan penelitian siklus II.
Kedua, hasil peningkatan kemampuan menulis paragraf deskripsi telah menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Pada pembelajaran sebelum tindakan diketahui bahwa perolehan nilai rata-rata kemampuan menulis deskripsi adalah 58,90. Hanya 3 siswa atau 12 % yang mencapai nilai minimal 75 sedangkan 88 % atau 22 siswa memperoleh nilai di bawah 75. Setelah diberikan tindakan penelitian dengan teknik kalimat mengalir pada siklus I diperoleh peningkatan nilai rata-rata siswa 13,90 sehingga menjadi 72,80. Jumlah siswa tuntas belajar mengalami peningkatan 44 % sehingga menjadi 14 siswa (56 % ) dan 11 siswa belum tuntas belajar (44 %).
Peneliti memberikan tindakan penelitian pada siklus II dengan melakukan perubahan formasi tempat duduk siswa menjadi formasi silang. Pelaksanaan formasi ini dilakukan dengan menempatkan siswa tuntas belajar selanjutnya diiringi dengan siswa belum tuntas belajar. Demikian seterusnya dalam satu kelompok. Hasil dari pelaksanaan tindakan siklus II ini adalah meningkatnya kemampuan menulis paragraf deskripsi dengan perolehan nilai rata-rata siswa mengalami peningkatan 11,70 sehingga menjadi 84,50.
Jumlah siswa tuntas belajar 23 siswa atau 92 % sehingga terdapat peningkatan 36 % dan siswa yang belum tuntas belajar tinggal 8 % atau 2 anak. Guru memberi tugas mandirikepada kedua anak tersebut hingga tuntas belajar. Dari hasil data nilai di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil perolehan nilai kemampuan menulis paragraf deskripsi siswa mengalami peningkatan nilaiyang memuaskan yaitu meningkat pada siklus I dan meningkat lagi pada siklus II hingga mencapai KKM 75. Peningkatan ini juga diiringi dengan peningkatan ketuntasan belajar klasikal pada masing-masing siklus dengan akhir pencapaian lebih dari 85 % sehingga target tujuan penelitian telah tercapai.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan secara kolaboratif dengan teman sejawat sebagai observer atau kolabor. Hal ini dilakukan agar diperolehdata yang lengkap serta hasil penelitian yang memuaskan dan
akurat. Proses pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini merujuk pada model yangdikembangkan oleh Kemmis dan Taggart (dalam Asrori, 2012:68—69) yang menjelaskan bahwa model penelitian tindakan kelas ini mengandung empat komponen, yaitu :
rencana (planning) adalah merumuskan rencana tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran, prilaku, sikap dan prestasi belajar siswa,
tindakan (action) berdasarkan rencana tindakan,
pengamatan (observation) atas tindakan yang telah dilakukan,
refleksi (reflection) dilakukan dengan cara mengkaji dan mempertimbangkan secara mendalam tentang hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan berdasar berbagai kriteria yang telah dibuat.

Penelitian ini dilakukan di SMPN 08 Bengkulu. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII B yang berjumlah 30 siswa terdiri 10 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan. Penelitian dilakukan oleh guru kelas II B yang sekaligus sebagai peneliti dengan didampingi teman sejawat sebagai kolaborator yang bertindak sebagai observer. Data penelitian ini, berupa data kuantitatif dari nilai hasil belajar siswa yang dapat dianalisis secara deskriptif, misalnya mencari nilai rerata hasil belajar, prosentase hasil belajar secara individual ataupun klasikal, data kualitatif yaitu data yang berupa informasi berbentuk kalimat yang memberi gambaran tentang tingkat pemahaman suatu mata pelajaran baik yang dapat dianalisis secara kualitatif. Kedua data ini ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik. Dan instrumen penelitian ini adalah :
lembar observasi
lembar catatan lapangan
lembar angket dan
lembar refleksi
Analisis dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu penilaian rata-rata dan penilaian belajar tuntas (mastery learning). menurut Mukhtar dan Rusmini, (2005:29—30) diungkapkan bahwa secara kelompok ketuntasan belajar telah tercapai jika sekurang-kurangnya 85 % dari siswa dalam kelompok. Sedangkan ketuntasan belajar secara perorangan tercapai apabila 75% dari setiap materi bahasan yang dikuasai dengan melalui tes atau penilaian formatif.

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMPN 08 Bengkulu pada semester II tahun pelajaran 2013/2014.

Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa teknik untuk mengumpulkan data. Teknik yang digunakan antara lain:
Observasi
Pada umumnya, observasi adalah tindakan yang merupakan penafsiran dari teori, seperti yang dikemukakan Karl Popper (Hopkins, 1993:77). Observasi ini dilakukan secara langsung pada peserta didik kelas VII SMPN 08 Bengkulu dilakukan untuk mengetahui aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Test
Dalam penelitian ini, test dilakukan setelah pembelajaran selesai. Test dilakukan secara terbuka dan tertulis. Test ini bertujuan untuk mengukur tingkat keberhasilan siswa kelas VII SMPN 08 Bengkulu pada materi menulis paragraf deskripsi pada mata pelajaran bahasa Indonesia.
Wawancara
Teknik ini dilaksanakan untuk memperoleh data dari informan tentang pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia pada materi menulis. Wawancara dilakukan kepada guru kelas VII SMPN 08 Bengkulu. Peneliti mencari informasi mengenai faktor-faktor yang menyebabkan kurang optimalnya kemapuan siswa dalam menulis sebuah pargagraf deskipsi. Menurut Hopkins (1993:125) wawancara adalah suatu cara untuk mengetahui situasi tertentu di dalam kelas dilihat dari sudut pandang orang lain.
Teknik Analisis Data
Goetz dan LeComte (1984) menjelaskan tentang analisis data kualitatif atau “berteori” mengenai kategori abstrak dan hubungannya. Hal ini penting, karena akan membantu peneliti dalam mengembangkan penjelasan dari kejadian atau situasi yang berlangsung di dalam kelas yang ditelitinya. Dalam penelitian ini, data yang dianalisis adalah berupa nilai test tertulis yang dilaksanakan stelah pembelajaran selesai.

DAFTAR PUSTAKA
Asrori, Mohammad. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Ed. Januari 2012. Bandung: CV. WacanaPrima.
Mukhtar & Rusmini. 2005. Pengajaran Remedial (Teoridan Penerapannya dalam
Pembelajaran. Jakarta: PT Nimas Multima.

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF SISWA KELAS VII SMP N 7 KOTA BENGKULU
Oleh: Arif Sultani
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahasa merupakan alat yang digunakan untuk berkomunikasi oleh manusia, untuk dapat saling berhubungan dan berkomunikasi dengan seseorang tentunya kita menggunakan bahasa sebagai alat pengantarnya. Setiap negara pasti memiliki bahasa nasional yang digunakan untuk berkomunikasi dan untuk mempersatukan warga negaranya, misalnya bahasa Indonesia adalah bahasa nasional negara Indonesia yang digunakan sebagai alat pemersatu dari sekian banyak bahasa yang berkembang di daerah-daerah di Indonesia.
Bahasa Indonesia ini salah satunya digunakan sebagai alat pengantar pendidikan. Sehingga saat kita berada di dalam kelas dan melakukan proses belajar-mengajar tentunya kita wajib menggunakan bahasa Indonesia ragam formal. Ketentuan ini bukan hanya sekedar dilaksanakan oleh guru yang mengajar saja, akan tetapi guru juga harus mampu membina siswa-siswanya untuk dapat menggunakan bahasa Indonesia ketika berada dalam situasi formal. Hal tersebut merupakan salah satu cara kita sebagai seorang guru bahasa untuk menanamkan sikap positif dan bangga terhadap bahasa Indonesia.
Dalam bahasa ada empat aspek keterampilan yang harus diperhatikan oleh guru bahasa Indonesia, yaitu: menyimak, berbicara, menulis dan membaca. Pada keterampilan berbicara ini masih banyak terdapat siswa-siswa yang masih malu dan tidak mau berbicara di depan umum, sehingga akibat dari ketidak terbiasaan ini siswa akan merasa malu dan tidak percara diri ketika di minta untuk berbicara di depan umum. Harusnya masalah ini dapat diperhatikan dan dapat diatasi oleh guru untuk dapat meningkatkan kemampuan berbahasa pada siswa, karna dari proses belajar mengajar ini seorang guru bahasa harus melakukan pembinaan bahasa pada siswa-siswanya.
Salah satu cara mengajar yang efektif digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berbahasa adalah dengan cara melakukan proses belajar yang aktif dan kreatif sehingga memancing siswa untuk berani dan percaya diri saat mengungkapkan pikirannya melalui bahasa. Salah satunya adalah menggunakan model pembelajaran kooperatif. Model kooperatif ini sangat baik digunakan dalam proses belajar mengajar, untuk mengembangkan ide dan keberanian siswa untuk berpendapat, sehingga suasana pembelajaran yang dihadapi oleh siswa juga tidak terasa membosankan.

Rumusan Masalah
Rumusan Masalah Umum
Berdasarkan latar belakang di atas, secara umum masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
“apakah penggunaan metode pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan ke aktif siswa dalam belajar bahasa Indonesia di SMP N 7 Kota Bengkulu?”
Rumusan Masalah Khusus
Secara khusus masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini:
Sejauhmana pentingnya menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan kemampuan berbicara siswa siswa kelas VII SMP N 7 kota Bengkulu?
Bagaimana pengaruh pengembangan pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMP?
Apa yang akan diperoleh siswa dalam penggunaan metode pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia bagi siswa tingkat SMP?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah metode pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara dan lebih aktif lagi dalam proses belajar di dalam kelas.

1.3.2 tujuan Khusus
Secara khusus tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut ini:
Untuk mengetahui sejauhmana pentingnya mengembangkan pembelajaran bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara dan lebih aktif dalam proses belajar bahasa Indonesia.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengembangan menulis, terhadap peningkatan menulis khususnya dalam menulis puisi.
Untuk mengetahui bagaimana kemampuan siswa dalam menulis puisi setelah pemelajaran menulis puisi menggunakan media abjad dari nama siswa itu sendiri.
Kegunaan penelitian ini bagi penulis adalah penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang kepenulisan dalam perkembangan pendidikan bahasa Indonesia.
Hipotesis Penelitian
Secar umum hipotesis dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa dalam proses belajar di dalam kelas.
Secara khusus hipotesis penelitian ini adalah:
Penggunaan model kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam belajar lebih aktif dalam mengemukakan pendapat dan kritiknya dalam belajar.
Penggunaan model kooperatif dapat meningkatkan keberanian siswa dan keterampilan siswa dalam berpendapat saat belajar.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam belajar.
Lingkup penelitian
Masalah untama dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan siswa berbicara belajar bahasa Indonesia di dalam kelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model-model pembelajaran kooperatif.
Manfaat penelitian

Teoritis.
1. Sebagai sumbangan penulis untuk memerkaya dalam khasanah ilmu pengetahuan khusunya dalam bidang pembelajaran bahasa Indonesia.
2. Sebagai langkah awal penelitian selanjutnya.
1.6.2 Praktis
1. Dapat memertimbangkan penyelengggaraan pendidikan tentang aktivitas belajar siswa sehingga bisa mengantisipasi dengan perkembangan program pemelajaran yang lebih baik.
2. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan super visi dalam memerbaiki dan meningkatkan efisiensi dan aktivitas pelaksanaan belajar mengajar yang khusunya dalam pemelajaran peningkatan kemampuan berbicara dengan metode kooperatif.
Defisi oprasional
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.
Berbicara adalah salah satu keterampilan berbahasa dalam bentuk lisan.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Sebagai seorang guru bahasa dalam mengajarkan siswa-siswanya di dalam kelas harusnya mengerti aspek-aspek kebahasaan yang harus di aajarkan ke siswa. Aspek kebahasaan tersebut adalah menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Dalam proses belajar bahasa keempat komponen tersebut tidak boleh ditinggalkan. Dalam penelitian ini peneliti hanya akan membahas mengenai cara meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa dengan menggunakan metode pembelajajaran kooperatif pada siswa-siswa SMP N 7 kota bengkulu kelas VII.
Pengertian Berbicara Menurut Para Ahli Bahasa
Keterampilan berbicara adalah salah satu keterampilan berbahasa dalam bentuk lisan. Keterampilan ini melatih siswa untuk mengeluarkan ide/pendapat melalui ungkapan.H. G. Tarigan ( 2006: 18) mengemukakan bahwa berbicara adalah: Kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.
Berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif yang melibatkan aspek kebahasaan (pelafalan, kosakata, dan struktur) dan aspek nonkebahasaan (siap lawan bicaranya, bagaimana situasinya, latarnya, peristiwanya, serta tujuannya) (Harris, 1969, Oller, 1979; Akhaidiyah,1988).untuk dapat berbicara dengan baik, seseorang pembicara harus menguasai komponen-komponen yang menetukan kegiatan berbicara baik yang berkenaan dengan faktor kebahasaan maupun faktor nonkebahasaan.
Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar (Sugiyanto, 2010: 37). Anita Lie (2007: 29) mengungkapkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada lima unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan benar akan menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif.
Unsur-unsur Dasar dalam Pembelajaran Kooperatif
Lungdren dalam Isjoni (2009: 16) mengemukakan unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “ tenggelam atau berenang bersama”;
para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau siswa lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi;
para siswa harus berpendapat bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama;
para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok;
para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok;
para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar;
setiap siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Roger dan David (Agus Suprijono, 2009: 58) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal,
lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah sebagai berikut.
Positive interdependence (saling ketergantungan positif)
Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan
kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.
Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)
Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggungjawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama. Artinya, setelah mengikuti kelompok belajar bersama, anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama.
Face to face promotive interaction (interaksi promotif)
Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif. Ciri–ciri interaksi promotif adalah saling membantu secara efektif dan efisien, saling memberikan informasi dan sarana yang diperlukan, memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efisien, saling mengingatkan, saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi, saling percaya, dan saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.
Interpersonal skill (komunikasi antaranggota)
Untuk mengkoordinasikan kegiatan siswa dalam pencapaian tujuan siswa harus adalah saling mengenal dan mempercayai, mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.
Group processing (pemrosesan kelompok)
Pemrosesan mengandung arti menilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan dari anggota kelompok. Siapa di antara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Ada dua tingkat pemrosesan yaitu kelompok kecil dan kelas secara keseluruhan. Thompson, et al (Isjoni,2009: 17) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas
disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
Isjoni (2009: 17) menguraikan bahwa pada pembelajaran kooperatif yang diajarkan adalah keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.
Aspek-aspek Pembelajaran Kooperatif

Miftahul (2011) memaparkan beberapa aspek pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
a. Tujuan
Semua siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil (sering kali yang beragam/ ability grouping/ heterogenous group) dan diminta untuk, mempelajari materi tertentu dan saling memastikan semua anggota kelompok juga mempelajari materi tersebut.
b. Level kooperatif
Kerja sama dapat diterapkan dalam kelas (dengan cara memastikan bahwa semua siswa di ruang kelas benar-benar mempelajari materi yang ditugaskan) dan level sekolah (dengan cara memastikan bahwa semua siswa di sekolah benar-benar mengalami kemajuan secara akademik).
c. Pola interaksi
Setiap siswa saling mendorong kesuksesan antarsatu sama lain. Siswa mempelajari materi pembelajaran bersama siswa lain, saling menjelaskan cara
menyelesaikan tugas pembelajaran, saling menyimak penjelasan masingmasing,saling mendorong untuk bekerja keras, dan saling memberikan bantuan akademik jika ada yang membutuhkan. Pola interaksi ini muncul di dalam dan di antara kelompok-kelompok kooperatif.
d. Evaluasi
Sistem evaluasi didasarkan pada kriteria tertentu. Penekanannya biasanya terletak pada pembelajaran dan kemajuan akademik setiap siswa, bisa pula difokuskan pada setiap kelompok, semua siswa, ataupun sekolah. Koes (Isjoni, 2009: 20) menyebutkan bahwa belajar kooperatif didasarkan pada hubungan antara motivasi, hubungan inter personal, strategi pencapaian khusus, suatu ketegangan dalam individu memotivasi gerakan ke arah pencapaian hasil yang diinginkan. Nurhadi (Isjoni, 2009) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif memuat elemen-elemen yang saling terkait di dalamnya, diantaranya adalah saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, keterampilan untuk menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang sengaja diajarkan. Keempat elemen tersebut tidak bisa dipisahkan dalam pembelajaran kooperatif karena sangat mempengaruhi kesuksesan dari pembelajaran koperatif sendiri. Effandi Zakaria (Isjoni, 2009: 21) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif dirancang bagi tujuan untuk melibatkan pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran melanjutkan perbincangan dengan teman-teman dalam kelompok kecil. Ia memerlukan siswa bertukar pendapat, memberi tanya jawab serta mewujudkan serta membina proses penyelesaian kepada suatu masalah. Kajian eksperimental dan diskriptif yang dijalankan mendukung pendapat yang mengatakan pembelajaran kooperatif dapat memberikan hasil yang positif kepada siswa.

BAB III
METODE PENELITIAN
Rencana Penelitian
Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mendapatkan data yang dibutuhkan untuk keperluan pengujian hipotesis atau menjawab pertanyaan penelitian dan sebagai alat untuk mengontrol dan mengendalikan berbagai variabel yang berpengaruh dalam penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan berbicara siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode kooperatif.

Lokasi Dan Subjek Penelitian
Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah SMP N 7 Kota Bengkulu.
Subjek Penelitian
subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMP N 7 Kota Bengkulu, kelas VII yang berjumlah 28 siswa, terdiri dari 16 siswa perempuan dan 12 siswa laki-laki. Subjek penelitian ini sengat heterogen dilihat dari kemampuannya, yakni ada siswa yang berkemampuan tinggi, rendah, dan sangat rendah.
Data Dan Suber Data
Data dari penelitian ini berupa hasil dari diskusi yang didapatkan dari siswa kelas VII SMP N7 Kota Bengkulu.
Waktu Penelitian
waktu penyelenggaraan penelitian ini adalah pada semester II (bulan Juli-Agustus 2013).
Teknik Pengumpulan Data
Setelah tindakan dilakukan peneliti melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap pelaksanaan tindakan dengan penggunaan instrumen pengumpulan data yang telah disediakan sehingga diperoleh data yang empiris pelaksanaan pembelajaran dan kendala yang dihadapi. Data tersebut digunakan untukmelakukan refeksi. Alat yang digunaka untuk menjaring data untuk mengetahui peningkatan adalah dilakukannya tes. Teknik tes yang digunakan adalah tes hasil diskusi. Sedangkan alat yang digunakan unntuk menjaring data tentang respon siswa, sikap, dan reaksi siswa dalam pembelajaran adalah catatan lapangan.
Prosedur Penelitian
penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalah belajar bahasa Indonesia agar lebih aktif lagi dalam berbicara dan mengemukakan pendapatnya dalam belajar.
Perencanaan tindakan
Pada tahap ini peneliti secra kolaboratif megadakan kegiatan sebagai berikut ini:
Mengamati teknik yang biasa dilakukan oleh guru dalam melakukan proses pembelajaran bahasa Indonesia di dalam kelas.
Mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam proses belajar sebelumnya.
Merumuskan alternatif apa saja yang harus dilakukan dalam pembelajaran bahasa Indonesia sebagai upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam berbicara didalam kelas.
Rancangan pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan pembelajaran kooperatif meliputi:
Pemilihan metode pembelajran kooperatif yang sesuai dilakukan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
Pemilihan metode pembelajaran kooperatif yang dapat membuat setiap siswa dapat aktif dalam berbicara.
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini sebagai berikut ini:
Membuat skenario pembelajaran menggunakan metode pembelajran kooperatif yang sesuai digunakan.
Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar mengajar di kelas ketika latihan atau metode itu digunakan.
Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui kesulitan siswa dalam melakukan proses belajar bahasa Indonesia.
Menggunakan media dan metode yang sesuai digunakan dalam proses belajar.
Mendesain alat evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa dalam berbicara. Alat evaluasi dalam penelitian ini adalah tes.
Tabel Indikator penilaiaan kemampuan berbicara siswa berdasarkan metode pembelajaran kooperatif:
No Aspek Skor Deskriptor
1 kosa kata/ungkapan atau diksi. 4 Di dalam diskusi siswa menggunkan bahasa yang komunikatif..
2 Di dalam diskusi tidak menggunkan bahasa yang komunikatif.

2 Pengungkapan materi wicara 4 Penguasaan materi terhadap saat diskusi dan mengungkapkan pendapat
2 Sekedar mengungkapkan pendapat tanpa penguasaan materi.
3 Kejelasan bahasa yang digunakan 4 Kejelasan kalimat yang diucapkan.
2 Ketidak jelasan kalimat yang diungkapkan.
Pelaksanaan tindakan
Dalam tahap pelaksanaan tindakan, peran peneliti adalah:
Merancang pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif.
Merancang kegiatan pembelajaran untuk dapat diterapkan dalam proses belajar.

Tindakan atau siklus 1
Tindakan 1 dilakukan setelah kegiatan pertindakan dianalisis dan direfleksi. Tindakan 1 bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa dalam proses pembelajaran. Tindakan 1 menggunakan model pembelajaran kooperatif yaitu metode NHT, dimana metode ini menmungkinkan setiap siswa untuk berbicara dan mengemukakan pendapatnya yang didapat melalui pekerjaan kelompok.
Peningkatan kemampuan berbicara siswa dapat diketahui dengan melihat siswa menyampaikan pendapatnya saat berjalannya diskusi.
Perencanaan tindakan 1
Perencanaan tindakan 1 meliputi pembuatan sekenario pembelajaran, membuat format pembelajaran, serta mempersiapkan bahan-bahan pembelajran selama proses pembelajaran berlangsung. Berhubung saat ini SMP N 7 kota Bengkulu sudah menggunakan kurikulum 2013 dimana dalam proses pembelajarannya siswa menggunakan pendekatan saintifik di mana dalam prosesnya siswa dituntut untuk dapat mengamati, menanya, menalar, dan mengkomunikasikannya. Kemudian peneliti menyiapkan tes yang akan digunakan sebelum dan sesudah pembelajaran.
Pelaksanaan tindakan 1
Pelaksanaan tindakan 1 ini dilakukan pada minggu pertama bulan Juli 2014. Tindakan yang dilakukan pada siklus 1 ini adalah melaksanakan aktivitas belajar bahasa Indonesia menggunakan metode pembelajaran kooperatif di kelas. Alasan mengapa menggunakan metode kooperatif dalam pembelajaran, karena metode kooperati sangat cocok digunakan untuk mejadikan proses belajar mengajar lebih aktif dan efektif.
Analisis dan refleksi tindakan 1
Pada tahap ini peneliti dan teman-teman sejawat secara kolaboratif mengadakan kegiatan sebagai berikut ini: 1. Mengamati teknik pembelajaran yang telah dilakukan, 2. Mengidentifikasi faktor-faktor penghambat dan kemudahan guru dalam melakukan proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif, 3. Merumuskan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya, 4. Menyususn pelaksanaan tindakan pelajaran.
Setelah melakukan observasi pada tindakan 1, dilaksanakan tanalisis tindakan 1. Dari hasil belajar siswa menggunakan metode kooperatif pada tindakan 1, kemampuan berbicara siswa masih rendah. Siswa belum mampu memenuhi ketiga aspek penilaian, antara lain aspek kosa kata/ungkapan atau diksi, Pengungkapan materi wicara, dan Kejelasan bahasa yang digunakan.
Rata-rata nilai siswa masih rendah, siswa yang memperoleh sekor minimal 6 kurang dari 60%. Kesulitan yang dialami siswa pada tindakan 1 antara lain: 1. Siswa sulit menungkapkan kata-kata yang baku saat diskusi, 2. Siswa kurang memahami materi yang di berikan saat diskusi, 3. Siswa kurang jelas dalam berbicara.
Pada hasil pembelajaran tersebut dapat disimpulkan penggunaan metode NHT masih kurang maksimal hasilnya. Selanjutnya, peneliti dan teman sejawat melakukan refeksi pembelajaran pada tindakan 1. Pada refeksi tindakan 1 diketahui aspek yang harus diperbaiki, yaitu aspek ungkapan diksi, pengungkapan materi wicara, dan kejelasan bahasa yang digunakan.
Tindakan atau siklus 2
Setelah dilakuakn tindakan 1, diketahui aspek yang harus diperbaiki berdasarkan hasil refeksi dan evaluasi yaitu:
1. Siswa sulit menungkapkan kata-kata yang baku saat diskusi,
2. Siswa kurang memahami materi yang di berikan saat diskusi,
3. Siswa kurang jelas dalam berbicara.
Dari analisis tindakan 1 dapat disimpulkan siswa belum terbiasa menggunakan metode kooperati dalam proses pembelajarannya, sehingga diperlukan kembali pengujian pada siklus yang kedua.
Perencanaan tindakan 2
Pada proses pembelajaran yang dilakukan siswa pada tindakan 1 kurang berhasil, sehingga peneliti menggunakan metode pembelajaran kooperatif yang berbeda yaitu menggunkan metode TSTS (two stray teo stay). Alasan peneliti menggunkan metode ini karena metode ini memungkinkan semua siswa terlibat dalam pembicaraan pada diskusi, sehingga mau tak mau semua siswa harus menguasai materi yang ada.
Pelaksanaan tindakan 2
Pembelajaran pada tindakan 2 digunakannya metode kooperatif yang berbeda dari metode kooperatif yang digunkan pada pembelajaran tindakan 1. Alasan menggunakan metode ini, siswa terlibat lebih aktif lagi dalam pembelajarannya.
Analisis dan refelksi tindakan 2
Dari pelaksanaan tindakan yang ke 2, peneliti dan teman sejawat melakukan analisis dan refeksi hasil tindakan pembelajaran yang dilakukan. Berdasarkan analisis tindakan 2 diketahui ada peningkatan kemampuan pada siswa dari tindakan yang telah dilakukan pada tindakan 1. Tindakan kedua dapat diketahui sebagai berikutini: 1. Siswa mampu menungkapkan kata-kata yang baku saat diskusi, 2. Siswa mampu memahami materi yang di berikan saat diskusi, 3. Siswa mampu jelas dalam berbicara.
Pemantauan dan evaluasi
Setelah tindakan dilakukan peneliti melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap pelaksanaan tindakan dengan penggunaan instrumen pengumpulan data yang telah disediakan sehingga diperoleh data yang empiris pelaksanaan pembelajaran dan kendala yang dihadapi. Data tersebut digunakan untukmelakukan refeksi. Alat yang digunaka untuk menjaring data untuk mengetahui peningkatan adalah dilakukannya tes. Teknik tes yang digunakan adalah tes hasil diskusi. Sedangkan alat yang digunakan unntuk menjaring data tentang respon siswa, sikap, dan reaksi siswa dalam pembelajaran adalah catatan lapangan.
Analisis data
Teknik analisis data dilakukan melalui tiga tahap yaitu reduksi data, paparan data dan penyimpulan (Tim Peneliti Proyek PGSM,1999:42). Data pada penelitian ini adalah data mengenai hasil diskusi yang telah dilakukan oleh siswa, data hasil belajar tersebut dianalisis menjadi beberapa tahap sebagai berikut ini:
Seleksi data
Untuk menetukan memenuhisyarat data masing-masing data dapat dianalisis berdasarkan:
Data yang masuk beridentitas lengkap dan jelas.
Data yang diperoleh dikerjakan sesuai dangan petujuk yang telah ditetapkan.
Penelolahan data
Pada tahap ini data yang masuk dikoreksi secara berurutan dan difokuskan pada aspek: pemilihan diksi, penguasaan materi, dan kejelasan kalimat. Pengukuran kemampuan dilakukan dalam proses diskusi dengan siswa yang ada di dalam kelas.
Pembobotan data
No Aspek Skor Deskriptor
1 kosa kata/ungkapan atau diksi. 4 Di dalam diskusi siswa menggunkan bahasa yang komunikatif..
2 Di dalam diskusi tidak menggunkan bahasa yang komunikatif.

2 Pengungkapan materi wicara 4 Penguasaan materi terhadap saat diskusi dan mengungkapkan pendapat
2 Sekedar mengungkapkan pendapat tanpa penguasaan materi.
3 Kejelasan bahasa yang digunakan 4 Kejelasan kalimat yang diucapkan.
2 Ketidak jelasan kalimat yang diungkapkan.
Penyimpulan data
Pada tahap penyimpulan, kriteria keberhasilan siswa dalam proses belajar dengan model pembelajaran kooperatif disimpulkan pada tabel berikut:
Taraf Kemampuan (%) Kualifikasi Nilai Angka Keterangan
66,7%-100% Sangat Baik 6-9 Berhasil
33,4%-66,6% Baik 3-6 Kurang Berhasil
05%-33% Kurang 0-3 Tidak Berhasil
Keterangan:
Hasil persentasi kemampuan siswa adalah jumlah indikator yang dilakukan siswa sesuai dengan pedoman peniilaian kemampuan berbicara siswa, dikaitkan dengan jumlah indikator yang akan dikalikan 100%
p=(nilai rata-rata indikator yang dilaksanakan)/(indikator yang ada) X 100
persentase dilakukan untuk mengukur kemampan siswa, yaitu:
apabila persentase menujukkan 60% atau lebih, siswa sampel mendapat nilai lebih atau sama dengan 6 maka rata-rata siswa sampel dikatakan mampu, serta metode yang digunaka berhasil.
Apabila hasil persentase kurang dari 60% sampai 40% siswa siswa sampel mendapat nilai sama dengan 6 maka siswa cukup dikatakan mampu, dan metode dapat dinyataka kurang berhasil.
Apabila persentasi belajar menujukkan kurang dari 30% sampai 0% atau siswa mendapat nilai sama 6 maka siswa dikatakan tidak mampu, dan metode tidak dikatakan berhasil.
Tabel penguasaan kemampuan siswa dalam berbicara saat belajar:
Persentasi siswa sampel yang mendapat sekor minimal 6 Keterangan
60%-100% Siswa lebih aktif dalam proses belajar di dalam kelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif sehingga mengalami peningkatan kemampuan berbicara.
30%-60% Siswa cukup aktif dalam proses belajar di dalam kelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif sehingga mengalami peningkatan kemampuan berbicara.
0%-30% Siswa kurang aktif dalam proses belajar di dalam kelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif sehingga mengalami peningkatan kemampuan berbicara.
Reflleksi
Setelah pengamatan selesai kemudian peneliti dan teman sejawat melakukan kegiatan refleksi pada akhir tiap tindakan. Pada kegiatan refleksi, peneliti dan teman sejawat mendiskusikan hasil pengamatan tindakan yang telah dilaksanakan. Hal-hal yang dibahas adalah analisis tindakan yang dilakukan dan melakukan intervensi, pemaknaan dan penyimpulan data yang telah diperoleh, serta melihat hubungan teori dan rencana yang telah dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Muslik, Masnur.2013. Melaksanakan Ptk Itu Mudah.Jakarta: PT. Bumi Angkasa.
Porwat. Endah. Loeloek. 2013 Panduan Memahami Kurikulum 2013. Jakarta: PT.Prestasi Pustakaraya
Rusman.2012.Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagafindo Persada.
Sudjana, Nana. (1983). “Penelitian Dan Penilaian Pendidikan. Bandung: SINAR BARU Bandung.
PENINGKATAN KETERAMPILAN BERPIDATO PERSUASI PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 1 KOTA BENGKULU MELALUI METODE TWEETY QUESTIONS
(PTK)
Oleh : Stefani

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa pada hakikatnya merupakan alat komunikasi utama yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tercermin dalam interaksi antar anggota masyarakat yang memanfaatkan bahasa sebagai alat komunikasi yang dominan. Melihat pentingnya fungsi bahasa tersebut, maka masyarakat dipastikan memiliki dan menggunakan alat komunikasi sosial tersebut (Soeparno,2002: 5). Sebagai alat komunikasi, keterampilan berbahasa juga dipelajari di sekolah-sekolah dari tingkatan sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
Menurut Tarigan (1999: 1) dalam pengajaran bahasa Indonesia terdapat empat keterampilan, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Senada dengan penjelasan tersebut, Suryaman (2009: 26) mengelompokkan kegiatan berbahasa menjadi: kegiatan mendengarkan, kegiatan berbicara, kegiatan membaca, dan kegiatan menulis. Keterampilan membaca dan menyimak merupakan keterampilan reseptif, dimana seseorang hanya menerima informasi dalam bentuk tulisan dari membaca dan ujaran lisan dari menyimak, sedangkan keterampilan menulis dan berbicara merupakan keterampilan produktif, yaitu siswa dituntut untuk menghasilkan sesuatu berdasarkan kemampuan yang dimilikinya, berupa ide, gagasan, atau pendapatnya agar diketahui oleh orang lain dalam bentuk tulisan dan ujaran. Kegiatan berbahasa yang sifatnya menghasilkan (berbicara) pada umumnya jarang dikuasai oleh siswa.

Menurut Nurgiyantoro (2001: 278), ada beberapa bentuk kegiatan berbicara yang dapat dilatihkan untuk mengembangkan keterampilan berbicara siswa. Bentuk-bentuk kegiatan tersebut yaitu: pembicaraan berdasarkan gambar, wawancara, pidato, bercerita, dan diskusi. Pidato merupakan salah satu bentuk kegiatan berbicara. Pidato merupakan suatu aspek terpenting yang dapat menunjang keberhasilaan seseorang. Kemampuan menyampaikan ide, gagasan, perasaan dan informasi sulit dicapai oleh siswa jika keterampilan berpidato yang dimilikinya kurang. Rakhmat (2000: 23) mengelompokkan jenis berpidato menjadi tiga bagian. Jenis-jenis pidato yang dimaksud yaitu: pidato informatif, pidato persuasif, pidato rekreatif. Keterampilan berpidato, khususnya berpidato persuasi sangat dibutuhkan oleh para siswa untuk menunjang kesuksesan karir, terutama bagi siswa yang memilih jurusan pemasaran. Selain itu, keterampilan berpidato persuasi juga bermanfaat bagi kehidupan sosial. Hal tersebut dapat dilihat dari proses interaksi antar anggota masyarakat satu dengan yang lainnya, misalnya ketika seorang khatib jum’at berkhutbah dihadapan jama’ah, manusia yang sedang melakukan jual beli, dan guru yang mengajarkan serta menasehati sesuatu kepada muridnya. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik apabila keterampilan berpidato persuasi dapat dikuasai dengan baik. Keterampilan berpidato merupakan salah satu aspek yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran keterampilan berbahasa. Melalui pembelajaran berpidato, siswa diharapkan mampu menyampaikan gagasan, ide, dan pikiran kepada guru, teman, serta orang lain. Kegiatan berpidato juga mampu menumbuhkan perasaan percaya diri dan berani tampil di depan publik. Pidato persuasi merupakan keterampilan yang sulit dikuasai siswa. Sebab, selain harus menguasai pengetahuan tentang aturan atau kaidah-kaidah kebahasaan, dalam berpidato juga membutuhkan keberanian mental untuk tampil percaya diri di depan publik. Selain itu, dalam berpidato persuasi siswa dituntut agar dapat mempegaruhi orang lain agar dapat melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan pembicara. Keterampilan berpidato akan meningkat bila pembelajaran berpidato menggunakan metode pembelajaran yang sesuai. Penggunaan metode pembelajaran secara tradisional seperti ceramah dan penugasan tanpa dilakukan variasi pembelajaran, cara ini dapat membuat siswa bosan dalam mengikuti proses pembelajaran. Indikasi tersebut dapat dilihat ketika suasana kelas kadang menjadi tegang, siswa kurang serius mengikuti pelajaran, serta siswa jarang aktif bertanya. Oleh karena itu, diperlukan teknik pembelajaran yang bervariasi untuk meningkatkan keterampilan berpidato siswa. Menentukan metode pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berpidato siswa diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai materi yang disampaikan dan metode yang dikuasai. Seorang guru harus menentukan metode pembelajaran yang tepat agar peserta didik dapat dengan mudah menyerap materi yang disampaikan. Secara umum, keterampilan berpidato persuasi siswa SMA belum optimal. Hal demikian juga terjadi pada kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Kota Bengkulu. Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 16 Februari hingga 9 Maret 2013, diketahui bahwa keterampilan berpidato persuasi siswa rendah. Hal ini dapat dilihat dari perolehan skor rata-rata kelas yang hanya mencapai 28,85. Kemudian, selama proses pengajaran materi pidato persuasi berlangsung, terlihat siswa-siswi kurang meresponnya dengan baik, siswa terlihat kurang bersemangat, bosan dan seolah-olah berharap pelajaran segera berakhir. Dalam praktik berpidato, untuk menyampaikan ide ataupun gagasan, siswa seringkali lupa; seolah mengingat kata-kata untuk menyalurkan maksud yang diinginkan, akibatnya, pesan yang sampai pada audien (petutur) tidak dapat dipahami dengan jelas. Gejala lain misalnya siswa terlihat kurang percaya diri, gerogi ketika berbicara di muka umum. Dalam proses pembelajaran, guru menerapkan metode tradisional, seperti metode ceramah. Ceramah lebih dominan dari pada memberikan siswa rangsangan untuk memecahkan masalah termasuk memberi kesempatan untuk berlatih. Guru memiliki peran penting dalam meningkatkan keterampilan berpidato siswa, karena guru terlibat langsung dalam membina siswa di sekolah melalui proses pembelajaran stándar kompetensi berbicara. Pembinaan selama proses pembelajaran, fungsi guru adalah sebagai pendamping, pengarah dan lebih memberikan bantuan serta bukan sebagai pusat pembelajaran, dengan demikian pembelajaran ideal adalah yang dapat berpusat pada siswa. Faktor lain yang mempengaruhi keterampilan berpidato siswa adalah sarana atau media pelajaran serta suasana atau keadaan tempat belajar. Ada banyak metode yang dapat digunakan guru sebagai alternatif untuk mengajar keterampilan berpidato persuasi, misalnya metode Twenty Questions. Cara lain yang dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan keterampilan berpidato persuasi adalah menggunakan media iklan dan video klip. Salah satu dari metode pembelajaran berpidato yang dipilih untuk meningatkan keterampilan berpidato persuasi adalah metode Twenty Questions. Metode ini dipilih untuk meningkatkan keterampilan pidato persuasi siswa karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplor pertanyaan dan mengejar jawaban yang paling tepat dari sebuah permasalahan, sehingga, dengan cara tersebut, siswa dapat mengembangkan gagasan. Twenty Questions merupakan suatu metode belajar yang menyenangkan, aktif, dan interaktif..

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berpidato persuasi siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri I Kota Bengkulu. Selain itu, penerapan metode Twenty Questions diharapkan dapat menjadi alternatif sekaligus inovasi bagi guru dalam pembelajaran berpidato persuasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai penerapan metode Twenty Questions pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka membantu meningkatkan keterampilan berpidato persuasi siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri I Kota Bengkulu. Peneliti mengambil subjek penelitian siswa SMA Negeri I Kota Bengkulu kelas XI IPS 3 karena kelas tersebut skor keterampilan berpidato persuasinya rendah.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah-masalah
sebagai berikut:
a. Rendahnya minat siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri I Kota Bengkulu terhadap pengajaran berpidato persuasi.
b. Keterampilan berpidato persuasi siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri I Kota Bengkulu rendah.
c. Siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri I Kota Bengkulu kurang berani berbicara khusunya berpidato persuasi pada situasi formal.
e. Perlunya dipilih metode pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan keterampilan berpidato persuasi siswa kelas XI IPS3 SMA Negeri I Kota Bengkulu.

2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini dibatasi hanya pada penggunaan metode Twenty Questions untuk meningkatkan keterampilan berpidato persuasi siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri I Kota Bengkulu. Pembatasan masalah tersebut dipilih terkait dengan adanya masalah yaitu selama ini siswa terlihat kurang bersemangat ketika pembelajaran berlangsung, kurang percaya diri, serta merasa kesulitan untuk mencari ide pada saat berpidato persuasi.

C. Rumusan Masalah
Sesuai dengan batasan masalah di atas, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan keterampilan berpidato persuasi pada siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri I Kota Bengkulu melalui metode Twenty Questions?

D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpidato persuasi pada siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri I Kota Bengkulu melalui metode Twenty Questions.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam pengembangan teknik pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran keterampilan berpidato persuasi dengan metode Twenty Questions.

2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi,
a. Sekolah
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan para pengendali kebijakan di SMA Negeri 1 Kota Bengkulu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran berbicara khusunya keterampilan berpidato persuasi.
b. Guru bahasa Indonesia
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh guru untuk menerapkan metode Twenty Questions dalam mengajarkan keterampilan berpidato persuasi.

c. Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan agar siswa SMA Negeri 1 Kota Bengkulu tidak kesulitan lagi dalam berpidato persuasi serta dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar Bahasa Indonesia, khususnya keterampilan berpidato persuasi.

F. Batasan Istilah
1. Peningkatan merupakan suatu perubahan dari keadaan tertentu menuju ke kearah atau keadaan yang lebih baik.

2. Keterampilan berpidato persuasi adalah kemahiran siswa dalam menyampaikan ide, pikiran, gagasan atau informasi kepada pendengar atau khalayak ramai secara lisan dengan tujuan agar pendengar terpengaruh sehingga melakukan kehendak pembicara.

3. Metode Twenty Questions merupakan suatu teknik pembelajaran bahasa yang bertujuan agar siswa pandai menganalisis suatu barang sehingga dapat membantu sekaligus meningkatkan keterampilan berpidato persuasi siswa.

BAB II
KAJIAN TEORI

Kajian teori yang akan dipaparkan dalam bab ini, yaitu kemampuan berpidato, maksud dan tujuan berpidato, jenis-jenis berpidato, faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan berpidato, langkah-langkah berpidato, keterampilan berpidato persuasi,ciri-ciri pidato persuasi, dan metode Twenty Questions.

A. Keterampilan Berpidato
Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan bunyi yang diucapkan melalui organ-organ ujaran dan didengar diantara anggota-anggota msyarakat , serta menggunakan pemrosesan simbol-simbol vocal dengan makna konvensionalsecara arbitr (Pei dalam brown,1987 : 4). Bahasa lisan akan digunakan ketika manusia mengungkapkan dan menyampaikan pikirannya kepada manusia lain. Kenyataan ini jelas menunjukkan bahwa setiap manusia membutuhkan kemampuan berbicara ataupun berpidato agar pesan komunikator dapat dipahami oleh resipiens. Keterampilan berpidato yang dimaksud adalah keterampilan untuk mengungkapkan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditunjukkan dihadapan orang banyak (Hadinegoro, 2003: 1). Senada dengan pengertian di atas, Arsjad dan Mukti (1993: 51) mengemukakan, bahwa pidato merupakan penyampaian dan penanaman pikiran, informasi, atau gagasan daripembicara kepada khalayak ramai. Taraf kemampuan berpidato, menyatakan maksud dan perasaan secara lisan pada tiap-tiap siswa tidaklah sama. Kemampuan tersebut bervariasi, mulai dari taraf baik atau lancar, sedang, gagap atau kurang. Beberapa siswa belum dapat mengutarakan maksud dihadapan teman-temannya. Rasa tidak percaya diri menjadikan siswa berkeringat dingin ketika berada di depan kelas. Kekurangan-kekurangan tersebut dapat teratasi dengan cara terus melatih kemampuan berpidato siswa. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang mekanistis (Tarigan, 1997: 43), jadi semakin banyak berlatih, semakin dikuasai keterampilan tersebut. Kemahiran mengungkapkan secara lisan, tidak saja menghendaki penguasaan bahasa yang baik dan lancar, tetapi hal itu menghendaki pula persyaratan-persyaratan lain, misalnya keberanian, ketenangan sikap di depan massa, sanggup mengadakan reaksi secara cepat dan tepat, sanggup menampilkan gagasannya secara lancar dan teratur, serta mempeelihatkan suatu sikap dan gerak-gerik yang tidak kaku dan canggung (Keraf,2001: 315). Pidato merupakan satu jenis keterampilan berbicara yang telah dikenal luas dikalangan masyarat, hampir kegiatan yang diadakan dalam masyarakat melibatkan kegiatan berpidato, hal ini dapat dijumpai pada acara-acara formal maupun non formal, misalnya acara pernikahan, kematian, pidato tentang politik, pidato kenegaraan, termasuk juga ceramah-ceramah agama. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa manusia memerlukan keterampilan berpidato selama berkomunikasi dengan anggota masyarakat yang lain. Banyak orang yang beranggapan, bahwa kemampuan atau kepandaian berpidato merupakan masalah bakat dan keturunan. Artinya kepintaran seseorang dalam berpidato hanyalah karena bakat yang dimilikinya. Pandangan seperti ini tidak selamanya benar, karena keterampilan berbicara merupakan keterampilan yang mekanistis, oleh karena itu, kemampuan berpidato dapat terus dilatih dari yang awalnya tidak bisa sama sekali hingga menjadi mahir. Kemahiran mengungkapkan pesan secara lisan tidak dapat diraih dengan satu kali latihan, atau bukan merupakan bakat sejak lahir. jadi, semakin banyak berlatih, keterampilan tersebut semakin dapat dikuasai. Dalam proses berkomunikasi seorang pembicara harus mampu menyampaikan pidatonya dengan baik, hal ini bertujuan agar pendengar atau audien dapat memahami pesan yang disampaikan oleh pembicara. Kemampuan berpidato yang dimaksud adalah kemampuan untuk mengungkapkan pikiran dalam bentuk kata-kata yang ditunjukkan kepada orang banyak, atau wacana yang disiapkan untuk diucapkan di depan khalayak (Hadinegoro,2003: 1). Dalam berpidato seorang pembicara dituntut untuk dapat melafalkan kata, kalimat sesuai dengan apa yang ada dalam gagasannya. Lebih dalam, Keraf (2001: 315) menjelaskan, seorang pembicara juga dituntut untuk memiliki keberanian, ketenangan sikap didepan massa, sanggup mengadakan reaksi yang cepat dan tepat, sanggup menyampaikan gagasannya secara lancar dan teratur, serta memperlihatkan suatu sikap dan gerak-gerik yang tidak kaku dan canggung. Dengan kemampuan tersebut, seorang pembicara dapat memberikan kesan baik bagi pendengar dalam arti orang-orang yang mendengarkan dapat
memahami pesan atau maksud dengan sangat jelas.

B. Maksud dan Tujuan Berpidato
Setiap manusia pada saat melakukan proses berbicara pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Dalam berpidato, tujuan berkomunikasi adalah dapat dipahaminya gagasan atau pendapat oleh pendengar (Agustina,2007: 13)

Keraf (2001: 23) mengemukakan lima maksud dan tujuan berpidato, yaitu sebagai berikut:
1. Mendorong
Penyampaian lisan dengan tujuan mendorong yaitu seorang pembicara mengharapkan reaksi-reaksi yang menimbulkan inspirasi, membangkitkan emosi para pendengar.
2. Meyakinkan
Pidato dengan tujuan meyakinkan ini dapat diartikan bahwa pembicara berusaha mempengaruhi mental atau intelektual para pendengar. Kegiatan berpidato yang ada di dalamnya menggunakan pemaparan argumentasi. Penyampaian fakta-fakta disertai bukti-bukti serta contoh-contoh kongkrit merupakan hal yang harus diterapkan, supaya reaksi yang diharapkan dari para pendengar adalah terjadinya persesuaian pendapat atau keyakinan dan kepercayaan atas materi yang disampaikan.
3. Berbuat
Reaksi fisik (tindakan) dari pendengar merupakan dampak dari tujuan berpidato berbuat. Tujun pidato ini dapat dilihat ketika pendengar melakukan perbuatan sebagaimana yang diinginkan oleh pembicara. Oleh karena itu, pidato dengan tujuan ini bersifat persuasif .
4. Memberitahukan
Uraian lisan yang bertujuan memberitahukan adalah pembicara ingin memberitahukan atau menyampaiakan sesuatu kepada pendengar agar mereka dapat mengerti tentang sesuatu hal, atau untuk mempeluas pengetahuan, dari pemahaman tersebut dapat dikategorikan bahwa pidato dengan tujuan memberitahukan bersifat instruktif atau pidato yang mengandung ajaran.
5. Menyenangkan
Tujuan pidato ini adalah menghibur pendengar. Pidato dengan jenis ini biasanya terdapat sisipan-sisipan humor. Humor menjadi alat penting yang tidak dapat dipisahkan ketika menyampaikan pesan lisan. Hampir sama dengan Keraf, Rakhmat (2000: 23) merumuskan tiga tujuan pidato, yaitu sebagai berikut:
a. Pidato Informatif
Pidato ini ditujukan untuk menambah pengetahuan pendengar. Komunikasi yang diharapkan memperoleh penjelasan, menaruh minat dan memiliki pengertian tentang persoalan yang dibicarakan.
b. Pidato Persuasif
Pidato Persuasif ditujukan agar orang mempercayai sesuatu, malakukannya atau terbakar semangat dan antusiasmenya. Keyakinan, tindakan dan semangat adalah reaksi yang diharapkan.

c. Pidato Rekreatif
Pidato ini bertujuan untuk menghibur. Reaksi yang diharapkan dari pendengar ádalah perhatian, kesenangan dan humor. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sebelum pembicara berpidato, terlebih dahulu harus melakukan analisis terhadap pendengar, tujuan melakukan análisis pendengar adalah agar pembicara dalam menyampaikan materi dapat fokus pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

C. Jenis-jenis Berpidato
Rakhmat (2000: 17) membagi jenis-jenis pidato sebagai berikut:

a. Importu, jenis pidato ini adalah seorang pembicara hendak mengungkapkan perasaan yang sebenarnya, gagasan dan pendapatnya disampaiakan secara spontan sehingga terkesan hidup.

b. Manuskrip, pidato ini disebut juga pidato dengan menggunakan naskah. Pelaksanaan pidato manuskrip tidaklah sulit, seorang pembicara hanya membacakan naskah pidato dari awal sampai akhir. Pidato manuskrip telihat lebih mudah karena pembicara dapat menyiapkan kata-kata sebelumnya, jadi seorang pembicara memiliki waktu luang untuk menyususn kata-kata yang menarik. Pidato manuskrip biasanya dibawakan oleh tokoh nasional dan ilmuan.

c. Memortier, pidato mimortier adalah pesan pidato ditulis kemudian kata-katanya diingat, seperti manuskrip, memortier memungkinkan ungkapan yang tepat, organisasi yang berencana, pemilihan bahasa yang teliti, gerak dan isyarat yang diintegrasikan dengan uraian.

d. Ekstempore, pidato ini adalah jenis pidato yang paling sering dilakukan oleh juru pidato yang mahir. Pidato sudah dipersiapkan sebelumnya berupa out-line (garis besar) dan pokok-pokok penunjang pembahasan (supporting points). Dalam pidato ini seorang pembicara tidak perlu mengingat kata demi kata.

D. Faktor-faktor Penunjang Keefektifan Berpidato
Faktor penunjang keefektifan berbicara yang harus dimiliki oleh pembicara adalah faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan (Arsjad dan Mukti, 1993: 17-22). Adapun faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut:
faktor kebahasaan, meliputi:
ketepatan ucapan,
penempatan tekanan nada,
sendi dan durasi
pilihan kata,
ketepatan penggunaan kalimat serta tata bahasanya,
ketepatan sasaran pembicaraan.
Sementara itu, faktor nonkebahasaan, meliputi:
Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku,
Pandangan harus diarahkan pada lawan bicara,
kesediaan menghargai pendapat orang lain,
gerak-gerik dan mimik yang tepat,
kenyaringan,
kelancaran,
relevansi/penalaran, dan
penguasaan topik.

E. Langkah-langkah Berpidato
Persiapan yang matang akan mempengaruhi keberhasilan dalam berpidato. Oleh karena itu sebelum berpidato diperlukan suatu persiapan agar pidato yang dibawakan dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan pembicara. Langkah-langkah yang harus diperhatikan dalam mempersiapkan pidato menurut Keraf (2001: 317-318) adalah sebagai berikut:
a. Menentukan topik dan tujuan.
b. Menganalisis pendengar dan situasi.
c. Memilih dan menyempitkan topik.
d. Mengumpulkan bahan.
e. Membuat kerangka uraian.
f. Menguraikan secara mendetail.
g. Melatih dengan suara nyaring.
F. Keterampilan Berpidato Persuasi
Dalam berpidato persuasi, tujuan akhir adalah mempengaruhi pendengar. Menurut Ari Janu, pidato persuasi adalah pesan yang disampaikan kepada khalayak ramai yang bertujuan untuk mempengaruhi pilihan khalayak ramai melalui pengondisian, penguatan, atau pengubahan tanggapan (respon) mereka terhadap gagasan, isu, konsep, atau produk Hampir senada dengan pengertian di atas, Rakhmat (2000:102) mengatakan bahwa persuasi adalah proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis, sehingga orang tersebut bertindak atas kehendaknya sendiri untuk menyetujui atau menyatakan ”ya”. Upaya persuasi akan berhasil baik, bila pesan yang disampaikan memiliki akibat sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hal ini, seorang pembicara perlu mengetahui kepribadian pendengar agar pembicara lebih mudah mengatur, atau mengarahkan perilakunya. Adapun hal yang perlu dilakukan ketika berpidato persuasi yaitu (1) penampilan
pembicara yang meyakinkan, (2) kemahiran menganilisis suatu barang, dan (3) penguasaan kosakata. Pembicara juga harus berupaya sebisa mungkin mengarahkan pendengar agar mereka seakan-akan ikut melihat, mendengar, mengecap, mencium, menyentuh barang yang ditawarkan.
G. Ciri-ciri Pidato Persuasi
Jenis pidato cukup beragam, misalnya pidato informatif, rekreatif, persuasi, dan sebagainya. Masing-masing memiliki pengertian dan ciri-ciri khusus. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada ciri-cir pidato persuasi saja. Menurut Rakhmat (2000: 102) ciri-ciri pidato persuasi adalah mempengaruhi pendapat, sikap dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri. Ia juga menambahkan, pidato persuasi adalah sebuah pidato yang memiliki tujuan manarik perhatian, meyakinkan, dan menyentuh atau menggerakkan (2000: 115). Selain itu, menurut hemat peneliti, pidato persuasi memiliki kecenderungan paling banyak dihapal atau tanpa teks, dan pidato yang disampaikan terfokus pada topik yang dipilih serta tujuan pidato persuasi itu sendiri. Keadaan yang demikian, mengharuskan pembicara untuk dapat menguasai materi.

H. Metode Twenty Questions
Proses belajar mengajar menggunakan metode Twenty Questions atau dua puluh pertanyaan dikembangkan oleh Soeparno. Metode ini digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara. Metode Twenty Questions sangat cocok untuk melatih pidato persuasi, sebab dalam pelaksanaannya, metode ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan jawaban yang paling tepat dan melatih siswa berfikir secara sintetis dan analitis. Dalam proses mencari jawaban tersebut, siswa berusaha menganilis barang yang disembunyikan dengan cara mengeksplorasi gagasan-gagasan yang ada dalam pikirannya, sehingga dalam proses tersebut secara tidak langsung siswa juga mendapatkan banyak kosakata yang berguna untuk dijadikan bahan dalam kegiatan berpidato persuasi. Semakin pandai siswa dalam menganalisis gagasan, maka semakin mudah bagi siswa untuk mempengaruhi orang lain. Metode ini terasa lebih menyenangkan karena dikemas dalam bentuk permaian. Dengan demikian, pembelajaran terkesan tidak monoton dan siswa akan tertarik dengan materi yang diajarkan tanpa merasakan kejenuhan. Menurut Soeparno (1988: 82) dalam permainan, para siswa berusaha menerka sesuatu yang disembunyikan oleh pihak lain/lawan dengan jalan mengajukan pertanyaan sebanyak dua puluh kali. Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus disusun sedemikian rupa sehingga memperoleh jawaban ya atau tidak. Jika setelah dua puluh kali atau kurang dari itu sudah dapat menerka apa yang disembunyikan pihak lawan, maka mereka dinyatakan menang. Sebaliknya apabila meleset terkaannya atau tidak tepat terkaannya, maka dinyatakan kalah. Soeparno (1988: 82), mengemukakan langkah-langkah metode Twenty Questions sebagai berikut:

1. Guru menjelaskan peraturan permainan.
2. Pemain dibagi menjadi dua regu, yaitu regu A dan regu B.
3. Regu A pada giliran pertama bertindak sebagai penjawab, sedangkan regu B bertindak sebagai penanya.
4. Regu A menuliskan kata atau istilah pada secarik kertas kemudian kertas tersebut dilipat dan disembunyikan.
5. Regu B mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang hanya boleh di jawab ya atau tidak.
6. Pada giliran berikutnya dibalik, yaitu regu A sebagai penanya sedangkan regu B sebagai penjawab.
7. Selanjutnya, giliran diberikan terus secara bergantian sampai lima kali penampilan.
8.Setelah itu jumlah kemenangan dihitung, regu yang pailng banyak memperoleh kemenangan dinyatakan sebagai pemenang akhir.

Langkah-langkah metode Twenty Questions yang telah dimodifikasi dalam pembelajaran keterampilan berpidato persuasi adalah sebagai berikut:
1. Guru menjelaskan peraturan permainan.
2. Siswa dibagi menjadi enam kelompok (A, B, C, D, E, F).
3. Masing-masing kelompok dibagi menjadi dua termin;pada giliran pertama bertindak sebagai penjawab, selanjutnya bertindak sebagai penanya.
4. Masing-masing siswa dalam setiap kelompok mendapat penugasan dari guru supaya ada pemerataan tanggung jawab. Misalnya: Pada kelompok yang mendapat giliran sebagai penjawab (regu A, B, C) Siswa pertama bertugas menjelaskan tema, siswa kedua bertugas sebagai moderator, siswa ketiga bertugas menjawab ya atau tidak atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pihak lawan, sedangkan siswa keempat dan kelima bertugas mengecek jumlah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pihak lawan supaya tidak melampaui batas (dua puluh pertanyaan).
5. Pada kelompok yang mendapat giliran penjawab (regu D, E, F) semua anggota kelompok mendiskusikan perkiraan jawaban dari pihak lawan. Siswa pertama bertugas sebagai pencatat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, siswa kedua, ketiga dan keempat bertugas sebagai penanya, siswa kelima bertugas menyimpulkan.
6. Kelompok penjawab (regu A, B, C) menuliskan kata atau istilah pada secarik kertas kemudian kertas tersebut dilipat dan disembunyikan. Kata yang dituliskan itu misalnya kupu-kupu.
7. Kelompok penanya (regu D, E, F) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang hanya boleh di jawab ya atau tidak.
8. Setelah menemukan jawaban, regu yang mendapat giliran pertanyaan diminta untuk praktik berpidato persuasi di depan kelompok lawan. Regu yang berpidato dapat menggunakan bantuan dari pertanyaan-pertanyaan yang sebelumnya diajukan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan siswa dalam berpidato.
9. Pada giliran berikutnya dibalik, yaitu regu A, B, C sebagai penanya, sedangkan regu D, E, F sebagai penjawab.
10. Selanjutnya, giliran diberikan terus secara bergantian sampai lima kali penampilan.
11. Setelah itu jumlah kemenangan dihitung, regu yang paling banyak memperoleh kemenangan dinyatakan sebagai pemenang akhir.

I. Kerangka Pikir
Keterampilan berpidato persuasi merupakan salah satu aspek yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran keterampialn berbahasa. Dengan demikian, kemahiran dalam berpidato persuasi mutlak dibutuhkan. Dalam upaya meningkatkan keterampilan berpidato persuasi. Peneliti menggunakan metode Twenty Questions. Metode ini diterapkan untuk membantu siswa berpikir sintetis dan analitis sehingga menjadikan siswa terampil mengemukakan ide, gagasan, serta pikiran kepada guru, teman dan juga orang lain. Semakin detail siswa mengeksplorasi suatu barang, semakin mudah bagi siswa untuk meyakinkan pendengar. Selanjutnya setelah yakin, pendengar dengan mudah dapat terpengaruh untuk mengikuti kehendak pembicara. Selain itu, siswa yang kurang tertarik terhadap pembelajaran berpidato termotivasi untuk berani berpidato karena pelaksanaan metode Twenty Questions dibarengi dengan permainan.

J. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan, hipotesis tindakan penelitian ini adalah jika pembelajaran berpidato persuasi dilakukan dengan metode Twenty Questions, maka keterampilan berpidato siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kota Bengkulu akan meningkat.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas (classroom action research). Menurut Burns (melalu Madya, 2009:9), penelitian tindakan merupakan penerapan penemuan fakta pada pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan di dalamnya, yang melibatkan kolaborasi dan kerjasama para peneliti, praktisi, dan orang awam. Penelitian tindakan juga bertujuan untuk melakukan perubahan pada semua diri pesertanya dan perubahan situasi tempat penelitian dilakukan guna mencapai perbaikan praktik secara incremental dan berkelanjutan (Madya, 2009:11). Penelitian tindakan terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan (tindakan), pengamatan (observasi), dan refleksi (Kemmis dkk. 1982; Burns 1999 lewat Madya, 2009: 59). Tahap-tahap dalam penelitian tindakan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan, rencana penelitian tindakan merupakan tindakan yang tersusun, dan dari segi definisi harus mengarah pada tindakan, yaitu bahwa rencana tersebut harus memandang kedepan.
2. Tindakan, yaitu tindakan yang dilakukan secara sadar dan terkendali, dan merupakan variasi praktik yang cermat dan bijaksana.
3. Pengamatan (observasi) berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan tersebut. Peneliti mencatat hasil pengamatan selama pembelajaran.
4. Refleksi adalah memberikan makna terhadap proses dan hasil yang terjadii akibat adanya tindakan yang dilakukan(Madya, 2006: 59-66).
Pelaksanaan tindakan kelas dilakukan dalam dua siklus.
SIKLUS 1
a. Perencanaan
Pada siklus 1, peneliti bersama guru bahasa Indonesia yang dalam hal ini sebagai kolaborator berdiskusi dan berkoordinasi terkait dengan masalah yang ditemukan, selanjutnya merencanakan tindakan yang akan dilakukan. Adapun rencana yang akan dilaksanakan sebagai berikut:
1. Peneliti bersama guru bahasa Indonesia menyamakan persepsi untuk mengidentifikasi permasalahn yang muncul di dalam kelas ketika pembelajaran berpidato persuasi berlangsung.
2. Peneliti dan guru merencanakan pelaksanaan metode Twenty Questions
3. Menentukan tema yang relevan atau sesuai dengan siswa. Tema tersebut digunakan ketika pelaksanaan metode Twenty Questions berlangsung sekaligus nantinya akan dipakai dalam berpidato persuasi siswa.
4. Menentukan langkah-langkah pelaksanaan metode Twenty Questions.
5. Menyiapkan materi pelajaran dan instrumen yang berupa lembar pengamatan, lembar penilaian keterampilan berpidato persuasi, catatan lapangan, dan alat dokumentasi.
b. Pelaksanaan Tindakan
Tahap tindakan merupakan realisasi dari rencana yan sudah dirancang sebelumnya. Tindakan yang dilakukan pada siklus I adalah sebaga berikut:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada para siswa.
2. Guru melakukan apersepsi untuk membawa kesiapan siswa masuk ke materi pembelajaran.
3. Guru menjelaskan materi tentang pidato persuasi, faktor-faktor-penunjang keefektifan berpidato.
4. Guru menjelaskan materi tentang metode Twenty Questions meliputi pengertian, manfaat, tujuan serta prosedur palaksanaan.
5. Guru membagi kelas menjadi enam regu atau kelompok. Masing-masing berhadapan berpasang-pasangan (dua regu).
6. Guru menentukan tema permainan.
7. Siswa dari masing-masing kelompok berusaha menerka jawaban sesuai dengan tema yang diberikan.
8. Dari pelaksanaan permainan (metode Twenty Questions), siswa membuat naskah pidato persuasi.
9. Guru meminta siswa untuk praktik berpidato persuasi di depan kelas.
10. Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti dan guru melakukan pengamatan terhadap siswa.
c. Observasi
Pada saat proses pembelajaran berlangsung, peneliti mengamati segala yang dilakukan siswa di dalam kelas baik ketika didalam kelompok atau individu. Pengamatan tersebut meliputi sikap, keaktifan siswa selama praktik metode Twenty Questions. Selain itu, peneliti juga mengamati guru, apakah guru menjelaskan secara detail tentang materi yang di ajarkan, memberi bimbingan, motivasi kepada siswa selama pembelajaran.
d. Refleksi
Peneliti bersama guru melakukan refleksi; berdiskusi dan menganalisis hasil pengamatan pada siklus I. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui keterampilan berpidato siswa setelah dikenai tindakan, keaktifan siswa ketika berinteraksi dengan guru dan siswa yang lainnya. Tahap ini digunakan untuk merencanakan kegiatan siklus II. Kegiatan pada siklus II dan selanjutnya mengikuti prosedur pada siklus I yang terdiri dari: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
B. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Kota Bengkulu. Sekolah ini terletak di Jalan Lempuing kota Bengkulu. Pada kelas XI disekolah ini terdapat dua kelas jurusan yaitu jurusan IPA dan IPS. Adapun penelitian ini dilakukan di kelas XI IPS 3. Kelas ini dipilih karena siswa-siswinya memiliki keterampilan berpidato persuasi yang rendah.
2. Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2014 sampai bulan Juni 2014. Yang meliputi kegiatan penelitian dari penemuan masalah hingga pelaporan. Kegiatan penelitian dimulai dari penyusunan proposal dilanjutkan dengan pembuatan instrumen penelitian yang dilakukan mulai bulan Februari 2014. Tindakan dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2014 menyesuaikan dengan guru mata pelajaran berdasarkan SK/KD semester dua. Adapun pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan jawal pelajaran bahasa Indonesia kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Kota Bengkulu.
C. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Kota Bengkulu yang terdiri dari 30 siswa. Penentuan kelas didasarkan pada tingkat permasalahan yang dimiliki sesuai dengan hasil wawancara dengan guru yang dilakukan sebelum penelitian yaitu siswa merasa kesulitan untuk mencari ide pada saat berpidato persuasi. Penggunaan metode Twenty Questions diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pidato persuasi.
2. Objek Penelitian
Pengambilan objek penelitian ini mencakup proses dan hasil. Objek yang berupa proses adalah pelaksanaan proses pembelajaran berpidato persuasi yang berlangsung pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Kota Bengkulu melalui metode Twenty Questions. Objek hasil atau produk penelitian adalah skor yang diperoleh siswa selama pelaksanaan pembelajaran berpidato persuasi menggunakan metode Twenty Questions.
D. Sumber dan Jenis Data
Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: katakata dan tindakan, sumber tertulis dalam penelitian ini meliputi : Hasil angket siswa dan lembar pengamatan dalam catatan lapangan, alat rekaman gambar; berupa foto rekaman yang digunakan untuk menangkap hal-hal yang dilakukan guru, siswa, dan peneliti.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, tes berbicara (berpidato persuasi), catatan lapangan, wawancara, dan angket.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini meliputi:
1) Angket; untuk mendapatkan data tentang proses pembelajaran pidato persuasi yang berlangsung pada siswa. Angket terdiri dari dua jenis, yaitu angket prasiklus yang diberikan sebelum tindakan dilakukan serta angket pascasiklus yang diberikan di akhir penelitian.
2) Lembar observasi; digunakan untuk mendata, memberikan gambaran proses pembelajaran keterampilan berdiskusi yang berlangsung di kelas. Hasil observasi dilengkapi dengan catatan lapangan.
3) Lembar penilaian keterampilan berpidato persuasi; Lembar penilaian keterampilan berpidato ini menggunakan penilaian berdasarkan Arsjad dan Mukti (1993: 87) yang telah dimodifikasi.
G. Validitas dan Reliabilitas Data
1. Validitas
Menurut Burn (Madya, 2009:37-38), dalam penelitian tindakan kelas terdapat lima jenis validitas. Kelima validitas tersebut adalah validitas demokratik, validitas hasil, validitas proses, validitas katalik, dan validitas dialogis. Adapun dalam penelitian ini hanya menggunakan tiga validitas yaitu: validitas demokratik validitas proses, dan validitas hasil.
a. Validitas Demokratik
Vailiditas demokratik ini digunakan untuk mengetahui kekolaboratifan penelitian dan pencakupan berbagai pendapat dari pemangku kepentingan. Penelitian ini merupakan penelitian kolaboratif antara peneliti dengan guru bahasa Indonesia SMA Negeri 1 Kota Bengkulu
b. Validitas Proses
Validitas proses diterapkan dalam penelitian ini untuk mengukur keterpercayaan proses pelaksanaan penelitian dari semua peserta penelitian. Dalam penelitian ini, melalui penulisan, peneliti menunjukkan keseluruhan kegiatan pembelajaran dari awal sampai akhir kegiatan. Selama pelaksanaan kegiatan pembelajaran, Semua partisipan dalam penelitian ini yaitu peneliti, siswa, dan guru selalu melaksanakan kegiatan pembelajaran selama proses penelitian sehingga data yang dicatat diperoleh berdasarkan gejala yang ditangkap dari siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri I Kota Bengkulu.
c. Validitas Hasil
Validitas hasil sangat bergantung pada validitas proses. Pada tahap refleksi tindakan pertama, baik secara proses maupun produk, muncul permasalahan baru yang menyebabkan pembelajaran kurang berhasil. Dari permasalahn tersebut, maka diterapkan pemecahan masalah pada pemberian tindakan berikutnya sebagai upaya perbaikan bertahap agar hasil pembelajaran di kelas XI IPS 3 SMA Negeri 1 Kota Bengkulu dapat berhasil sesuai tujuan.

2. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan cara untuk mengetahui sejauh mana data yang dikumpulkan reliable adalah dengan mempercayai penilaian peneliti itu sendiri (Madya, 2009:45). Reliabilitas dalam penelitian tindakan ini diwujudkan dengan penyajian data asli penelitian, meliputi transkrip wawancara, angket, catatan lapangan, rekaman foto penelitian, dan lembar penilaian keterampilan berpidato persuasi.

H. Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik ini digunakan dalam rangka mendeskripsikan keterampilan berpidato siswa sebelum dan sesudah mendapat tindakan. Teknik ini dibagi dua, yaitu analisis proses dan analisis produk. Data proses dikumpulkan pada saat pembelajaran keterampilan bepidato persuasi melalui metode Twenty Questions. Data produk dikumpulkan dari penilaian tugas berpidato. Keberhasilan produk dapat dilihat dari tes berpidato.

I. Kriteria Keberhasilan Tindakan
Indikator keberhasilan dapat ditentukan berdasarkan proses dan produk. Pembelajaran berpidato persuasi secara proses dikatakan berhasil apabila siswa aktif, tampil percaya diri, dan memiliki semangat dalam pembelajaran berpidato persuasi. Analisis tersebut dilakukan dengan cara mendeskripsikan hal-hal yang terjadi selama proses tindakan dilakukan, sedangkan indikator keberhasilan produk dapat dikatakan berhasil apabila 75 % siswa sudah mencapai skor ≥ 40.

DAFTAR PUSTAKA

Pringgawidagda,Suwarna.2002.Strategi Penguasaan berbahasa.Yogyakarta : Adicita Karya Nusa.

SEPUTAR PIDATO


PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS BERITA MELALUI PENERAPAN STAD PADA SISWA SMP N 1 CURUP TENGAH
TAHUN AJARAN 2013/2014
Oleh : Ahmad Juanda

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Dengan kemampuan, keterampilan yang dimiliki di bidang bahasa setiap orang akan mampu mengarungi lajunya arus modernisasi dalam bidang komunikasi, dalam berbagai bentuk dan medianya.
Jika kita berbicara masalah informasi maka tidak mungkin dapat terlepas dari alat komunikasi. Alat komunikasi adalah bahasa. Komunikasi itu sendiri secara umum tampil dalam bentuk kalimat-kalimat sesuai kesepakatan masyarakat pemakai bahasa. Seseorang yang butuh informasi maka secara pasti dia akan mencari berita. Berita-berita tersebut sebagaimana di awal tertuang dalam berbagai bentuk sarana, prasarana dan media, baik berupa media cetak maupun elektronik. Disinilah dibutuhkan kejelian dan kemahiran seseorang untuk membongkar informasi-informasi yang terurai dalam bentuk kalimat-kalimat berita tersebut.
Berdasarkan ragam yang digunakan berita-berita tersebut dapat tersaji dalam bentuk lisan maupun tulisan. Ragam tulisan dan lisan bisa tersaji melalui media cetak maupun elektronik.
Sebelum timbulnya kemajuan teknologi di bidang komunikasi ini, banyak anggapan yang mengatakan bahwa media cetak dan elektronik masih berdiri sendiri-sendiri secara terpisah. Artinya informasi-informasi tertulis hanya dapat tersaji lewat media cetak seperti koran, majalah, buku-buku, prasasti dan lain-lain. Namun akhir- akhir ini dikotomi semacam itu sudah tidak dapat dibenarkan lagi.
Dalam proposal ini penulis tidak akan banyak bebicara tentang hal tersebut. Yang diutamakan adalah bagaimana usaha-usaha yang dapat dlakukan oleh para pendidik dalam meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memahami informasi khususnya informasi tertulis dan menuangkannya kembali dalam bentuk kalimat- kalimat berita.
Menulis sebagaimana halnya keterampilan berbahasa yang lain, merupakan suatu proses perkembangan yang terkait juga dengan tingkat kematangan. Selain itu keterampilan menulis sangat terkait dengan pengalaman, waktu, kesempatan dan latihan-latihan. Terkait dengan fungsinya sebagai alat komunikasi tertulis maka tulisan-tulisan itu akan sangat bermanfaat jika dapat memberikan informasi kepada orang lain (pembaca). Oleh karena itu dibutuhkan tulisan-tulisan yang baik. Morris dalam Tarigan menjelaskan bahwa tulisan yang baik merupakan komunikasi pikiran dan perasaan yang efektif dan tepat guna.
Jika berbicara informasi maka tidak mungkin terlepas dari kalimat berita. Oleh karena itu bagian tersebut harus benar-benar dilatihkan sejak dini. Sekolah dasar dalam hal ini harus benar-benar berupaya optimal guna membina kemampuan siswa. Pembinaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik dengan cara mengungkapkan langsung berita-berita terbaru yang mungkin pernah didengar siswa melalui berbagai sumber, maupun dengan menugaskannya membaca berita-berita surat kabar lalu menulis kembali intisari dari berita tersebut.
Pada kenyataannya pengajaran menulis di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Curup Tengah khususnya kelas VII B mengalami banyak kendala, baik yang berasal dari dalam maupun luar diri siswa. Kendala yang berasal dari dalam diri siswa dapat berupa masih kurangnya kemampuan siswa dalam mengolah kata-kata menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraph, dan paragraph menjadi wacana. Selain itu para siswa penulis temukan masih ada ada siswa yang tidak berani atau ragu untuk menulis dengan menggunakan bahasanya sendiri karena siswa ragu untuk menentukan bagaimana harus memulai menulis. Begitu juga dalam penggunaan kosa katabanyak kata-kata yang di tulis secara berulang apalagi menulis dalampenggunaan kataganti, banyak yang menggunakan kata ganti yang berbeda padahal yang dimaksudkan adalah tokoh yang sama.
Adapun alasan lain dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menulis berita di kelas VII khususnya kelas VII B yang memiliki daya serap berupa nilai rata-rata ketuntasan 6,0 setara dengan KKM (6,0).
Sehubungan dengan hal di atas penulis beramsumsi bahwa salah satu langkah yang dapat ditempuh dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami dan menulis kembali pokok – pokok berita adalah melalui metode diskusi model Student Teams Achievement Divisions (STAD). Metode tersebut dianggap dapat membantu proses pembelajaran yang lebih aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (pembelajaran PAIKEM). Dengan demikian diharapkan hasil yang diperoleh lebih baik dan memuaskan.
Rumusan Masalah
Mengacu dari pemaparan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana penerapan model STAD untuk peningkatan kemampuan menulis berita siswa kelas VII SMP N I CURUP TENGAH Tahun Ajaran 2013/2014?
Hipotensis Penelitian / Tindakan
Berdasarkan permasalahan di atas hipotensis tindakan dalam penelitian ini adalah “ jika diterapkan pembelajaran kooperatif model student teams achievement divisions dalam menulis berita dapat dilaksanakan secara optimal, maka hasilnya akan meningkat.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis berita di kelas VII B SMP N 1 CURUP TENGAH tahun pelajaran 2013/2014 dengan menggunakan pendekatan kooperatif model student teams achievement divisions (STAD).

Manfaat Penelitian
Manfaat dari kegiatan penelitian tindakan kelas ini adalah :
Bagi siswa
Meningkatkan minat siswa terhadap pembelajaran menulis berita
Meningkatkan pengetahuan siswa tentang cara menulis berita
Meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran menulis berita
Bagi Guru
Dapat dijadikan pedoman dalam memperbaiki strategi pembelajaran melalui optimalisasi penggunaan keterampilan bimbingan kelompok diskusi, baik kelompok maupun diskusi kelas.
Sebagai motivasi untuk menemukan dan menggunakan variasi baru tentang penggunaan metode.
Bagi Sekolah
Dapat meningkatkan kualitas pendidikan melalui hasil yang diperoleh siswa setelah selesainya proses pembelajaran.
Dapat dijadikan acuan oleh teman sejawat dalam melakukan pembelajaran yang sejenis.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pendekatan
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsipirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Pendekatan Kooperatif
Ada beberapa definisi tentang pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan dalam Nur Asma ( 2006 : 3 ).
Slavin ( 1995 : ) mendefinisikan belajar kooperatif sebagai berikut bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama, saling menyumbang pemikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok.
Artzt dan Newman ( 1990 : 448 ) mendefinisikan belajar kooperatif adalah suatu pendekatan yang mencakup kelompok kecil dari siswa yang bekerja sama sebagai suatu tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau menyelesaikan suatu tujuan bersama.
Davidson dan Krolt ( 1991 : 262 ) mendefinisikan belajar kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung dilingkungan belajar siswa dalam kelompok kecil yang saling berbagi ide-ide dan bekerja secara kolaboratif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada dalam tugas mereka.
Cooper ( 1999 ) dan Heinich ( 2002 ) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif sebagai metode pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan-tujuan dan tugas-tugas akademik bersama, sambil bekerjasama belajar keterampilan-keterampilan kolaboratif dan sosial. Anggota-anggota kelompok memiliki tanggung jawab dan saling bergantung satu sama lain untuk mencapai tujuan yang bersama .
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dikatakan bahwa belajar kooperatif mendasarkan pada suatu ide bahwa siswa bekerjasama dalam belajar kelompok dan sekaligus masing-masing bertanggung jawab pada aktivitas belajar anggota kelompoknya, sehingga seluruh anggota kelompok dapat menguasai materi pelajaran dengan baik.
Pembelajaran kooperatif menekankan kerjasama antara siswa dalam kelompok. Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami suatu konsep jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temanya. Banyak anggota suatu kelompok dalam belajar kooperatif, biasanya terdiri dari empat sampai enam orang dimana anggota kelompok yang terbentuk diusahakan heterogen berdasarkan kemampuan akademik, jenis kelamin, dan etnis.
Kegiatan siswa dalam belajar kooperatif antara lain mengikuti penjelasan guru secara aktif, menyelesaikan tugas-tugas dalam kelompok, memberikan penjelasan kepada teman sekolompoknya, mendorong teman kelompoknya untuk berpartisipasi secara aktif, dan berdiskusi. Agar kegiatan siswa berlangsung dengan baik dan lancar diperlukan keterampilan-keterampilan khusus, yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi dan pembagian tugas antara anggota kelompok.
Dalam belajar kooperatif, kelompok belajar yang mencapai hasil belajar maksimal diberikan penghargaan. Pemberian penghargaan ini adalah untuk merangsang munculnya dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Slavin ( 1995 : 16 ) menyatakan bahwa pandangan teori motivasi pada belajar kooperatif terutama difokuskan pada penghargaan atau struktur-struktur tujuan dimana siswa beraktivitas.
Pendekatan Kooperatif Model Students Teams Achivement Divisions ( STAD ).
Model pembelajaran Students Teams Achivement Divisions ( STAD ) dirancang dan dilakukan untuk pertama kali oleh Robert slavin dkk. Model STAD ini merupakan salah satu model yang paling sederhana dan merupakan salah satu model yang banyak digunakan dalam pembelajaran kooperatif. Model pembelajara STAD tersebut menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa dalam 1 kelompok. Setiap kelompok merupakan kombinasi atau campuran dari kemampuan akademik yang berbeda, sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa yang berprestasi tinggi, sedang, dan rendah atau variasi jenis kelamin, kelompok ras dan etnis, atau kelompok social lainnya.
Kegiatan pembelajaran model STAD terdiri dari tujuh tahap yaitu :
Persiapan pembelajaran.
Penyajian materi.
Belajar kelompok.
Pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok
Siswa mengerjakan soal-soal tes
Pemeriksaan hasil tes
Penghargaan kelompok.
Keterampilan Berbahasa
Keterampilan berbahasa mencakup empat segi yaitu :
Keterampilan mendengarkan / menyimak :
Keterampilan berbicara :
Keterampilan membaca :
Keterampilan menulis :
Menulis
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Menunjukkan keheterogenan baik dari segi kemampuan, jenis kelamin, atau perbedaan-perbedaan lainnya.
Berdasarkan uraian dalam pendapat diatas peneliti dalam PTK ini akan membagi siswa dalam kelompok-kelompok. Selanjutnya langkah-langkah pembelajaran akan berlangsung melalui diskusi kelompok dan diskusi kelas dibawah bimbingan dan arahan dari guru.
Membaca
Pelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar pada garis besarnya terdiri dari pembelajaran membaca dan menulis. Pelajaran membaca terdiri dari membaca permulaan dan membaca lanjut ( membaca pemahaman ). Membaca lanjut meliputi membaca lancar, membaca cepat, membaca memindai dan membaca teknik atau membaca dengan intonasi ( Tarigan, 1979 : 30 ).
Menulis
Menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambing-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambing-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik tersebut ( Tarigan, 2008 : 22 ).
Menurut Tampubolon menulis merupakan suatu keterampilan bahasa yang dipergunakan dalam berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain ( 1989 : 35 ).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Seting Penelitian
Penelitian tindakan kelas ( PTK ) ini akan dilaksanakan di kelas VII B SMP N 1 CURUP TENGAH, semester II Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan jumlah siswa 23 orang, terdiri dari siswa laki-laki 14 orang dan perempuan 9 orang.
3.2 Variabel yang diteliti
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah:
Faktor Guru
Terampil menyusun RPP dan mampu menerapkannya dalam pembelajaran.
Faktor siswa
Meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis isi berita melalui tehnik belajar kelompok dan diskusi.
Cara Pemecahan Masalah
Merancang RPP sesuai dengan kerangka teori yang ditetapkan.
Menganalisis hasil pelaksanaan pembelajaran.

Rencana Tindakan Kelas
Penelitian ini dirancang menggunakan 2 siklus. Setiap siklus meliputi perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Selain itu dalam penelitian ini, siklus pertama akan dijadikan sebagai acuan untuk melakukan perbaikan pada siklus kedua.
Data dan Cara Pengambilannya.
Data yang akan terkumpul berupa data hasil observasi mengenai data persiapan sekaligus penerapan pembelajaran yang dilakukan guru. Data siswa berupa hasil belajar siswa dari kedua siklus yang akan dilaluinya dalam pembelajaran.
Indikator Kinerja.
Yang akan dijadikan acuan dalam menentukan keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah jumlah atau persentase siswa yang memperoleh nilai minimal sesuai dengan KKM yang ditetapkan di kelas tersebut. Dengan demikian maka jenis datanya berupa data deskriptif kualitatif.

DAFTAR PUSTAKA

Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1991
Moh. Nazir. Ph. D, Metode Penelitian (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 2003

PENINGKATAN KEMAMPUAN APRESIASI DRAMA SISWA KELAS KELAS X SMA NEGERI PUTRI HIJAU KABUPATEN BENGKULU UTARA TAHUN AJARAN 2012/2013 MELALUI MEDIA FILM
Oleh: Bekti Satiani
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dianggap sebagai sebuah kesatuan yang “pincang”. Pembelajaran sastra terkadang dikesampingkan oleh tenaga pengajar maupun pebelajar. Rendahnya gairah pebelajar terhadap sastra hingga kini masih diperbincangkan oleh pengamat sastra. Pebelajar kurang berminat terhadap sastra disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Djoddy (dalam Sutrisna, 2011:3) ada tiga permasalahan sastra yang nyata ditemukan. Pertama, pelajar kita mulai kehilangan kepekaan terhadap persoalan-persoalan moral, agama, dan budi pekerti. Kedua, situasi pembelajaran sastra di sekolah belum sepenuhnya mampu membangkitkan minat dan gairah siswa untuk belajar apresiasi sastra secara total dan intensi. Ketiga, tugas ganda guru bahasa Indonesia (mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia). Oleh karena itu, perbaikan terhadap pembelajaran sastra perlu dilakukan oleh guru.
Proses pembelajaran yang masih dilaksanakan oleh guru dengan metode ceramah yang membuat kondisi pembelajaran seperti ini justru membuat siswa semakin “tenggelam” dalam kepasifan. Mereka belajar tidak lebih dari rutinitas, bukan suatu kebutuhan sehingga kurang tertantang terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar. Siswa cenderung belajar secara individual, menghafal konsep-konsep yang abstrak dan teoritis.
Sistem pembelajaran yang masih terpusat pada guru (teacher center) tersebut, akhirnya membuat siswa kurang mampu mengembangkan kreativitasnya, sebab jarang berkesempatan untuk berlatih memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat. Di samping itu, pola pembelajaran yang demikian akan membiasakan siswa pasif, hanya menerima tanpa pernah memberi. Siswa cenderung kurang bergairah, kurang bersemangat, kurang tertarik, atau kurang berminat dalam mengikuti pembelajaran. Keadaan pembelajaran yang demikian, tentunya tidak akan dapat menopang percepatan pencapaian kompetensi dasar pembelajaran yang telah ditentukan, khususnya kompetensi atau kemampuan memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi , dan ekspresi yang tepat.
mengajar, maka makin tinggi kualitas proses belajar itu.
Perlu diketahui bahwa apresiasi sastra dapat digunakan sebagai sarana pendidikan moral. Hal tersebut disebabkan adanya pesan-pesan moral yang selalu terkandung dalam karya sastra. Pesan-pesan moral tersebut sengaja disajikan oleh pengarang agar pembaca merasa bermakna setelah membaca karya sastra. Megawati (2010:1) mengemukakan bahwa sastra menceritakan persoalan-persoalan kehidupan seperti moral, pendidikan dan mental. Lebih lanjut, Suaka (2004:97) mengemukakan bahwa pengajaran sastra bermaksud membina dan mengembangkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai sosial, etika, moral dan budaya. Interpretasi kehidupan pengarang tertuang dalam karya sastra sehingga pembaca akan menginterpretasikan kembali pandangan pengarang tentang kehidupan sesuai dengan kehidupan pada kenyataannya. Pendidikan moral jika diperhatikan belakangan ini dianggap masih kurang. Pernyataan tersebut terlontarkan karena banyak sekali fenomena-fenomena buruk yang terjadi dalam dunia pendidikan.
Karya sastra pada umumnya menceritakan kenyataan hidup dalam bentuk artistik sehingga kehadirannya mempunyai arti tersendiri bagi si pembaca atau si penikmatnya. Menurut Semi (1984: 2) Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
Drama sebagai karya sastra tidak terlepas dari pembicaraan di atas. Dalam drama, masalah kehidupan dan kemanusiaan yang dikemukakan biasanya tidaklah terlepas dari aspek-aspek sosial masyarakat dalam hubungan manusia dengan manusia lainnya. Drama juga menyajikan aspek-aspek perilaku manusia terhadap jenisnya dalam kaitannya dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Drama, sebagai suatu genre sastra mempunyai kekhususan dibandingkan dengan genre sastra lain, layaknya piuisi dan fiksi. Kekhususan drama disebabkan tujuan drama ditulis oleh pengarangnya tidak hanya berhenti sampai pada tahap pembeberan peristiwa untuk dinikmati secara artistik imajenatif oleh pembacanya, melainkan juga harus dilanjutkan pada sebuah pementasan secara visual di atas panggung pertunjukkan. Kekhususan drama inilah yang menjadikan drama sebagai genre sastra yang berorientasi pada seni pertunjukkan dibanding genre sastra lain.
Berdasarkan hal tersebut, siswa membutuhkan media pembelajaran yang tepat dan sesuai dalam meningkatkan kemampuan apresiasi drama siswa SMA melalui media film . Media pembelajaran yang relevan adalah melalui media film.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana cara meningkatkan peningkatan kemampuan apresiasi drama siswa kelas kelas X SMA Negeri Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara Tahun Ajaran 2012/2013 Melalui media film

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
meningkatkan kemampuan apresiasi drama siswa kelas X SMA Negeri Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara Tahun Ajaran 2012/2013 melalui media film .
mendeskripsikan aktivitas siswa dalam pembelajaran mengapresiasi drama dengan penggunaan media film .
mendeskripsikan kemampuan siswa dalam Mengapresiasi drama dengan penggunaan media film
mendeskripsikan respons siswa terhadap penggunaan media film dalam pembelajaran drama.

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat antara lain:
Manfaat Teoretis
Penggunaan media menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas dan partisipasi siswa dalam pembelajaran.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi guru bidang studi Indonesia dalam upaya peningkatan pembelajaran apresiasi drama lebih inovatif dan efektif.
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukainformasi untuk memperdalam pemahaman dan wawasan teori langkah-langkah penggunaan metode pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar, sediharapkan hambatan-hambatan dapat diatasi.
Manfaat Praktis
Bagi siswa
Dengan menggunakan pendekatan metode kooperatif jigsaw dalam pembelajaran apresiasi drama, siswa akan menjadi lebih antusias dan bersemangat selama proses pembelajaran drama, serta membantu siswa meningkatkan kemampuan apresiasi drama, sehingga siswa lebih mudah memerankan tokoh drama dengan lafal, intonasi, dan ekspresi yang tepat.
Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi guru bahasa tentang penerapan pembelajaran kooperatif dan mengembangkan pembelajaran apresiasi drama dengan penggunaan metode pembelajaran yang inovatif. Selain itu, guru juga berperan sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa.
Bagi Peneliti
Menambah pengalaman peneliti dalam penelitian mengenai pembelajaran terutama dalam pembelajaran apresiasi drama, serta dapat melakukan kajian-kajian lebih lanjut untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran apresiasi drama melalui media film.

1.5 Defenisi Istilah
Kemampuan
Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti sanggup .Kemampuan yang dalam kaitannya dengan penelitian ini adalah sebagai suatu kesanggupan siswa dalam melakukan suatu hal .
Apresiasi drama
Apresiasi drama berkaitan dengan kegiatan yang ada sangkut pautnya dengan drama, yaitu mendengar dan berakting dengan penuh penghayatan yang sungguh-sungguh

BAB II
LANDASAN TEORI
Pengertian Drama
Drama secara harfiah berasal dari bahasa Yunani “Dromai” yang berarti berbuat atau bertindak,breaksi, dan sebagainya dan “drama” berarti Perbuatan dan Perbuatan tindakan .(RMA.Harmawan,1988:1)
Menurut Wood dan Attfield, 1996 (dalam Sariana, 2010:60) Drama adalah proses lakon sebagai tokoh dalam peran, mencontoh, meniruh gerak pembicaraan perseorangan, menggunakan secara nyata dari perangkat yang dibayangkan, penggunaan pengalaman yang selalu serta pengetahuan, karakter dan situasi dalam suatu lakuan, dialog, monolog, guna menghindarkan peristiwa dan rangkaian cerita cerita tertentu.
Benhart (dalam Taringan, 1984: 7) menyetakan bahwa drama adalah suatu karangan dalam prosa atau puisi yang disajikan dalam dialog atau pantomi, suatu cerita yang mengandung konflik atau kontras seorang tokoh, terutama sebagai suatu cerita yang diperuntukkan buat dipentaskan di panggung dramatik.

Kemampuan Apresiasi Drama
Kemampuan
Kemampuan atau kompetensi adalah suatu keterampilan untuk mengeluarkan sumber daya internal atau bakat dalam diri seseorang yang dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Kemampuan atau kompetensi diartikan sebagai suatu pengetahuan, keterampilan, dan nilainilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak (Depdiknas., 2003: 5). Pada hakikatnya setiap siswa pasti memiliki kemampuan atau kompetensi yang ada sejak lahir. Kemampuan terus berkembang dan berproses sesuai dengan bertambahnya usia seseorang. Namun, kemampuan ini tidak akan berkembang dengan baik kalau tidak disertai dengan usaha yang terus menerus. Sesuai dengan hal tersebut, E. Mulyasa (2007: 215) menegaskan bahwa kompetensi yang harus dipelajari dan dimiliki peserta didik perlu dinyatakan sedemikian rupa agar dapat dinilai, sebagai wujud hasil belajar yang mengacu pada pengalaman langsung.
Kemampuan dapat juga diartikan sebagai suatu kompetensi seseorang dalam penguasaan suatu aspek keterampilan, misalnya aspek keterampilan mendengarkan, membaca, berbicara, dan menulis. Menurut E. Mulyasa (2007: 215) setiap kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiaaan berpikir dan bertindak (thingking sklill). Kemampuan apresiasi berarti kemampuan seseorang yang diwujudkan dalam penguasaan keterampilan seseorang untuk mengapresiasi. Kemampuan mengapresiasi dapat juga berarti mampu memahami dan memaknai suatu hal yang dihadapi dalam hidup sesuai dengan pola pikir dan sikap untuk belajar.
Pengertian Apresiasi
Istilah apresiasi berasal dari bahasa Latin apreciato yang berarti ”mengindahkan” atau ”menghargai” (Aminuddin, 1991: 34). Dalam bahasadalam bahasa Indonesia memiliki makna yang sejajar dengan kata apreciatio dan apreciation (Inggris) tersebut. Apresiasi sastra berarti berusaha menerima karya sastra sebagai sesuatu yang layak diterima, dan menerima nilai-nilai sastra sebagai suatu kebenaran.
Imam Syafi’i (1993: 10) memberikan batasan mengenai apresiasi sastra, yaitu kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga timbul pengertian, penghargaan, kepekaan pada cipta sastra tersebut. Senada dengan pendapat di atas, Yus Rusyana (1982: 7) mendefinisikan apresiasi sastra sebagai pengenalan dan pemahaman yang tepat terhadap nilai karya sastra, kegairahan, serta kenikmatan yang timbul sebagai akibat dari semua itu. Lebih lanjut, Aminuddin (1991: 35) menjabarkan bahwa kegiatan apresiasi dapat tumbuh dengan baik apabila pembaca mampu menumbuhkan rasa akrab dengan teks sastra yang diapresiasinya, menumbuhkan sikap sungguh-sungguh serta melaksanakan kegiatan apresiasi itu sebagai bagian dari hidupnya, sebagai suatu kebutuhan yang mampu memuaskan rohaninya.
Penulis dapat menyimpulkan mengenai pengertian apresiasi drama berdasarkan pengertian yang telah diuraikan di atas, yaitu suatu kegiatan menggauli karya sastra dengan cara memahami, menghayati, menikmati, dan menghargai nilai-nilai luhur karya sastra sehinga menumbuhkan penghargaan atas karya sastra khususnya drama sebagai sesuatu yang layak diterima.
.
Penggunaan Media film untuk Apresiasi Drama
Definisi film adalah sarana yang sangat menyenangkan bagi masyarakat . tidak hanya film juga menjadi media yang disenangi semua kalangan untuk mendapatkan ilmu dan wawasan serta menjadi sarana yang efektif untuk proses pembelajaran.
Menurt ( wibowo.dkk,2006:196) mengatakan bahwa film juga merupakan medium ekspresi artistik sebagai alat bagi para seniman dan insan perfilman dalam rangka mengutarakan gagasan –gagasan dan ide cerita . secara esensial dan subtensial film memiliki power yang akan berimplikasi terhadap komunikasi masyarakat .
Efendy ( 2000:201) juga berpendapat bahwa film adalah gambaran teatrikal yang dproduksikan secara khusus untuk diproduksikan di gedung-gedung bioskop dan televisi atau sinetron yang dibuat khususu untuk siaran televisi .
Siswa membutuhkan media pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran drama. Media pembelajaran yang relevan dengan keterampilan drama adalah media film. Film merupakan primadona bagi para pembuat film indepeden. Film juga memberikan ruang gerak ekspresi yang lebih leluasa,yang penting ide dan pemanfaatan media komunikasinya dapat berlangsung efektif. Ditilik dari segi durasinya, film digunakan sebagai media dalam pengajaran drama di SMA.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMA Negeri 1 Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara.Subjek Penelitian ini adalah siswa Kelas X SMA Negeri 1 Putri Hijau . Penelitian dilaksankan dalam kurun waktu 3 bulan yaitu dari Desember 2013 samapai dengan April 2014 , yang meliputi semua kegiatan penelitian dari penemuan masalah hingga pelaporan .
Tabel 1. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Bulan
Desember Januari Februari Maret April
1. Persiapan survei awal sampai penyusunan proposal x x–
2. Menentukan informan, menyiapkan peralatan dan instrumen –xx xx–
3. Pengajuan surat izin penelitian ke sekolah –xx
4. Pengumpulan data Pelaksanaan Siklus I Pelaksanaan Siklus II Pelaksanaan Siklus III
xx- –
-xx

xx–
5. Analisis data –xx
6. Penyusunan Laporan xxx Xxxx

Metode Peneliatian
Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif . yang merupakan cara yang teratur untuk mencapai maksud , cara kerja yang bersistemuntuk memudahkan suatu pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditentukan.

Teknik Pengumpulan data
Untuk mendapatkan data yang valid dibutuhkan suatu teknik dalam pelaksanan pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Observasi, digunakan untuk mengamati secara langsung pada objek penelitian, yaitu proses pembelajaran drama melalui media Film kelas X SMA Negeri Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara Tahun Ajaran 2012/2013. Peneliti terjun langsung dalam pelaksanaan observasi.
2. Wawancara, wawancara adalah tanya jawab secara langsung dengan responden untuk mendapatkan jawaban atau data yang diperlukan. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan terhadap guru dan siswa untuk menggali informasi guna memperoleh data yang berkenaan dengan aspek pembelajaran, penentuan tindakan dengan respons yang timbul akibat dari tindakan yang telah dilakukan.
3. Tes, metode tes digunakan untuk mengumpulkan data kemampuan apresiasi drama siswa berupa unjuk kerja siswa yang berfungsi untuk mengetahui perkembangan atau keberhasilan tindakan yang telah dilakukan.
4. Dokumentasi, dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mencatat setiap arsip dan dokumen yang berhubungan dengan proses pembelajaran apresiasi drama melalui media film di kelas X SMA Negeri Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara Tahun Ajaran 2012/2013. Data dokumentasi merupakan data yang akurat dan dapat dianalisis secara berulang-ulang tanpa mengalami perubahan.
3.5 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah :
Variabel Input
Kehadiran,Aktifitas siswa ,keaktifan siswa dalam proses embelajaran,sumber belajar dan prosedur evaluasi
Pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran
Variabel Proses
Penggunaan media film yang dapat digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran mengapresiasi drama dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Gaya bertanya guru,memberikan pertanyaan sesuai tingkat kesulitan siswa .jika siswa belum paham dengan pertanyaan guru ,guru mengubah pertanyaan dalam bentuk sederhana yang mudah dipahami oleh siswa .
Variabel Output
Peningkatan kemampuan sisawa dalam mengapresiasikan drama .

3.6 Teknik analisis data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kritis. Teknik tersebut mencakup kegiatan untuk mengungkap kelemahan dan kelebihan kinerja guru dan siswa dalam proses belajar-mengajar yang terjadi di dalam kelas selama penelitian berlangsung. Hasil analisis tersebut kemudian sebagai dasar untuk menyusun rencana tindakan berikutnya sesuai siklus yang ada. Analisis dilakukan bersamaan dan atau setelah pengumpulan data (Sarwiji Suwandi, 2010: 70).

3.7 Indikator Ketercapaian Tujuan Pembelajaran
Indikator yang ingin dicapai dalam penelitian apresiasi drama dengan penerapan metode kooperatif jigsaw, yaitu kualitas pembelajaran dilihat dari segi proses dan segi hasil. Proses pembelajaran dikatakan berhasil jika seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagaian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, sosial selama proses pembelajaran. Selain itu, siswa juga menunjukkan kegairahan dan semangat yang tinggi terhadap pembelajaran. Dilihat dari segi hasil pembelajaran dikatakan berhasil jika seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagaian besar (75%) siswa mengalami perubahan positif dan output yang bermutu tinggi serta mendapat ketuntasan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Menurut Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati (1993 : 8), indikator yang dijadikan sebagai tolak ukur bahwa suatu proses pembelajaran dapat dikatakan berhasil apabila daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi dan perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran telah dicapai siswa baik individu maupun kelompok.
Kualitas proses yang diukur dalam penelitian ini meliputi keaktifan siswa selama apersepsi, keaktifan dan perhatian selama pelajaran, serta minat dan motivasi siswa saat kegiatan pembelajaran, sedangkan kualitas hasilnya adalah kemampuan siswa dalam mengapresiasi drama. Siswa dikatakan berhasil (tuntas) dalam mengapresiasi drama, jika mendapatkan nilai  70 dan siswa yang mendapatkan nilai di bawah 70 dinyatakan belum tuntas (KKM yang ditetapkan adalah  70). Berdasarkan hal tersebut maka indikator dalam penelitian ini dirumuskan seperti pada Tabel berikut. .

Tabel Indikator Ketercapain Tujuan Pembelajaran
Aspek
Yang Diukur Persentase Pencapaian
pada Siklus Akhir Cara mengukur
Ketepatan menentukan
unsur-unsur intrinsik dalam drama 75% Diamati dan dianalisis dari hasil pekerjaan peserta didik mulai dari prasiklus sampai siklus terakhir
Siswa tidak malu
memerankan tokoh drama di depan kelas
75% Diamati saat pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi oleh peneliti dengan mengamati siswa ketika memerankan tokoh drama di depan kelas.
Siswa mampu melafalkan

dialog tokoh drama dengan lafal dan intonasi
yang tepat 75% Diamati saat pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi oleh peneliti dengan mengamati siswa ketika melafalkan dialog drama dengan lafal dan intonasi sesuai dengan karakter tokoh.
Siswa mampu memerankan tokoh drama
dengan ekspresi yang tepat sesuai watak dan
karakter tokoh

75% Diamati saat pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi oleh peneliti dengan mengamati siswa ketika siswa memerankan tokoh drama dengan ekspresi yang tepat sesuai watak dan karaker tokoh.
Siswa Mampu mengapresiasi drama
dengan baik (menikmati, menghayati, dan
memahami) Diamati saat pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi oleh peneliti dengan mengamati siswa ketika siswa memerankan tokoh drama di depan kelas.
(Format diadaptasi dari Sarwiji Suwandi, 2010: 137)

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah rangkaian tahapan penelitian dari awal hingga akhir. Prosedur dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK) meliputi: persiapan, studi/survei awal, pelaksanaan siklus, dan penyusunan laporan. Pelaksanaan siklus meliputi kegiatan sebagai berikut: (1) perencanaan tindakan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi dan interpretasi; dan (4) analisis dan refleksi. Berikut ini adalah gambaran singkat mengenai tahapan penelitian yang dilaksanakan.

Siklus I

siklus II

Gambar 2. Siklus Penelitian Tindakan Kelas

Perencanaan Tindakan
Berdasarkan hasil identifikasi dan penetapan masalah peneliti dan guru kemudian berdiskusi untuk menemukan alternatif. Alternatif yang disepakati antara peneliti dan guru adalah penerapan metode Peningkatan kemampuan apresiasi Drama melalui film dalam pembelajaran apresiasi drama. Pada tahap ini peneliti menyajikan data yang telah dikumpulkan kemudian bersama guru menentukan solusi yang tepat berdasarkan masalah yang dihadapi. Tahap perencanaan tindakan meliputi:
Membuat skenario pembelajaran.
Mempersiapkan sarana pembelajaran.
Mempersiapkan instrumen penelitian.
Mengajukan solusi alternatif berupa penerapan metode Peningkatan kemampuan apresiasi Drama melalui film
Pelaksanaan Tindakan
Tindakan dilakukan dalam pembelajaran apresiasi drama dengan menerapkan metode kooperatif jigsaw. Dalam setiap tindakan yang dilakukan selalu diikuti dengan kegiatan pengamatan dan evaluasi serta analisis dan refleksi. Pada tahapan ini, peneliti mengadakan pengamatan apakah tindakan yang telah dilakukan dapat mengatasi masalah yang ada. Selain itu, pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data yang nantinya diolah untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
Observasi
Observasi ini dilakukan dengan mengamati dan menginterpretasikan aktivitas penerapan metode kooperatif jigsaw dalam pembelajaran apresiasi drama. Dalam kegiatan ini, peneliti berperan sebagai partisipan pasif. Maksudnya, peneliti berada dalam lokasi penelitian tetapi tidak berperan aktif. Peneliti hanya mengamati dan mencatat segala aktivitas yang dilakukan oleh guru dan siswa pada saat pembelajaran apresiasi drama. Setelah itu, peneliti mengolah data untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan kualitas hasil dan proses pembelajaran apresiasi drama dengan penerapan metode Peningkatan kemampuan apresiasi Drama melalui film , juga untuk mengetahui kelemahan yang mungkin muncul.
Analisis dan Refleksi
Tindakan ini dilakukan dengan menganalisis atau mengolah data hasil observasi dan interpretasi sehingga diperoleh kesimpulan bagian yang perlu diperbaiki dan bagian mana yang sudah mencapai tujuan penelitian. Dalam melakukan refleksi, peneliti bekerjasama dengan guru sebagai kolaborator. Selain itu, peneliti dengan guru juga mengadakan diskusi untuk menentukan langkah-langkah perbaikan (solusi pemecahan masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan yang telah dilakukan). Setelah itu ditarik kesimpulan terhadap penelitian yang telah dilakukan berhasil atau tidak sehingga berdasarkan kesimpulan tersebut peneliti dan guru dapat menetukan langkah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: CV Sinar Baru.
E. Mulyasa. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Harmawan,RMA, 1993. Drama Turqi.PT Remaja Rodas Karya, Bandung
Imam Syafi’i. 1993. Terampil Berbahasa Indonesia Petunjuk Guru Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud.
Megawati, Luh Sri. 2010. Peningkatan Kemampuan Menulis Naskah Drama dengan Penerapan Pembelajaran Kontekstual Tipe Pemodelan di Kelas XI Bahasa SMA Negeri 4 Singaraja. Skripsi (tidak diterbitkan). Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, FBS Undiksha.
Suaka, I Nyoman. 2004. Dinamika Kesusastraan Indonesia. Denpasar : Balai Bahasa Depdiknas. 2003. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar. Jakarta: Depdiknas
Yus Rusyana. 1982. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI SISWA KELAS VIII SMPN 1 KEPAHIANG MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF
Oleh: Oktari Sulastri
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Mata pelajaran Bahasa Indonesia mengenai menulis puisi termasuk mata pelajaran yang wajib dan memiliki arti strategi yang harus diikuti oleh seluruh siswa kelas VIII SMP 1 Kepahiang dan seluruh siswa yang lainnya di seluruh Indonesia. Pelajaran menulis puisi merupakan pelajaran yang penting dalam ranah kognitif, psikomotorik dan afektif dalam proses pembelajaran, proses kreatif siswa ini dalam menuliskan puisi tergantung kepada bagaimana guru mengajar, lingkungan yang memadai, model pembelajaran serta fasilitas lainnya yang mendukung efektif atau tidaknya suatu pembelajaran. Namun faktor lain yang sering ditemukan adalah siswa kurang berpartisipasi tehadap mata pelajaran bahasa Indonesia termasuk menulis puisi, masih sering siswa justru melakukan penjiblakan terhadap karya orang lain, kemudian juga ditemukan siswa yang pasif yaitu hanya duduk dan diam, karena tidak mempunyai ketertarikan terhadap mata pelajaran tersebut. Dengan persepsi yang negatif terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia tentang menulis puisi maka dapat diduga bahwa hasil belajar siswa SMP 1 Kepahiang kebanyakan tidak sesuai dengan potensi yang dimiliki siswa SMPN 1 Kepahiang.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan menulis siswa SMP N 1 Kepahiang diperlukan upaya pengembangan dengan memilih dan menerapkan model pembelajaran tertentu sekaligus dapat menghasilkan peningkatan hasil belajar siswa SMPN 1 Kepahing. Setelah mempelajari berdagai model pendidikan, maka secara hipotesis model pembelajaran yang kemungkinan dapat tercapainya tujuan pembelajaran. Model pembelajaran tersebut adalah pembelajaran kooperatif.
Menurut Gagne (1977) dalam Penelitian Tindakan Kelas (2013), untuk meningkatkan kualitas belajar sehingga hasil belajar dapat ditingkatkan dan dipertahankan, seorang tenaga pengajar perlu menyelaraskan fase belajar yang dialami pebelajar dengan peristiwa pembelajaran yang perlu dikondisikan oleh pengajar, sehingga setiap fase belajar dapat menghasilkan suatu aktivitas (proses belajar) yang maksimal dalam diri si belajar.
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan dimuka, maka dalam penelitian Tindakan Kelas ini peneliti memilih judul Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi Siswa Kelas VIII SMP 1 Kepahiang, Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Guru belum bisa memilih model pembelajaran yang cocok untuk materi menulis puisi
2. minat siswa terhadap materi menulis puisi masih rendah
3. kemampuan siswa dalam menulis pusi masih rendah
1.3 Batasan Masalah
Untuk lebih terarahnya penelitian ini maka penulis memberikan batasan masalah yaitu : pemilihan model pembelajaran yang tepat mempengaruhi peningkatan kemampuan menulis puisi.

1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
Apakah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi siswa SMPN 1 Kepahiang?
1.5 Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditetapkan di muka, maka tujuan PTK ini adalah:
Meningkatkan hasil belajar Siswa SMPN 1 Kepahiang mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan materi menulis puisi hingga mencapai nilai rata-rata kelas minimal “75” sebagai efek pembelajaran yang diciptakan guru.
Meningkatkan minat belajar sehingga mencapai kategori tinggi yang meliputi, kerja sama, partisipasi, gairah, dan semangat belajar siswa SMPN 1 Kepahiang sebagai efek sertaan.
1.6 Manfaat
Jika tujuan di atas tercapai, maka hasil PTK ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
Guru Bahasa Indonesia. Hasil PTK ini dapat menjadi masukan, menambah wawasan dan pengalaman serta memperkaya alternatif pilihan penerapan pembelajaran sehingga guru dapat memilih atau mengkombinasikan dengan model lain untuk kepentingan meningkatakn kemampuan menulis puisi oleh sisiwa.
Peneliti lain. Hasil PTK ini dapat menjadi bahan refleksi untuk melakukan PTK lebih lanjut pada setting kelas, lokasi, waktu dan subjek yang berbeda, sehingga keajegan pembelajaran kooperatif dapat dibuktikan secara empiris.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Variabel Masalah Yang Akan Dipecahkan
Menulis Puisi
Puisi adalah karangan bahasa yang khas memuat pengalaman yang disusun secara khas pula. Pengalaman batin yang terkandung dalam puisi disusun dari peristiwa yang telah diberi makna dan ditafsirkan secara estetik. Kekhasan susunan bahasa dan susunan peristiwa itu diharapakan dapat menggugah rasa terharu pembaca.
Puisi sebagai jenis sastra memiliki susun bahasa yang relatif lebih padat dibandingkan dengan prosa. Pemilihan kata atau diksi dalam cipta pusi dapat dikatakan sangat ketat. Kehadiran kata-kata dan ungkapan dalam puisi diperhitungkan dari perbagai segi: makna, kekuatan citraan, rima, dan jangkauan simboliknya. Oleh karena itu, kata-kata dalam puisi tidak semata-mata berfungsi sebagai alat penyampai gagasan atau pengungkap rasa, tetapi berfungsi sebagai bahan.
Mathew Arnold dalam DRS. B . P. Situmorang mengatakan puisi adalah satu-satunya cara yang paling indah, impressif dan yang paling efektif mendendangkan sesuatu “ (Poetry is simply the most beautiful, impressive, and widely effective mode of saying things).
Ralph Waldo Emerson dalam DRS. B . P. Situmorang mengatakan “puisi mengajarkan sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin” (Poetry teaches the enormous forces of a few words). Juga pendapatnya yang mengatakan : “ puisi merupakan usaha yang abadi untuk mengekspresikan jiwa sesuatu, untuk menggerakkan tubuh yang kasar dan mencari kehidupan serta sebab musabab yang menyebabkannya. “ (poetry is the perfectual endeavor to ekspress the spirit of the thing, to pass the brute body and search the life and reason which causes of it to exist.
I.A. Richard DRS. B . P. Situmorang mengatakan dua hal penting yang membangun puisi , yaitu hakekat puisi ( the nature of poetry) dan metode puisi (the method of poetry).hakekat puisi yaitu :
1. Sense= tema, arti. Setiap puisi pasti mengandung suatu pokok persoalan (subjec matter) yang hendak dikemukakannya
2. Felling = rasa. Yang dimaksud dengan feeling ialah sikap penyair terhadap subject matter atau pokok persoalan yang terdapat dalam puisinya.
3. Tone = nada, tone ialah sikap penyair terhadap pembaca atau terhadap penikmat karyanya pada umumnya.
4. Intention = Tujuan, intention ailah tujuan penyair dengan menciptakan sajak itu.
Untuk mencapai maksud seperti yang telah dikemukakan pada hakekat puisi maka penyair mempergunakan unsur-unsur berikut ini:
5. Diction = diksi, diksi adalah pilihan kata yang biasanya diusahakan oleh penyair dengan secermat dan seteliti mungkin, memilih kata yang benar-benar mengandung arti denotatif maupun dalam arti konotatif.
6. Imagery = daya- bayang, pembaca seperti merasai, mengalami, melihat sendiri dalam angannya apa yang dilukiskan oleh penyairnya. Untuk membangkitkan daya imagi yakni penggunaan gaya kiasan dan gayaa pelambang
7. The Concret Word = kata-kata yang konkrit. Konkrit ialah kata-kata yang jika dilihat secara denotatif tidak sama menurut kondisi dan situasi pemakaiannya.
8. Figuratif Language = pigura bahasa, gaya bahasa. Ialah cara yang dipergunakan oleh penyair untuk membangkitkan dan menciptakan imagery dengan mempergunakan gaya bahasa, gaya perbandingan, gaya kiasan, gaya pelambang sehingga makin jelas makna atau lukisan yang hendak dikemukakannya.
Rhythm dan Rima , rhythm ialah irama dan rima adalah persamaan bunyi, yang merupakan totalitas tinggi rendahnya suara, panjang pendek suara, cepat lambatnya suara waktu membaca atau mendeklamasikan sajak.

B. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Isjoni (2009:14) mengemukakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis”. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Pada pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Pada dasarnya, proses pembelajaran yang terjadi melibatkan siswa dari latar belakang yang berbeda-beda, mulai dari warna kulit, agama bahkan dari tingkat kemampuan berpikir dan gaya belajar mereka. Untuk itu seorang guru harus pandai melihat perbedaan-perbedaan karakterisitik di setiap melakukan proses belajar mengajar. Johson, dkk (Miftahul Huda 2011:13) mengemukakan bahwa “Pengalaman pembelajaran kooperatif ternyata lebih diminati oleh siswa-siswa yang heterogen, siswa-siswa yang berasal dari kelompok etnik yang berbeda, baik yang cacat maupun noncacat”. Sedangkan Iskandar (2009:126) mengemukakan bahwa “pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antar siswa untuk menghindariketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan”. Model pembelajaran kooperatif sangat membantu tugas dari seorang guru dalam menyampaikan materi yang akan dibawakan karena pembelajaran kooperatif mengharuskan melakukan interaksi antar teman sejawatnya untuk melakukan atau menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Secara historis pembelajaran kooperatif bermula dari paham konstruktivisme dimana siswa saling membantu dari awal untuk menemukan hingga memahami setiap materi-materi yang diberikan oleh guru. Pembelajaran kooperatif dapat menguntungkan bagi siswa yang tingkat kemampuan rendah ataupun berprestasi rendah begitupun yang tingkat kemampuan tinggi atau berprestasi tinggi yang mengerjakan tugas akedemik bersama-sama. Mereka atau siswa yang berprestasi tinggi mengajari teman-temannya yang berprestasi yang lebih rendah, sehingga memberikan bantuan khusus dari sesama teman yang memiliki minat dan bahasa berorientasi kaum muda yang sama. Dalam prosesnya, mereka yang berprestasi lebih tinggi juga memperoleh hasil secara akademik karena bertindak sebagai tutor menuntut untuk berpikir lebih mendalam tentang hubungan diantara berbagai ide dalam subjek tertentu.
a. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif adalah benar bahwa dalam setiap model pembelajaran mempunyai karakteristik tersendiri yang membedakannya. Menurut Lundgren (Isjoni,2009:16) unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1) pebelajar dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan; 2) pebelajar memiliki tanggung jawab terhadap pebelajar lainnya dalam kelompok, di samping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi ; 3) pebelajar haruslah berpandangan bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama ; 4) pebelajar haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya; 5) pebelajar akan diberikan evaluasi atau penghargaan. yang akan berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok ; 6) pebelajar berbagi kepernimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya ; 7) pebelajar akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani di dalam kelompoknya.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat dikemukakan bahwa ciri ciri atau karakteristik dari pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
1) kelompok dibentuk dari pebelajar yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah,
2) jika memungkinkan, setiap anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang berbeda, 3) pebelajar belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi, 4)penghargaan lebih berorientasi kelompok dari pada individu.

b. Fase Model Pembelajaran Kooperatif
Fase pertama dalam pembelajaran kooperatif ditandai dengan adanya 6 (enam) fase. Pelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran disertai dengan memberikan motivasi kepada siswa. Pada Fase ini diikuti dengan penyampaian informasi, biasanya dalam bentuk materi (materi bacaan), selanjutnya siswa dikelompokkan dalam tim belajar. Pada fase ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka.
Fase terakhir dalam model pembelajaran kooperatif adalah mempresentasikan hasil dari kerja kelompok atau evaluasi tentang materi yang telah dipelajari dan guru memberikan penghargaan terhadap usaha yang telah dilakukan oleh kelompok ataupun individu (Arnidah:2009.

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi pebelajar Pembelajar menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi pebelajar belajar
Fase 2
Menyajikan informasi Pembelajar menyajikan informasi kepada pebelajar baik dengan peragaan atau teks
Fase 3
Mengorganisasikan pebelajar ke dalam kelompok-kelompok belajar Pembelajar menjelaskan kepada pebelajar bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang efisien
Fase 4
Membantu kerja kelompok dalam belajar Pembelajar membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
Fase 5
Mengetes materi Pembelajar memberi tes materi pelajaran, atau kelompok menyajikan hasil-hasil pekerjaan mereka
Fase 6
Memberikan penghargaan Pembelajar memberikan cara-cara untuk menghargai baik penghargaan atas tingginya upaya kerjasama dalam proses belajar kelompok, maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Satu aspek penting pembelajaran kooperatif ialah bahwa di samping membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik di antara siswa, juga membantu siswa dalam pembelajaran akademis. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompetitif.
Kerangka Berfikir
Telah dikemukakan bahwa dalam menulis puisi yang harus diperhatikan adalah hakekat dan metode puisi, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dan meningkatnya kemampuan menulis puisi maka diperlukan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat melakukan persiapan belajar, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan belajarnya dengan baik. Salah satu pembelajaran yang diambil adalah pembelajaran kooperatif. Salah satu pembelajaran yang dapat dipilih untuk keperluan tersebut. Oleh karena itu maka secara hipotesis dapat dinyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki hubungan dengan peningkatan kemampuan menulis puisi siswa.
Hipotesis Tindakan
Dari kajian pustaka dan kerangka berfikir di atas, maka dalam PTK ini diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut:
“jika pembelajaran kooperatif diterapkan maka kemampuan menulis siswa kelas VIII SMPN I Kepahiang akan meningkat dengan nilai rerata 75”

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Subjek dan Objek Penelitian
PTK ini diset untuk kelas siswa SMPN 1 Kepahiang yang diselenggarakan pada semester ganjil tahun akademik 2013/2014. Oleh karena itu subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMPN 1 Kepahiang.
Sedangkan objek penelitian adalah variabel yang diselidiki dalam rangka memecahkan permasalahan yang telah dirumuskan di muka.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah 2 (dua) bulan mulai dari tahap persiapan pada bulan januari sampai dengan tahap pengiriman laporan akhir pada bulan maret 2014.
Sedangkan tempat pelaksanaan penelitian ditetapkan di SMPN 1 Kepahiang sesuai dengan jadwal pelajaran.
3.3 Prosedur Penelitian
Prosedur PTK ini didesain untuk 3 (tiga siklus), dimana tiap-tiap siklus dilaksanakan dalam 3 (tiga) kali tatap muka. Rencana tindakan pada masing-masing siklus dalam PTK ini dibagi dalam 4 (empat) kegiatan yaitu:
Tahap Perencanaan
Menyusun rencana pelaksanaan (RPP)
Menetapkan materi bahan ajar
Menyusun kegiatan pembelajaran denagn menggunakan pembelajaran kooperatif
Menyusun alat evaluasi berupa test untuk mengetahui tingkat pemahaman dan kemampuan menulis puisi
Menyiapkan instrumen ukur berupa kuesioner untuk melihat tingkat pemahaman dan kemampuan menulis puisi
Menyiapkan angket untuk memperoleh tanggapan siswa SMPN 1 Kepahiang terhadap pembelajaran kooperatif.

Tahap Implementasi Tindakan
Deskripsi tindakan yang dilakukan sesuai dengan judul PTK ini adalah menerapkan pembelajaran kooperatif, dimana kegiatan tindakan pembelajaran meliputi:
Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai
Guru membentuk kelompok siswa yang anggotanya 5 orang
Guru membagikan teks puisi yang berjudul Tuhanku karya Chairil Anwar
siswa menganalisis puisi tersebut berdasarkan unsur pembangun puisi
masing-masing kelompok memprentasikan hasil diskusinya ke depan kelas dan kelompok lain memberi tanggapan
setelah selasai presentasi siswa kembali ketempat duduk masing-masing
kemudian siswa ditugaskan untuk menuliskan puisi yang bertemakan lingkungan
evaluasi
penutup
Tahap Observasi dan Evaluasi
Variabel yang diopservasi dengan menggunakan lembar observasi meliputi kualitas tentang:
Perhatian siswa SMPN 1 Kepahiang dalam mengikuti sajian bahan ajar dari awal hingga akhir pelajaran
Pemahaman siswa kelas VIII SMPN 1 Kepahiang terhadap tujuan dan manfaat materi bahan ajar yang disajikan dan tugas-tugas yang harus diselesaikan selama pembelajaran.
Ingatan materi prasyarat yang menghubungkan antara pengetahuan yang lama dengan pengetahuan yang baru yang kan dipelajari
Kesulitan belajar dan hambatan siswa kelas VIII SMPN 1 Kepahiang dalam mencapai tujuan pembelajaran atau menguasai kompetensi yang ditetapkan.
Sedangkan kegiatan evaluasi dimulai dengan melakukan tes formatif pada setiap akhir siklus, variabel yang diukur melalui kegiatan ini meliputi:
Respon siswa kelas VIII SMPN 1 Kepahiang sebagai tampilan unjuk kerja yang menggambarkan apakah siswa telah mencapai penguasaan kompetensi pada setiap akhir kegiatan pembelajaran.
Hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Kepahiang setelah mengikuti kegiatan utuh satu siklus.
Analisis dan Refleksi
Hasil observasi dan evaluasi pada masing-masing siklus dipandang sebagai “akibat”
Dari akibat tersebut kemudian dianalisis faktor “sebab”
Dari sebab tersebut selanjutnya ditelusuri “akar sebab”
Hasil dari analisis menjadi dasar dalam penyusunan refleksi yaitu memikirkan upaya apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi akar sebab. Hasil refleksi akan menjadi dasar dalam merencanakan tindakan yang akan ditetapkan untuk siklus selanjutnya.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam PTK ini diperoleh dengan instrumen ukur tes untuk memperoleh data menguji tingkat keberhasilan peningkatan menulis puisi terhadap pembelajaran kooperatif.
Teknik Analisis Data
Data analisis dengan menggunakan teknik resentase dan sebagai tambahan, dalam PTK ini akan juga dilihat hubungan antara motivasi belajar (variabel Y) dengan menggunakan alat analisis statistik sederhana. Rumus yang digunakan adalah korelasi produk moment sebagai berikut:
rxy=(n∑xy-∑x)(∑y))/(√(∫n∑x2)-(∑▒〖x)2)(n∑y2-(∑y)2)〗)
rxy= koefisien korelasi
N= Jumlah subjek
x= jumlah skor variabel x
y= jumlah skor variabel y
∑y2 = Jumlah skor variabel x dikuadratkan
∑y = Jumlah skor variabel y dikuadratkan
∑xy= Jumlah skor hasil kali skor x dengan skor y
Kriteria Keberhasilan
Yang menjadi kriteria keberhasilan dalam PTK ini adalah jika nilai rerata variabel yang diukur oleh hasil tes siswa (variabel menulis puisi) mencapai rerata nilai “ 75” dan variabel kuisioner (variabel pembelajaran kooperatif) kualitas minimal “Tinggi” dalam skala 10-100, yang berarti tingkat penguasaan kompetensi minimal 75 %.

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF DESKRIPTIF SISWA KELAS IX SMA N 1 KETAHUN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA EXAMPLE NON EXAMPLE
Oleh: Wiwik Sepondan
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan, tidak hanya penting dalam kehidupan pendidikan, tetapi juga sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Keterampilan menulis itu sangat penting karena merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh siswa. Dengan menulis siswa dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gagasan atau pendapat, pemikiran, dan perasaan yang dimiliki.
Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Bahwa menulis adalah suatu kegiatan yang aktif dan produktif serta memerlukan cara berpikir yang teratur yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Keterampilan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman sebagai suatu keterampilan yang produktif. Menulis dipengaruhi oleh keterampilan produktif lainnya, seperti aspek berbicara maupun keterampilan reseptif yaitu aspek membaca dan menyimak serta pemahaman kosa kata, diksi, keefektifan kalimat, penggunaan ejaan tanda baca.
Menulis sebagai kegiatan produktif dan ekspresif dapat bersinergi dengan pengajaran sastra. Salah satu bentuk perpaduan adalah melalui menulis paragraf deskriptif. Pada sebagian siswa menulis paragraf deskripsi mungkin sudah menjadi hal yang biasa.

Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: adakah peningkatan kemampuan menulis paragraf deskriptif siswa kelas ix sma n 1 ketahun dengan menggunakan media example non example?

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui adakah peningkatan kemampuan menulis paragraf deskriptif siswa kelas ix sma n 1 ketahun dengan menggunakan media example non example?
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memeberikan sumbangan pada guru bahasa Indonesia, agar dapat mengetahui kemampuan menulis paragraf deskriptif siswa kelas IX SMA N 1 Ketahun dengan menggunakan media example non example.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah kemampuan menulis paragraf deskriptif siswa kelas IX SMA N 1 Ketahun dengan menggunakan metode example non example.
Definisi Istilah
Kemampuan menulis paragraf deskriptif adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang dalam menuliskan sebuah paragraf.
Metode Example non Example adalah metode yang menggunakan media gambar dalam penyampaian materi pembelajaran yang bertujuan mendorong siswa untuk belajar berfikir kritis dengan jalan memecahkan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang disajikan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Teori Variabel Bebas
Keterampilan Menulis
Menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain (Tarigan, 1994: 3). Menurut Sumardjo (2007: 75-78) menulis merupakan suatu proses melahirkan tulisan yang berisi gagasan. Pada dasarnya terdapat lima tahap proses kreatif mnulis. Pertama, adalah tahap persiapan. Dalam tahap ini seorang penulis telah menyadari apa yang akan ditulis dan bagaimana ia akan menuliskannya. Kedua, tahap inkubasi. Pada tahap ini gagasan yang telah muncul tadi disimpannya dan dipikirkannya matang-matang, dan ditunggunya waktu yang tepat untuk menuliskannya. Ketiga, tahap inspirasi. Tahap inilah saat gagasan di bawah sadar sudah mendepak-depakkan kakinya ingin keluar, ingin dilahirkan. Keempat, tahap penulisan. Dan kelima, adalah saat tahap revisi.
Jadi, menulis di sini diartikan sebuah kegiatan dan keahlian untuk mengeluarkan gagasan, pikiran, dan perasaan penulis sehingga maksud dan tujuan penulis mudah diserap dan diikuti oleh pembaca.

Penerapan
Menurut Alwi (dalam Rehan, 2009: 180). Penerapan diartikan sebagai cara perbuatan menerapkan sesuatu. Jadi, penerapan dalam penelitian ini diartikan sebagai proses menggunakan metode example non example untuk meningkatkan kemampuan siswa menulis paragraf deskriptif.

DeskripsiVariabelTerikat
Media Audio-Visual
Menurut Gintings (2008: 140). Kata media adalah jamak dari kata medium yang berasal dari bahasa Latin yang berarti pengantar atau perantara. Sedangkan media audio-visual merupakan media yang menampilkan materi pembelajaran dalam bentuk sesuatu yang dapat didengar oleh telinga dan dilihat oleh mata manusia. Metode example non example pembelajaran yang melibatkan sebagian pancaindera seperti mata dan telinga.

2.3 Hasil Penelitian yang Relevan
Hasilpenelitian yang relevan ditulis berdasarkan hasil riset/penelitian yang telah dilakukan peneliti lain dari berbagai sumber (Sugiyono, 2013:98). Penelitian ini tidak terlepas dari penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti seperti keterampilan menulis dengan media pembelajaran, khususnya menulis cerita pendek dengan menggunakan media audio dan visual. Penelitian ini berupa penelitian tindakan kelas.
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan (action research) yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas (Ekawarna, 2013:5).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Deskripsi Sasaran
Tindakan dalam penelitian ini adalah penerapan media audio-visual, yakni dengan memutarkan film Laskar Pelangi kemudian peserta didik menulis kembali secara kronologis alur film tersebut dalam bentuk cerita pendek. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di siswa kelas IX SMA N 1 Ketahun pada saat jam pelajaran Bahasa Indonesia. Peserta didik berjumlah 35 orang dengan rincian 17 orang laki-laki dan 18 orang perempuan.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian yang dilakukan oleh tenaga pendidik di kelasnya sendiri melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar peserta didik meningkat. Penelitian yang dilakukan adalah meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pembelajaran bahasa, khususnya dalam menulis paragraf deskriptif.

3.3 Prosedur Penelitian
Proses pelakasanaan tindakan dalam penelitian ini mengikuti prinsip-prinsip PTK menurut Kemmis dan Mc. Taggart dalam Arikunto (2006: 97-99) yaitu prosedur penelitian yang mempunyai empat tahapan yaitu,
Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan adalah tahapan yang menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Dalam tahap ini peneliti melakukan hal-hal seperti menyiapkan media pembelajaran, menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD) yaitu menulis cerpen berdasrkan film yang diputarkan, mengembangkan skenario pembelajaran dengan menerapkan metode example non example, membuat lembar observasi tenaga pendidik dan peserta pendidik, dan lembar penilaian.
Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan adalah tahap implementasi atau penerapan isi rancangan di dalam kancah penelitian di tindakan kelas. Dalam tahap ini peneliti melakukan kegiatan yang sesuai dengan RPP yang dibuat seperti di dalam kegiatan pembelajaran, melakukan apersepsi, menjelaskan materi menulis paragraf deskriptif, menunjukkan gambar yang akan digunakan sebagia media pengembangan ide siswa.

Tahap Observasi dan Evaluasi
Tahap observasi adalah pelaksanaan pengamatan oleh observer. Dalam tahap ini peneliti melakukan observasi (kolaborasi) mengamati tenaga pendidik dan peserta didik disaat pembelajaran dengan instrumen pengamatan pembelajaran tenaga pendidik dan peserta didik. Sedangkan tahap evaluasi dimulai dengan melakukan tes formatif pada setiap akhir pembelajaran dan pemberian tes pada setiap akhir siklus.
Tahap Analisis dan Refleksi
Dalam tahap ini peneliti dan observer melakukan analisis hasil observasi sebagai evaluasi dalam menentukan keberhasilan tindakan. Hasil analisis di atas menjadi dasar dalam penyusunan refleksi yaitu memikirkan upaya apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi akar sebab yang ditemukan. Hasil refleksi ini akan menjadi dasar dalam merencanakan tindakan yang akan diterapkan untuk siklus selanjutnya (Ekawarna, 2013: 107).
Dalam penelitian ini akan dilaksanakan dua siklus yaitu siklus I dan siklus II.

Siklus I
1. Tahap Perencanaan
Dalam tahap ini, hal-hal yang dilakukan oleh peneliti adalah:
Merancang atau membuat lembar pedoman hasil observasi tenaga pendidik dan belajar peserta didik yang digunakan sebagai petunjuk untuk mengamati proses kegiatan pembelajaran dan mengidentifikasi faktor penghambat yang dihadapi oleh peserta didik dalam menulis paragraf deskriptif.
Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pembelajaran disusun dengan memperhatikan hal-hal seperti menetapkan indikator pembelajaran menulis paragraf deskriptif/memilih dan menetapkan materi yang akan disajikan, menyediakan media pembelajaran yang akan digunakan seperti gambar.
Membuat penilaian pembelajaran menulis paragraf deskriptif dengan menggunakan metode examlpe non example.
Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang sudah dibuat. Kegiatan yang dimaksud seperti, a) Tenaga pendidik memberi salam, memeriksa kehadiran, menyiapkan sumber belajar, memotivasi peswerta didik, menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. b) tenaga pendidik menjelaskan materi menulis paragraf deskriptif dengan penerapan metode example non example, tenaga pendidik menjelaskan cara kerja atau langkah kerja, tenaga pendidik menjelaskan cara menulis deskriptif berdasarkan kerangka paragraf deskriptif yang telah dibuat, dalam kegiatan menulis paragraf deskriptif, tenaga pendidik membimbing peserta didik, dan peserta didik menyunting hasil menulis paragraf deskriptif sebelum dikumpulkan. c) menyimpulkan hasil pembelajaran dan melakukan refleksi di setiap pertemuan.
Tahap Observasi dan Evaluasi
Kegiatan observasi dilakukan setiap kali pembelajaran berlangsung, dalam pelaksanaan tindakan dengan mengamati kegiatan tenaga pendidik dan aktivitas peserta didik. Jumlah observer dalam penelitian ini ialah 1 orang yaitu Kepala Sekolah SMA N 1 Ketahun. Selanjutnya melakukan evaluasi dari hasil observasi.

Tahap Analisis dan Refleksi
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tahap observasi tindakan kelas, maka peneliti dan observer selanjutnya melakukan analisis hasil observasi dan menyimpulkan data yang diperoleh serta melihat hubungan dengan rencana yang telah ditetapkan. Analisis dan interpretasi hasil tindakan selanjutnya menjadi dasar untuk melakukan evaluasi dalam menentukan keberhasilan atau pencapaian tujuan tindakan.
Kesimpulan hasil evaluasi menjadi acuan dalam mengambil keputusan tindakan, apakah tindakan telah berhasil ataukah belum selesai sesuai dengan kriteria kemampuan minimal (nilai individu 65) sehingga dilakukan perubahan atau revisi terhadap rencana dan pelaksanaan agar tercapainya target pada siklus berikutnya. Setelah itu hasil analisis di refleksikan.
Siklus II
Untuk menyempurnakan pelaksanaan kegiatan pada siklus I maka, perlu direncakanan siklus selanjutnya dengan mengacu pada hasil observasi dan evaluasi pada siklus I. Adapun langkah kegiatan pada siklus II sama dengan langkah kegiatan pada siklus I, yang terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pada siklus II peneliti harus benar-benar memperhatikan kesalahan ataupun kekurangan pada waktu dilakukannya siklus I. Hal ini bertujuan agar pada kegiatan siklus II peneliti bisa menyempurnakan siklus sebelumnya.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang diguanakan dalan peneliti adalah metode tes sebagai metode utama yang terdiri dari tes awal (pre- test), tes akhir (pos-test) dan observasi. Selanjutnya metode pengumpulan data ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Tes Awal
Sebelum proses pembelajaran dilakukan, peserta didik melakukan tes awal (pre-test). Tes awal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan peserta didik memahami materi menulis paragraf deskriptif ,sebelum diterapkan metode example non example.
Tes Akhir
Tes akhir dilaksanakan setelah proses pelaksanaan pembelajaran selesai dengan menggunakan RPP. Tes adalah bentuk tindakan yang digunakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar, sikap, kemampuan atau bakat yang dimilki peserta didik. Tes akhir ini digunakan untuk mengetahui peningkatan keterampilan peserta didik dalam menulis paragraf deskriptif dengan metode example non example.
3.5 Analisis Data
1. Data penelitian
Pengambilan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: a) Data hasil pembelajaran diambil dengan latihan menulis pargraf diskriptif pada peserta didik menggunakan metode examlpe non example; b) Data situasi pembelajaran diambil dengan menggunakan lembar observasi; c) Data perkembangan prestasi belajar siswa diambil dari hasil pembelajaran dan hasil observasi.
Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang sangat penting, terutama apa bila diinginkan generalisasinya atau kesimpulan tentang masalah yang diteliti, sehingga nantinya dapat dipertanggungjawabkan.


PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS X MELALUI MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) DALAM PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI MAN 1 MODEL KOTA BENGKULU
Oleh: Boby Ari Aryanto

BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Berbicara merupakan salah satu dari empat keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa. Berbicara adalah kemampuan atau keterampilan produktif. Pengertian berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Haryadi dan Zamzani (2000:72) mengemukakan bahwa secara umum berbicara dapat diartikan sebagai suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami orang lain. Pengertian ini mempunyai makna yang sama dengan kedua pendapat yang diuraikan diatas, hanya saja diperjelas dengan tujuan yang lebih jauh lagi yaitu agar apa yang disampaikan dapat dipahami oleh orang lain. Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Oleh karena itu, agar dapat menyampaikan pesan secara efektif, pembicara harus memahami apa yang akan disampaikan atau dikomunikasikan. Tarigan juga mengemukakan bahwa berbicara mempunyai tiga maksud umum yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan (to inform), menjamu dan menghibur (to entertain), serta untuk membujuk, mengajak, mendesak dan meyakinkan (to persuade).
Berbicara seringkali menjadi hambatan sebagian besar orang, mereka seringkali mempunyai berbagai hambatan yang membuat mereka sulit untuk meyampaikan, dan mengkomunikasikan maksud serta tujuannya. Mereka mengalami kesulitan bahkan menolak jika diminta untuk berbicara di depan umum,Termasuk juga bagi mereka yang sedang menempuh jenjang pendidikan, kebanyakan dari siswa juga mempunyai hambatan ketika mereka diminta untuk berbicara di depan kelas dan di depan umum. Masalah mereka beragam mulai dari terbata-bata dalam berbicara sampai dengan tidak tahu apa yang harus mereka katakan.
Demikian pula yang dapat terlihat dilapangan, ternyata memperlihatkan proses belajar yang meningkatkan kemampuan berbicara siswa di MAN 1 MODEL KOTA BENGKULU belum mampu untuk secara optimal mendukung terciptanya siswa yang aktif dalam belajar, terutama partisipasi berbicara dalam belajar di kelas. Dan tentu saja secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi siswa baik dari segi nilai dan yang lebih luas lagi yaitu kehidupan sosial siswa didalam masyarakat.
Cara belajar konvensional yang masih sering diterapkan di sekolah-sekolah seringkali dianggap sebagai masalah yang patut untuk dibenahi. Cara belajar konvensional lebih mengacu pada guru yang memberikan ilmu sementara siswa hanya bertugas menampung ilmu tersebut. ketidaktepatan metodologis pembelajaran juga berakar pada paradigma pendidikan konvensional yang selalu menggunakan metode pembelajaran klasikal sehingga yang terjadi tidak adanya interaksi dua arah yang mendukung kreatifitas dan kemampuan serta keterampilan siswa.dan ceramah tanpa pernah diselingi berbagai metode yang menantang untuk berusaha.
Bertolak dari masalah diatas, maka guru perlu untuk memerikan respon positif secara kongkret dan objektif teradap permasalahan tersebut. baik secara kontributif maupun inisiatif yang semuanya berguna untuk meningkatkan hasil dan prestasi siswa di sekolah dan terlebih lagi dilingkungannya.
Oleh karena itu, berdasarkan masalah yang telah dijabarkan diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti guna untuk meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas X di MAN 1 MODEL KOTA BENGKULU. Untuk memecahkan permasalahan tersebut maka diperlukan metode yang tepat yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Numbered Head Together (NHT).

PEMBATASAN MASALAH
Dari apa yang dijabarkan sebelumnya, maka diperlukan variabel-variabel yang mendukung tercapainya hasil dari penelitian tersebut. Dan dari hal tersebut maka peneliti ingin membatasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, berupa variabel-variabel sebagai berikut.
Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT)
Keterampilan berbicara siswa kelas X MAN 1 MODEL KOTA BENGKULU

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan identifikasi masalah dan penjabarannya maka, dapat ditentukan rumusan-rumusan masalah. Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut:
Apakah model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) mampu untuk meningkatkan keterampilan siswa
Apakah model pembelajaran Numbered Head Together (NHT) mampu untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa MAN 1 MODEL KOTA BENGKULU

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini tentunya mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan secara umum adalah untuk mewujudkan cita-cita negara Republik Indonesia. Secara khusus yaitu untuk meningkatkan prestasi belajar siswa disekolah, guru dapat meningkatkan lagi strategi yang digunakan, siswa dapat mempertanggungjawabkan tugasnya sebagai siswa dan sebagai generasi penerus bangsa.

BAB II
KAJIAN TEORITIS
Konsep Dasar Berbicara
Pengertian berbicara
Berbicara merupakan salah satu dari empat keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa. Berbicara adalah kemampuan atau keterampilan produktif. Pengertian berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Haryadi dan Zamzani (2000:72) mengemukakan bahwa secara umum berbicara dapat diartikan sebagai suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami orang lain. Pengertian ini mempunyai makna yang sama dengan kedua pendapat yang diuraikan diatas, hanya saja diperjelas dengan tujuan yang lebih jauh lagi yaitu agar apa yang disampaikan dapat dipahami oleh orang lain.
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Oleh karena itu, agar dapat menyampaikan pesan secara efektif, pembicara harus memahami apa yang akan disampaikan atau dikomunikasikan. Tarigan juga mengemukakan bahwa berbicara mempunyai tiga maksud umum yaitu untuk memberitahukan dan melaporkan (to inform), menjamu dan menghibur (to entertain), serta untuk membujuk, mengajak, mendesak dan meyakinkan (to persuade).
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan berbicara yang utama ialah untuk berkomunikasi. Sedangkan tujuan berbicara secara umum ialah untuk memberitahukan atau melaporkan informasi kepada penerima informasi, meyakinkan atau mempengaruhi penerima informasi, untuk menghibur, serta menghendaki reaksi dari pendengar atau penerima informasi.

Keterampilan berbicara
Pengertian keterampilan menurut Yudha dan Rudhyanto (2005: 7)“Keterampilan adalah kemampuan anak dalam melakukanberbagai aktivitasseperti motorik, berbahasa, sosial-emosional, kognitif, dan afektif (nilai-nilaimoral)”. Keterampilan yang dipelajari dengan baik akan berkembang menjadikebiasaan. Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia (2001: 1180) keterampilan adalahkecakapan untuk menyelesaikan tugas. Jadi, dapat disimpulkan keterampilanadalah kemampuan anak dalam melakukan berbagai aktivitas dalam usahanyauntuk menyelesaikan tugas.
Sejalan dengan ini Hariydi dan Zamzami (Suhartono, 2005: 20) mengatakan berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses berkomunikasi, sebab didalamnya terjadi pesan dari suatu sumber ke tempat lain. Dari pengertian yangsudah disebutkan dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan suatu prosesuntuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan ide, pikiran, gagasan,atau isi hati kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan yang dapatdipahami oleh oranglain.Menurut Suhartono (2005: 21) Berbicara merupakan bentuk perilakumanusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik,dan linguistik. Pertama, faktor fisik yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa, seperti kepala,tangan, dan roman muka yang dimanfaatkan dalam berbicara. Kedua, faktor psikologis dapat mempengaruhi terhadap kelancaran berbicara. Oleh karena itu stabilitas emosi tidak hanya berpengaruh terhadapkualitas suara tetapi juga berpengaruh terhadap keruntutan bahan pembicaraan.
Dapat disimpulkan dari pengertian-pengertian diatas bahwa keterampilan berbicara merupakan kemampuan yang didukung oleh faktor psikologis dan fifiologis untuk menghasilkan bunyi bahasa yang dapat dimengerti oleh lawan bicara dalam berinteraksi.

Model pembelajaran Numbered Head Together(NHT)
NHT (Numbered Heads Together) atau banyak disebut pula dengan penomoran, berpikir bersama, atau kepala bernomor merupakan salah satu inovasi dalam pembelajaran kooperatif. NHT (Numbered Head Together) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagan tahun 1993 untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Menurut Ahmad Zuhdi (2010:64) NHT (Numbered Heads Together) adalah suatu model pembelajaran kooperatif dimana siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok, lalu secara acak guru memanggil nomor dari siswa.
NHT (Number Heads Together) menurut Trianto (2007 : 62) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. NHT (Numbered Heads Together) sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khas dari NHT adalah guru memberi nomor dan hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili 17 kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok. Cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.
Model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran.
Tahapan dalam pembelajan NHT(Numbered Heads Together)
menurut Trianto (2007 : 62):
Penomoran
Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan delapan orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.
Pengajuan Pertanyaan
Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula.
Berpikir Bersama
Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan.
Pemberian Jawaban
Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut.
Langkah-langkah model Pembelajaran Numbered Head Together:
Siswa dibagi dalam beberapa kelompok, setiap siswa dialam kelompok memiliki nomor
Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya
Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja mereka
Guru tidak memberikatuhan nomor berapa yang akan berpresentasi selanjutnya dan begitu seterusnya
Tanggapan dari teman lain, kemudian apabila informasi dirasa kuranglengkap guru dapat menunjuk nomor yang sama dari kelompok yang lain

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Desain Penelitian
Masalah ini merupakan masalah yang dapat diteliti dengan menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK) karena masalah dalam penelitian ini terkait dengan masalah tindakan kelas, guru dan siswa.
Syamsuddin dan Damaianti (2007:230) menyatakan;“permasalahan penelitian tindakan kelas difokuskan pada strategi guru untuk memperbaiki layanan kependidikan yang harus diselenggarakan dalam konteks pembelajaran di kelas”.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas berfokus terhadap pemecahan masalah guru dalam memperbaiki layanan kependidikan. Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah keterampilan berbicara dan Model Pembelajaran Numbered Head Together (NHT).
Lokasi penelitian adalah MAN 1 MODEL KOTA BENGKULU. Adapun alasan penulis memilih lokasi ini yakni; lokasi penelitian mudah dijangkau karena tempat lokasi penelitian dekat dengan tempat tinggal penulis sehingga mudah mendapatkan informasi.
Variabel
Terdapat dua variabel dalam penelitian ini yaitu:
Model pembelajaran Numbered Head Together (NHT)
Keterampilan berbicara siswa kelas X MAN 1 MODEL KOTA BENGKULU
Subjek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X MAN 1 MODEL KOTA BENGKULU. Subyek penelitian terdiri dari 30 orang siswa. Laki-laki sebanyak 18 orang dan perempuan sebanyak 12 orang. Kelas ini dipilih sebagai subyek penelitian karena siswa di kelas ini adalah siswa yang mengalami kelemahan hasil belajar dalam keterampilan berbicara.
Instrumen Penelitian
Penelitian ini membutuhkan data dan untuk mengumpulkan data digunakan bentuk instrumen, antara lain; tes menulis surat pribadi untuk mengetahui hasil belajar siswa dengan menggunkan metode latihan.
Adapun prosedur pelaksanaan tindakan adalah sebagai berikut:
Perencanaan terdiri menyusun satuan pelajaran, menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, menyiapkan materi, menyiapkan Lembar Kerja Siswa dan menyiapkan blangko observasi.
Tindakan meliputi proses kegiatan belajar mengajar berbicarra melalui model pembelajaran kooperatif terdiri dari menyiapkan kegiatan belajar secara umum, mengajak siswa untuk berani berbicara didepan kelas dan menyimpulkan pembelajaran.
Observasi dilaksanakan bersamaan dengan berlangsungnya proses pembelajaran yang meliputi aktifitas siswa, pengembangan materi dan hasil belajar serta guru mengamati perilaku siswa dalam proses pembelajaran, mengamati siswa saat menulis surat pribadi.
Refleksi meliputi kegiatan analisis hasil pembelajaran, mencatat hasil observasi, menganalisis hasil observasi dan hasil belajar, menganalisis hasil observasi dan memperbaiki kelemahan untuk siklus berikutnya.
Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah bentuk instrumen berupa tes berbicara. Tes berbicara digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa dalam menyampaikan ide dan gagasan siswa. Setelah data terkumpul, maka akan dianalisis dengan mengkaji setiap informasi yang diperoleh dari pelaksanaan tindakan setiap siklus dan interhasil pada setiap akhir siklus.

“PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA CEPAT SISWA KELAS X SMAN 9 KOTA BENGKULU TAHUN AJARAN 2012/2013 DENGAN MENGGUNAKAN METODE SQ4R”
Oleh: Ledya Marselina
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam masyarakat, bangsa dan negara.
Berbagai usaha pembaharuan kurikulum, perbaikan sistem pengajaran, peningkatan kualitas kemampuan guru, dan lain sebagainya, merupakan suatu upaya ke arah peningkatan mutu pembelajaran. Banyak hal yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya adalah bagaimana cara menciptakan suasana belajar yang baik, mengetahui kebiasaan dan kesenangan belajar siswa agar siswa bergairah dan berkembang sepenuhnya selama proses belajar berlangsung. Untuk itu seharusnya guru mencari informasi tentang kondisi mana yang dapat meningkatkan pembelajaran di sekolah dasar.
Sesuai dengan kenyataan yang terjadi pada saat ini, mata pelajaran bahasa Indonesia sering diremehkan oleh sebagian besar siswa, bahkan dianggap sebagai mata pelajaran yang membosankan. Hal inilah yang menyebabkan keterampilan membaca siswa terbilang rendah. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mencoba meningkatkan keterampilan membaca siswa kelas X SMAN 9 Kota Bengkulu tahun ajaran 2012/2013 dengan menggunakan metode SQ4R.
1.2 Identifikasi dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah-masalah
sebagai berikut:
a. Rendahnya minat siswa kelas X SMAN 9 Kota Bengkulu terhadap pengajaran membaca cepat.
b. Keterampilan membaca cepat siswa kelas X SMAN 9 Kota Bengkulu rendah.
c. Perlunya dipilih metode pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan keterampilan membaca cepat siswa kelas X SMAN 9 Kota Bengkulu.

2. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini dibatasi hanya pada penggunaan metode sq4r untuk meningkatkan keterampilan membaca cepat siswa kelas X SMAN 9 Kota Bengkulu.

1.3 Rumusan Masalah
Sesuai dengan batasan masalah di atas, rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana meningkatkan keterampilan membaca cepat pada siswa kelas X SMAN 9 Kota Bengkulu melalui metode sq4r?
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan membaca cepat pada siswa kelas X SMAN 9 Kota Bengkulu melalui metode sq4r.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam pengembangan teknik pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pembelajaran keterampilan membaca cepat dengan metode sq4r.

2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi,
a. Sekolah
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan para pengendali kebijakan di SMAN 9 Kota Bengkulu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran membaca khususnya keterampilan membaca cepat.
b. Guru bahasa Indonesia
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh guru untuk menerapkan metode sq4r dalam mengajarkan keterampilan membaca cepat.
c. Bagi siswa
Hasil penelitian ini diharapkan agar siswa SMA Negeri 1 Kota Bengkulu tidak kesulitan lagi dalam berpidato persuasi serta dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar Bahasa Indonesia, khususnya keterampilan berpidato persuasi.

1.6 Batasan Istilah
1. Peningkatan merupakan suatu perubahan dari keadaan tertentu menuju ke kearah atau keadaan yang lebih baik.
2. Membaca cepat adalah kecakapan membaca dan memahami teks dalam tingkatan tinggi.
3. Metode Pembelajaran SQ4R adalah Salah satu metode pembelajaran yang biasa digunakan dalam pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar berfikir, memecahkan masalah, belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan, konsep dan keterampilannya adalah dengan menggunakan metode pembelajaran SQ4R ( Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review).

BAB II
KAJIAN TEORI
Keterampilan membaca cepat
Membaca cepat adalah kecakapan membaca dan memahami teks dalam tingkatan tinggi.Rata-rata orang dengan pendidikan setingkat sekolah tinggi membaca sekitar 300 kata per menit, berarti bahan itu tidaklah bersifat teknis. Di sisi lain, pembaca cepat dapat membaca lebih dari 1000 kata per menit.
Pengukuran membaca cepat baru sangat berarti bila digabungkan dengan informasi seberapa tinggi pemahaman teks itu oleh pembacanya. Diketahui bahwa orang dengan kemampuan membaca cepat yang lebih tinggi juga memiliki pemahaman yang lebih tinggi. Malahan yang mengejutkan, seseorang biasanya memperbaiki pemahamannya seiring dengan kemampuan membaca cepatnya.
Ada beberapa faktor yang menghambat membaca cepat:
Kosakata yang kurang
Regresi – membaca kembali bahan yang sama secara berulang
Subvokalisasi – melafalkan kata di pikiran ketika membacanya
Persepsi yang salah – bisa karena gerakan mata yang salah atau masa persepsi yang lambat
Kebanyakan pembaca sambil lalu dapat meningkatkan keterampilan membacanya 2-3 kali dengan mempraktekkan membaca cepat.
2.2 Metode Pembelajaran SQ4R ( Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review)

Metode Pembelajaran SQ4R adalah Salah satu metode pembelajaran yang biasa digunakan dalam pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar berfikir, memecahkan masalah, belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan, konsep dan keterampilannya adalah dengan menggunakan metode pembelajaran SQ4R ( Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review).
Metode pembelajaran SQ4R (Survey, Question, Read, Recite, Reflect, Review) yang dicetuskan oleh Francis Robinson tahun 1941, membuat perubahan besar dalam perkembangan metode belajar (Nur 2000:25). Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam strategi membaca SQ4R adalah sebagai berikut:
Survey (memeriksa atau menyelidiki)
Langkah pertama dalam melakukan survey, guru memberikan masalah kepada siswa untuk dicari penyelesaiannya disamping itu guru juga membantu siswa untuk memeriksa atau meneliti secara singkat. Tujuannya agar siswa dapat mengetahui panjang teks, judul bagian, istilah kata kunci, dan sebagainya. Siswa melakukan survey dianjurkan untuk menyiapkan
pensil, kertas, dan alat pemberi ciri yang lebih dari satu warna seperti stabilo untuk menandai bagian-bagian tertentu. Bagian-bagian penting yang ditandai ini akan mempermudah proses penyusunan daftar pertanyaan pada langkah selanjutnya.
Question (bertanya)
Pada langkah kedua, guru sebaiknya memberikan petunjuk atau contoh kepada siswa untuk menyusun pertanyaan yang jelas, singkat dan relevan dengan bagian-bagian teks yang telah ditandai pada langkah pertama. Jumlah pertanyaan bergantung pada panjang atau pendeknya teks dan kemampuan siswa dalam memahami teks yang dipelajari.
Read (membaca)
Langkah ketiga, guru menyuruh siswa membaca serta aktif dalam mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun. Dalam hal ini, membaca secara aktif juga berarti membaca yang difokuskan pada paragraf-paragraf yang diperkirakan relevan dengan pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun.
Reflect (memberikan contoh)
Reflect bukanlah langkah yang terpisah dengan langkah membaca tetapi merupakan suatu kesatuan. Selama membaca siswa tidak hanya cukup mengingat atau menghafal, tetapi cobalah untuk memahami informasi yang disampaikan dengan cara:
Menghubungkan informasi itu dengan hal-hal yang telah kita ketahui
Mengaitkan subtopik-suptopik didalam teks dengan konsep-konsep atau prinsip-prinsip utama
Cobalah untuk memecahkan kontradiksi didalam informasi yang disajikan
Cobalah untuk menggunakan materi itu untuk memecahkan masalahmasalah yang disimulasikan dan dianjurkan dari materi pelajaran tersebut.
Recite (mengkomunikasikan setiap jawaban yang telah ditemukan)
Langkah kelima, guru menyuruh menyebutkan lagi jawaban atas pertanyaan yang telah disusun. Latihlah siswa dalam pertanyaan-pertanyaan untuk tidak membuka buku atau catatan yang telah dibuat. Jika pertanyaan tidak terjawab, siswa tetap melanjutkan pertanyaan selanjutnya. Demikian seterusnya hingga seluruh pertanyaan dapat diselesaikan.
Review (mengulangi)
Pada langkah terakhir ini siswa diminta untuk membaca catatan singkat (intisari) yang telah dibuatnya, mengulang kembali seluruh isi bacaan bila perlu dan meninjau ulang seluruh pertanyaan dan jawabannya secara singkat.
Kelebihan dan kekurangan metode SQ4R ( Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review):
Kelebihan:
Dapat meningkatkan kemampuan belajar siswa.
Dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa.
Dapat memudahkan siswa untuk menghafal materi yang diajarkan guru.
Dapat meningkatkan rasa senang siswa pada pembelajaran.
Kelemahan :
Apabila dalam penggunaan metode SQ4R siswa tidak teliti, siswa akan mengalami kesulitan dalam mengikuti materi berikutnya.
Apabila siswa tidak aktif di dalam proses belajar maka siswa tidak akan mendapatkan hasil yang baik dalam proses belajar.
Siswa yang tidak mengikuti dengan baik cara pembelajaran dengan metode SQ4R maka siswa kesulitan dalam menerima pelajaran.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas (classroom action research). Menurut Burns (melalu Madya, 2009:9), penelitian tindakan merupakan penerapan penemuan fakta pada pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan di dalamnya, yang melibatkan kolaborasi dan kerjasama para peneliti, praktisi, dan orang awam. Penelitian tindakan juga bertujuan untuk melakukan perubahan pada semua diri pesertanya dan perubahan situasi tempat penelitian dilakukan guna mencapai perbaikan praktik secara incremental dan berkelanjutan (Madya, 2009:11). Penelitian tindakan terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan (tindakan), pengamatan (observasi), dan refleksi (Kemmis dkk. 1982; Burns 1999 lewat Madya, 2009: 59). Tahap-tahap dalam penelitian tindakan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan, rencana penelitian tindakan merupakan tindakan yang tersusun, dan dari segi definisi harus mengarah pada tindakan, yaitu bahwa rencana tersebut harus memandang kedepan.
2. Tindakan, yaitu tindakan yang dilakukan secara sadar dan terkendali, dan merupakan variasi praktik yang cermat dan bijaksana.
3. Pengamatan (observasi) berfungsi untuk mendokumentasikan pengaruh tindakan tersebut. Peneliti mencatat hasil pengamatan selama pembelajaran.
4. Refleksi adalah memberikan makna terhadap proses dan hasil yang terjadii akibat adanya tindakan yang dilakukan(Madya, 2006: 59-66).

Pelaksanaan tindakan kelas dilakukan dalam dua siklus.
SIKLUS 1
Perencanaan
Pada siklus 1, peneliti bersama guru bahasa Indonesia yang dalam hal ini sebagai kolaborator berdiskusi dan berkoordinasi terkait dengan masalah yang ditemukan, selanjutnya merencanakan tindakan yang akan dilakukan. Adapun rencana yang akan dilaksanakan sebagai berikut:
Peneliti bersama guru bahasa Indonesia menyamakan persepsi untuk mengidentifikasi permasalahn yang muncul di dalam kelas ketika pembelajaran berpidato persuasi berlangsung.
Peneliti dan guru merencanakan pelaksanaan metode sq4R.
Menentukan tema yang relevan atau sesuai dengan siswa. Tema tersebut digunakan ketika pelaksanaan metode sq4R berlangsung sekaligus nantinya akan dipakai dalam berpidato persuasi siswa.
Menentukan langkah-langkah pelaksanaan metode sq4R.
Menyiapkan materi pelajaran dan instrumen yang berupa lembar pengamatan, lembar penilaian keterampilan berpidato persuasi, catatan lapangan, dan alat dokumentasi.
Pelaksanaan Tindakan
Tahap tindakan merupakan realisasi dari rencana yan sudah dirancang sebelumnya. Tindakan yang dilakukan pada siklus I adalah sebaga berikut:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada para siswa.
2. Guru melakukan apersepsi untuk membawa kesiapan siswa masuk ke materi pembelajaran.
3. Guru menjelaskan materi tentang pidato persuasi, faktor-faktor-penunjang keefektifan berpidato.
4. Guru menjelaskan materi tentang metode sq4R meliputi pengertian, manfaat, tujuan serta prosedur palaksanaan.
5. Guru membagi kelas menjadi enam regu atau kelompok. Masing-masing berhadapan berpasang-pasangan (dua regu).
6. Guru menentukan tema permainan.
7. Siswa dari masing-masing kelompok berusaha menerka jawaban sesuai dengan tema yang diberikan.
8. Dari pelaksanaan permainan (metode sq4R), siswa membaca sebuah teks.
9. Guru meminta siswa untuk menghitung kecepatan membacanya.
10. Selama proses pembelajaran berlangsung, peneliti dan guru melakukan pengamatan terhadap siswa.
c. Observasi
Pada saat proses pembelajaran berlangsung, peneliti mengamati segala yang dilakukan siswa di dalam kelas baik ketika didalam kelompok atau individu. Pengamatan tersebut meliputi sikap, keaktifan siswa selama praktik metode sq4R. Selain itu, peneliti juga mengamati guru, apakah guru menjelaskan secara detail tentang materi yang di ajarkan, memberi bimbingan, motivasi kepada siswa selama pembelajaran.
d. Refleksi
Peneliti bersama guru melakukan refleksi; berdiskusi dan menganalisis hasil pengamatan pada siklus I. Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui keterampilan membaca cepat siswa setelah dikenai tindakan, keaktifan siswa ketika berinteraksi dengan guru dan siswa yang lainnya. Tahap ini digunakan untuk merencanakan kegiatan siklus II. Kegiatan pada siklus II dan selanjutnya mengikuti prosedur pada siklus I yang terdiri dari: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi.
1.2 Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMAN 9 1 Kota Bengkulu. Sekolah ini terletak di Jalan tuguhiu kota Bengkulu. Pada kelas X disekolah ini terdapat empat kelas yaitu kelas Xa, Xb, Xc, dan Xd. Dalam hal ini peneliti meneliti pada kelas Xc karena siswa kelas Xc merasa kesulitan dalam pembelajaran membaca cepat.
2. Waktu Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2014 sampai bulan Juni 2014. Yang meliputi kegiatan penelitian dari penemuan masalah hingga pelaporan. Kegiatan penelitian dimulai dari penyusunan proposal dilanjutkan dengan pembuatan instrumen penelitian yang dilakukan mulai bulan Februari 2014. Tindakan dilaksanakan pada bulan Maret sampai April 2014 menyesuaikan dengan guru mata pelajaran berdasarkan SK/KD semester dua. Adapun pelaksanaan tindakan disesuaikan dengan jawal pelajaran bahasa Indonesia kelas X SMAN 9 Kota Bengkulu.

1.3 Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 9 Kota Bengkulu yang terdiri dari 30 siswa. Penentuan kelas didasarkan pada tingkat permasalahan yang dimiliki sesuai dengan hasil wawancara dengan guru yang dilakukan sebelum penelitian yaitu siswa merasa kesulitan dalam praktik membaca cepat. Penggunaan metode sq4R diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca cepat.
2. Objek Penelitian
Pengambilan objek penelitian ini mencakup proses dan hasil. Objek yang berupa proses adalah pelaksanaan proses pembelajaran membaca cepat yang berlangsung pada siswa kelas Xc SMAN 9 Kota Bengkulu melalui metode sq4R. Objek hasil atau produk penelitian adalah skor yang diperoleh siswa selama pelaksanaan pembelajaran membaca cepat menggunakan metode sq4R.

1.4 Sumber dan Jenis Data
Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: kata-kata dan tindakan, sumber tertulis dalam penelitian ini meliputi : Hasil angket siswa dan lembar pengamatan dalam catatan lapangan, alat rekaman gambar; berupa foto rekaman yang digunakan untuk menangkap hal-hal yang dilakukan guru, siswa, dan peneliti.

1.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, tes berbicara (berpidato persuasi), catatan lapangan, wawancara, dan angket.

1.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini meliputi:
1) Angket; untuk mendapatkan data tentang proses pembelajaran membaca cepat yang berlangsung pada siswa. Angket terdiri dari dua jenis, yaitu angket prasiklus yang diberikan sebelum tindakan dilakukan serta angket pascasiklus yang diberikan di akhir penelitian.
2) Lembar observasi; digunakan untuk mendata, memberikan gambaran proses pembelajaran keterampilan membaca cepat yang berlangsung di kelas. Hasil observasi dilengkapi dengan catatan lapangan.
3) Lembar penilaian keterampilan membaca cepat; Lembar penilaian keterampilan membaca cepat ini menggunakan penilaian berdasarkan Arsjad dan Mukti (1993: 87) yang telah dimodifikasi.

1.7 Validitas dan Reliabilitas Data
1. Validitas
Menurut Burn (Madya, 2009:37-38), dalam penelitian tindakan kelas terdapat lima jenis validitas. Kelima validitas tersebut adalah validitas demokratik, validitas hasil, validitas proses, validitas katalik, dan validitas dialogis. Adapun dalam penelitian ini hanya menggunakan tiga validitas yaitu: validitas demokratik validitas proses, dan validitas hasil.
a. Validitas Demokratik
Vailiditas demokratik ini digunakan untuk mengetahui kekolaboratifan penelitian dan pencakupan berbagai pendapat dari pemangku kepentingan. Penelitian ini merupakan penelitian kolaboratif antara peneliti dengan guru bahasa Indonesia SMAN 9 Kota Bengkulu.
b. Validitas Proses
Validitas proses diterapkan dalam penelitian ini untuk mengukur keterpercayaan proses pelaksanaan penelitian dari semua peserta penelitian. Dalam penelitian ini, melalui penulisan, peneliti menunjukkan keseluruhan kegiatan pembelajaran dari awal sampai akhir kegiatan. Selama pelaksanaan kegiatan pembelajaran, Semua partisipan dalam penelitian ini yaitu peneliti, siswa, dan guru selalu melaksanakan kegiatan pembelajaran selama proses penelitian sehingga data yang dicatat diperoleh berdasarkan gejala yang ditangkap dari siswa kelas Xc SMAN 9 Kota Bengkulu.
c. Validitas Hasil
Validitas hasil sangat bergantung pada validitas proses. Pada tahap refleksi tindakan pertama, baik secara proses maupun produk, muncul permasalahan baru yang menyebabkan pembelajaran kurang berhasil. Dari permasalahn tersebut, maka diterapkan pemecahan masalah pada pemberian tindakan berikutnya sebagai upaya perbaikan bertahap agar hasil pembelajaran di kelas Xc SMAN 9 Kota Bengkulu dapat berhasil sesuai tujuan.

2. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan cara untuk mengetahui sejauh mana data yang dikumpulkan reliable adalah dengan mempercayai penilaian peneliti itu sendiri (Madya, 2009:45). Reliabilitas dalam penelitian tindakan ini diwujudkan dengan penyajian data asli penelitian, meliputi transkrip wawancara, angket, catatan lapangan, rekaman foto penelitian, dan lembar penilaian keterampilan berpidato persuasi.

1.8 Teknik Analisis Data
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Teknik ini digunakan dalam rangka mendeskripsikan keterampilan berpidato siswa sebelum dan sesudah mendapat tindakan. Teknik ini dibagi dua, yaitu analisis proses dan analisis produk. Data proses dikumpulkan pada saat pembelajaran keterampilan bepidato persuasi melalui metode sq4R. Data produk dikumpulkan dari penilaian tugas membaca cepat. Keberhasilan produk dapat dilihat dari tes membaca cepat.

1.9 Kriteria Keberhasilan Tindakan
Indikator keberhasilan dapat ditentukan berdasarkan proses dan produk. Pembelajaran berpidato persuasi secara proses dikatakan berhasil apabila siswa aktif, tampil percaya diri, dan memiliki semangat dalam pembelajaran berpidato persuasi. Analisis tersebut dilakukan dengan cara mendeskripsikan hal-hal yang terjadi selama proses tindakan dilakukan, sedangkan indikator keberhasilan produk dapat dikatakan berhasil apabila 75 % siswa sudah mencapai skor ≥ 40.


PENELITIAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SPIKPU
UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN
SISWA KELAS XI IPS 2 SMA NEGERI 1 CURUP TENGAH
Oleh: Nezi Purwanti
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat menuntut orang untuk selalu cepat tanggap dalam menghadapi informasi apapun yangdiperolehnya. Orang harus semakin pandai dalam mengartikan dan memaknaiberbagai informasi jika ia ingin lebih berkembang dan maju. Kegiatan yang dapatdilakukan sebagai upaya untuk memaknai informasi tersebut adalah membaca.Membaca merupakan kegiatan yang sangat penting dan bermanfaat untukkemajuan suatu bangsa. Pernyataan ini seperti pernyataan Maynard (2010:209),membaca merupakan kemampuan penting dalam pembelajaran di sekolah dan didalam kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan seseorang akan banyak memerolehpengetahuan dan wawasan yang luas dengan cara membaca.
Meski pemakaianalat-alat elektronik di zaman yang serba modern ini sudah semakin maju danmeluas, ternyata penggunaannya tidak dapat menggantikan posisi bahasa tulisan.Bahasa tulisan merupakan sesuatu yang tidak dapat ditinggalkan. Bahasatulisan tetap menjadi alat yang paling efektif untuk menyampaikan berbagaiinformasi, terutama informasi yang berkaitan dengan pengetahuan di duniapendidikan. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya fenomena yangmenggambarkan bahwa hampir seluruh ilmu pengetahuan dipaparkan dalambentuk tulisan. Oleh karena itu, membaca menjadi kegiatan yang sangat pentingdilakukan oleh masyarakat yang menginginkan perubahan yang lebih baik.Dalam dunia pendidikan, membaca juga merupakan kegiatan yang tidak dapatterlepas dan terpisahkan darinya. Roger Farr (dalam Iswara, 1997:3) mengatakanbahwa membaca adalah jantung pendidikan. Lebih dalam lagi, membaca dapatdiibaratkan sebagai urat nadinya pendidikan. Hal ini mengindikasikan bahwapendidikan tidak dapat berjalan tanpa adanya kegiatan membaca.Senada dengan pendapat tersebut, Nurgiyantoro (2001:247) menyebutkanbahwa aktivitas dan tugas membaca merupakan suatu hal yang tidak dapatditawar-tawar lagi dalam dunia pendidikan.
Siswa memeroleh sebagian besar ilmu melalui aktivitas membaca. Kemampuan dan kemauan membaca sangat memengaruhi keberhasilan studi seseorang.Seseorang, terlebih siswa, harus memiliki kemampuan membaca yang baikagar dia lebih banyak memeroleh informasi. Kemampuan membaca yangdimaksud adalah kemampuan dalam memahami isi suatu bacaan. Pemahamanmembaca merupakan hal yang penting karena dengannya seseorang akan lebih mudah dalam memeroleh informasi dari berbagai macam sumber tertulis. Bagi siswa, pemahaman terhadap suatu bacaan merupakan kunci sukses dalam meraih keberhasilan di sekolah. Dalam kurikulum pembelajaran bahasa Indonesia, tercakup kompetensi membaca. Kemampuan membaca menjadi sesuatu yang penting karena dengan kemampuan membaca yang tinggi, seorang siswa lebih cepat dan tepat dalam memeroleh informasi. Namun, dalam kenyataan di lapangan, kemampuan
membaca siswa masih sangat rendah.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil wawancara dengan guru SMA kelas XI IPS 2SMA Negeri 1 Curup Tengah ini terdapat beberapa masalah yangmuncul dalam kegiatan belajar mengajar yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Minat baca siswa masih rendah.
2. Siswa malas membaca bacaan di dalam soal sehingga memengaruhi nilai ujiantengah semester.
3. Kemampuan membaca pemahaman siswa masih rendah.
4. Perlunya strategi atau upaya untuk meningkatkan kemampuan membacapemahaman di sekolah. Model pembelajaran kooperatif teknik SPIKPUsebagai upaya atau strategi meningkatkan kemampuan membaca pemahamansiswa.
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang cukup bervariasi tersebut, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini dibatasi pada peningkatan kemampuanmembaca pemahaman siswa melalui model pembelajaran kooperatif teknik SPIKPU.
1.4 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peningkatan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 1 Curup tengah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif teknik SPIKPU dilihat berdasarkan penilaian proses dan produk?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuanmembaca pemahaman siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif teknik SPIKPU.
1.6 Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secarapraktis terhadap kemampuan membaca pemahaman. Berikut manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini.
1. Bagi siswa, hasil penelitian ini akan dapat digunakan sebagai teknik untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman.
2. Bagi guru dan calon guru bahasa Indonesia, penelitian ini dapat dijadikan referensi tindakan atau teknik dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa. Penelitian ini diharapkan juga dapat meningkatkan motivasi guru untuk menerapkan berbagai teknik, strategi, model, atau media yang efektif untuk menunjang proses pembelajaran khususnya membaca pemahaman sehingga dapat meningkatkan motivasi siswa yang akhirnya berdampak pada hasil pembelajaran.
3. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan suatu bentuk tindakan kolaboratif yang diharapkan dapat dijadikan bahan kajian dalam inovasi pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan.
4. Bagi pihak sekolah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar di sekolah serta menciptakan output siswa yang berkualitas. Penelitian ini juga diharapkan dapat mengembangkan budaya penelitian dan penulisan karya-karya ilmiah
lainnya sebagai penunjang peningkatan kualitas pendidikan sesuai kontekspendidikan.
1.7Istilah
1. Model Pembelajaran Kooperatif Teknik SPIKPU.
SPIKPU merupakan teknik membaca yang diperkenalkan oleh Hythecker, Dansereau, dan Rocklin. Teknik ini berasal dari MURDER yang kemudian diterjemahkan oleh penulis menjadi SPIKPU. Langkah-langkah yang digunakan dalam teknik SPIKPU ini, yaitu mengatur suasana hati, membaca untuk memahami, mengingat, menemukan kesalahan, menghubungkan dengan pengalaman, dan mengulang kembali.
2. Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman adalah proses kognitif yang tergabung dengankemampuan kompleks dan tidak dapat dipahami/diketahui tanpa peran penting dari pembelajaran dan pengajaran kosakata, serta pengembangannya.
3. Kemampuan Membaca Pemahaman, yaitu Kemampuan untuk memahami dan menyarikan informasi yang ada dalam suatu bacaan seefisien mungkin.

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1Deskripsi Teoretis Membaca
a. Hakikat Membaca
Membaca merupakan sebuah kegiatan yang aktif. Melihat membaca sebagai pencarian makna secara pasif adalah suatu kesalahan karena membaca lebih aktif daripada itu (Frager, 2010:30). Senada dengan hal tersebut Soedarso menyatakan bahwa membaca merupakan aktivitas aktif, memberi tanggapan terhadap arti apa yang dibaca (2006:49). Semakin kurang aktivitas verbalisasi, semakin cepat tanggapan itu. E. Brook Smith, Kenneth, dan Robert Meredith (dalam Iswara, 1997:3) menyatakan bahwa membaca adalah suatu proses rekonstruksi makna yang berasal dari bahasa yang dinyatakan dalam bentuk lambang. Kegiatan membaca lebih mirip dengan kegiatan menyimak yang merupakan proses rekonstruksi makna dari suatu lambang. Perbedaannya adalah membaca mengubah makna dari lambang huruf dalam bahasa tulisan sedangkan menyimak mengubah makna dari lambang bunyi dalam bahasa lisan. Berbeda dengan pendapat di atas, Emerald mendefinisikan membaca sebagai kemampuan yang jauh melebihi kemampuan menangkap makna yang ada pada materi yang dicetak (dalam Iswara, 1997:3).
Dalam hal ini, Emerald mengartikan membaca bukan hanya sekedar mengenal lambanglambanggrafis semata, tetapi memeroleh dan membawa makna dari lembaran-lembaran yang bercetak ke pikiran. Lebih singkat lagi, Frank Smith (dalam Zuchdi, 2008:21) mengartikan membaca sebagai proses komunikasi yang berupa pemerolehan informasi dari penulis oleh pembaca. Pengertian ini menyatakan adanya perpindahan informasi, yaitu dari penulis kepada pembaca. Membaca merupakan suatu kegiatan yang memanfaatkan indera penglihatan manusia dalam prosesnya. Menurut Tarigan (2008:2), membaca bersifat tak langsung, apresiatif, dan fungsional. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Harjasujana (1997:5), membaca merupakan interaksi yang bersifat tidak langsung, namun komunikatif antara pembaca dan penulis. Komunikasi tersebut semakin baik jika pembaca memiliki kemampuan yang lebih baik dalam memahami gagasan, perasaan, dan pengalaman yang dituliskan oleh pengarang. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca adalah kegiatan aktif yang dilakukan oleh pembaca untukmendapatkan informasi dari penulis.
b. Tujuan Membaca
Seseorang harus memiliki tujuan saat membaca sehingga proses dan kegiatan membaca menjadi bermakna. Tujuan membaca memiliki kedudukan yang sangat penting dalam membaca karena akan berpengaruh pada proses membaca dan pemahaman membaca (Pandawa, 2009:5). Banyak sekali tujuan seseorang membaca. Menurut Ayan (dalam Hernowo, 2005:35), membaca terutama untuk mencari informasi. Hernowo sendiri menyatakan bahwa tujuan membaca yang paling umum adalah belajar dari pengalaman orang lain dan menambah pengetahuan. Senada dengan pendapat di atas, Nurgiyantoro menyatakan bahwa tujuan kegiatan membaca adalah memeroleh dan menanggapi informasi, memerluas pengetahuan, memeroleh hiburan, dan menyenangkan hati (2010:369). Tujuan kegiatan membaca, khususnya yang berkaitan dengan pemahaman bacaan adalah untuk memerluas dunia dan horizon (Nurgiyantoro, 2010:372). Rivers dan Temperly (via Pandawa, 2009:5), menyatakan ada tujuh tujuan utama dalam membaca. Tujuan tersebut antara lain: a) memeroleh informasi untuk suatu tujuan atau merasa penasaran tentang suatu topik, b) memeroleh berbagai petunjuk tentang cara melakukan suatu tugas bagi pekerjaan atau kehidupan sehari-hari, c) berakting dalam sebuah drama, bermain game, menyelesaikan teka-teki, d) berhubungan dengan temanteman dengan surat-menyurat atau untuk memahami surat-surat bisnis, e) mengetahui kapan dan di mana sesuatu akan terjadi atau apa yang tersedia,f) mengetahui apa yang sedang terjadi atau telah terjadi, dan g) memeroleh kesenangan dan hiburan. Nurhadi membedakan tujuan membaca secara khusus dengan tujuan membaca secara umum. Tujuan membaca secara umum adalah mendapatkan informasi, pemahaman, dan kesenangan, sedangkan tujuan membaca secara khusus ada lima, yaitu a) mendapatkan informasi aktual, b) memeroleh keterangan tentang sesuatu yang khusus dan problematik, c) memberi penilaian terhadap karya tulis seseorang, d) memeroleh kenikmatan emosi, dan e) mengisi waktu luang (Nurhadi via Pandawa, 2009:5). Tidak jauh berbeda dengan pendapat tersebut, Abdul Rouf (2010) mengemukakan lima tujuan membaca, antara lain a) memahami aspek kebahasaan (kata, frasa, kalimat, paragraf, dan wacana) dalam teks, b) memahami pesan yang ada dalam teks, c) mencari informasi penting dari teks, d) mendapatkan petunjuk melakukan sesuatu pekerjaan atau tugas, dan e) menikmati bacaan baik, secara tekstual maupun kontekstual. Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca yang paling utama adalah untuk mencari informasi, memahami dan menanggapi pesan yang ada, dan memerolehkesenangan. Tujuan membaca menduduki peran yang sangat penting karena akan berpengaruh pada proses dan pemahaman membaca.
c. Jenis-jenis Membaca
Ditinjau dari segi terdengar atau tidaknya suara pembaca saat melakukan proses membaca, membaca dibagi menjadi dua, yaitu membaca nyaring (oral reading) dan membaca dalam hati (silent reading). Membaca nyaring merupakan proses mengkomunikasikan isi bacaan (dengan nyaring) kepada orang lain (Harras, 2011a:63). Karena tujuan utamanya adalah pengkomunikasian isi bacaan, pembaca bukan hanya dituntut harus mampu melafalkan dengan suara nyaring lambang- lambang bunyi bahasa saja, melainkan juga dituntut harus mampu melakukan proses pengolahan agar pesan-pesan atau muatan makna yang terkandung dalam lambang-lambang bunyi bahasa tersebut dapat tersampaikan secara jelas dan tepat oleh orang yang mendengarnya (Harras, 2011a:63). Membaca dalam hati adalah kegiatan membaca yang dilakukan tanpa menyuarakan isi bacaan yang dibacanya (Junaidi, 2009:1). Harras (2011a:67) menyatakan bahwa membaca dalam hati atau membaca diam memang tidak ada suara yang keluar, sedangkan yang aktif bekerja hanya mata dan otak atau kognisi kita saja. Secara garis besar, membaca dalam hati dibagi menjadi dua, yaitu membaca ekstensif (kegiatan membaca yang dilakukan secara luas) dan membaca intensif (kegiatan membaca yang dilakukan secara seksama).
2.2 Kemampuan Membaca Pemahaman
a. Membaca Pemahaman
Pemahaman sangat diperlukan dalam membaca teks atau bacaan sehingga seseorang dapat memeroleh informasi yang tepat. Memahami sebuah teks tertulis berarti menyarikan informasi yang diperlukan dari bacaan tersebut seefisien mungkin (Grellet, 2003:3). Reading comprehension is a cognitive process that integrated complexskills and cannot be understood without examining the critical role ofvocabulary learning and instruction and its development (NRP dalam Maynard, 2010:211). (Membaca pemahaman adalah proses kognitif yang tergabung dengan kemampuan kompleks dan tidak dapat dipahami/diketahui tanpa peran penting dari pembelajaran dan pengajaran kosakata serta pengembangannya) Untuk memahami suatu bacaan, seseorang tidak cukup hanya membaca sekali, tetapi harus mengambil langkah-langkah yang strategis untukmenguasai bahan tersebut dan mengingatnya lebih lama (Soedarso, 2006:58).
Lebih lanjut Soedarso menyatakan bahwa usaha yang efektif untuk memahami dan mengingat lebih lama dapat dilakukan dengan: 1) mengorganisasikan bahan yang dibaca dalam kaitan yang mudah dipahami dan 2) mengaitkan fakta yang satu dengan yang lain, atau dengan menghubungkan pengalaman atau konteks yang dihadapi. Menurut Soedarso (2006:58), pemahaman atau komprehensi adalah kemampuan membaca untuk mengerti ide pokok, detail yang penting, dan seluruh pengertian. Untuk pemahaman itu diperlukan: (1) menguasai perbendaharaan katanya, (2) akrab dengan struktur dasar dalam penulisan (kalimat, paragraf, tata bahasa). Berbeda dengan pendapat di atas, H.G. Tarigan (dalam Harras, 2011d:3) berpendapat bahwa membaca pemahaman merupakan sejenis membaca yang bertujuan untuk memahami standar-standar atau norma-norma kesastraan (literary standards), resensi kritis (critical review), drama tulis (printeddrama) serta pola-pola fiksi (patterns of fiction). Harras menyatakan bahwa
membaca pemahaman pada hakikatnya adalah kegiatan membaca yang dimaksudkan untuk memahami makna yang terkandung dalam suatu teks (2011d:3).Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca pemahaman adalah kemampuan untuk memahami dan menyarikan informasi yang ada dalam suatu bacaan seefisien mungkin. Seseorang dapat mewujudkan informasi yang diperolehnya melalui membaca tersebut.

2.3 Tes Kemampuan Membaca
Tes kemampuan membaca dimaksudkan untuk mengukur kompetensi peserta didik memahami isi informasi yang terdapat dalam bacaan (Nurgiyantoro, 2010:371). Teks bacaan yang diujikan hendaklah yang mengandung informasi yang menuntut untuk dipahami. Pemilihan wacana hendaknya dipertimbangkan dari segi tingkat kesulitan, isi, panjang, dan jenis atau bentuk wacana (Nurgiyantoro, 2010:371-373).
a. Tingkat kesulitan wacana
Tingkat kesulitan wacana ditentukan oleh kekompleksan kosakata dan struktur serta kadar keabstrakan informasi yang dikandung. Semakin sulit dan kompleks kedua aspek tersebut akan semakin sulit wacana yang bersangkutan. Demikian pula sebaliknya, semakin mudah dan sederhana kedua aspek tersebut akan semakin mudah wacana tersebut. Wacana yang baik untuk bahan tes kompetensi membaca adalah wacana yang tingkat kesulitannya sedang, atau yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik. Dewasa ini, sudah ada beberapa formula keterbacaan yang lazimdigunakan untuk memperkirakan tingkat kesulitan sebuah wacana (Harras, 2011b:117). Pada umumnya, semakin panjang kalimat dan semakin panjang kata-kata, maka bahan bacaan dimaksud semakin sukar. Sebaliknya, jika kalimat dan katanya pendek-pendek, maka wacana dimaksud tergolong wacana yang mudah.
b. Isi wacana
Wacana yang dipilih hendaknya disesuaikan dengan tingkat kematangan peserta didik. Bacaan yang dipilih dapat berkaitan dengansejarah perjuangan bangsa, pendidikan moral, kehidupan beragama, berbagai karya seni, dan sebagainya sehingga seorang guru dapat berperanserta mengembangkan sikap dan nilai-nilai pada peserta didik. Selain itu, harus dihindari bacaan-bacaan yang bersifat kontra dan kontroversial.
c. Panjang wacana
Wacana hendaknya tidak terlalu panjang. Wacana yang pendek dapat berupa satu atau dua alinea. Dengan wacana yang pendek, dapat dibuat soal tentang berbagai hal, sehingga lebih komprehensif. Selain itu, siswaakan lebih senang dengan wacana pendek karena tidak membutuhkan waktu lama untuk membacanya.
d. Jenis wacana
Wacana yang digunakan sebagai bahan untuk tes kompetensi membaca dapat berjenis prosa nonfiksi, dialog, teks kesastraan, tabel, diagram, iklan, dan lain-lain. Pada umumnya wacana yang berbentuk prosa yang banyak dipergunakan, tetapi jika dimanfaatkan secara tepat, berbagai jenis wacana tersebut dapat sama-sama efektif. Kegiatan memahami wacana sebagai suatu aktivitas kognitif dapat dibuat jenjang sesuai taksonomi Barret. Taksonomi Barrett adalah taksonomi membaca yang mengandung dimensi kognitif dan afektif yang dikembangkan oleh Thomas C. Barrett pada tahun 1968. Taksonomi ini dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan membaca pemahaman dan meningkatkan kecerdasan siswa (Supriyono, 2009:1).

2.4 Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan ini berjudul “Peningkatan Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa dengan Strategi Pemetaan Makna di Kelas XI IPS 2 SMA N 1 Padang Jaya”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran membaca pemahaman dengan strategi pemetaan makna mampu meningkatkan kemampuan membaca siswa kelas XI IPS 2 SMA N 1 Padang Jaya. Siswa lebih tertarik, senang, dan aktif dalam mengikuti proses pembelajaran membaca pemahaman siswa di kelas. Penelitian tersebut membahas pembelajaran membaca pemahaman sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini karena sama-sama membahas upaya untuk meningkatkan kemampuanmembaca pemahaman. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah teknik yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa. Dengan demikian, hasil penelitian ini akan berbeda dengan hasil penelitian tersebut.
2.5 Kerangka Pikir
Keterampilan membaca pemahaman merupakan salah satu keterampilan yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran keterampilan berbahasa. Dengan memiliki keterampilan membaca pemahaman yang baik, siswa akan dapat memeroleh informasi yang berupa pengetahuan dengan lebih mendalam.Dengan begitu, siswa akan dapat meraih keberhasilan dalam proses pembelajaran di kelas. Namun demikian, pada kenyataannya, kemampuan membaca pemahaman yang dimiliki oleh siswa masih rendah. Ada kecenderungan siswa masih kurang dapat memahami dan mencerna dengan baik informasi yang mereka baca. Begitu juga yang terjadi pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Curup Tengah.
2.6 Hipotesis Tindakan
Berlandaskan kerangka pikir yang telah diuraikan, hipotesis penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran kooperatif teknik SPIKPU dalam pembelajaran membaca dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 1 Curup Tengah.
2.7MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF SPIKPU
Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman yaitu dengan model pembelajaran kooperatif SPIKPU. SPIKPU adalah diterapkannya MURDER. MURDER merupakan teknik membaca dalam model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Hythecker, Dansereau, dan Rocklin (Dasilva I, 2006:187). MURDER merupakan akronim dari mood,understand, recall, detect, elaborate, dan review. Teknik ini dihasilkan oleh perspektif psikologi kognitif. MURDER diterjemahkan oleh penulis ke dalam bahasa Indonesia menjadi SPIKPU. Nama SPIKPU diambil dari urutan langkahlangkah yang ada dalam teknik ini. S diambil dari kata suasana hati, P diambildari kata paham, I diambil dari kata ingat, K diambil dari kata kesalahan, Pdiambil dari kata pengalaman, dan U diambil dari kata ulang. Ada enam langkah yang digunakan dalam teknik SPIKPU, yaitu mengatur suasana hati, membaca untuk memahami bacaan, mengingat, menemukan kesalahan, menghubungkan dengan pengalaman, dan mengulang kembali.Kelebihan SPIKPU adalah dapat memperkuat pemahaman karena siswa harus mengemukakan, menjelaskan, memperluas, dan mencatat ide-ide utama dari teks secara verbal. Dalam hal ini, keterampilan memroses informasi lebih diutamakan. Pemrosesan informasi menuntut keterlibatan metakognisi-berpikir dan membuat keputusan berdasarkan pemikiran. Selain itu, langkah ’menghubungkan dengan pengalaman’ memungkinkan siswa untuk menghubungkan informasi-informasi yang cukup penting dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 CurupTengah yang beralamat di Jalan Air Bang Seberang Kecamatan Curup Tengah kabupaten Rejang Lebong. Subjek penelitian ini adalahsiswa kelas XI IPS 2 SMA Negeri 1 Curup Tengah. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam kurun waktu 3 bulan yaitu dari Juli 2013 sampai dengan September 2013, yang meliputi keseluruhan kegiatan penelitian dari penemuan masalah hingga pelaporan.
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (action research classroom) yang dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif bekerja samadengan guru Bahasa Indonesia kelas XI SMA Negeri 1 Curup Tengah.Model yang digunakan adalah model yang dikembangkan oleh Kemmis danMc. Taggart. Adapun gambaran secara umum mengenai model desainpenelitian berdasarkan Kemmis dan Mc.
Berikut keterangan tahap-tahap dalam penelitian tindakan:
Siklus I :
1. Perencanaan I.
2. Tindakan I.
3. Observasi I.
4. Refleksi I.

Siklus II :
1. Revisi Rencana I.
2. Tindakan II.
3. Observasi II.
4. Refleksi II.
Uraian tahap-tahap penelitian adalah sebagai berikut.
1. Siklus I
a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini, peneliti bersama kolaborator menetapkan alternatif tindakan yang dilakukan dalam upaya peningkatan keterampilan subjek yang diinginkan melalui tahap berikut.
1) Menentukan materi pembelajaran.
2) Mengembangkan RPP.
3) Menyiapkan media pembelajaran.
4) Menyiapkan instrumen penelitian yang berupa tes, pedoman
observasi, catatan lapangan, angket, pedoman wawancara, dan alat dokumentasi.
5) Mengembangkan format evaluasi
b. Implementasi Tindakan
Implementasi yaitu pelaksanakan KBM sesuai dengan RPP siklus 1 yang telah dibuat bekerja sama dengan kolaborator. Inti pelaksanaannya adalah pembelajaran membaca pemahaman siswa kelas XI SMA Negeri 1 Curup Tengah dengan menerapkan teknik SPIKPU. Langkah yang dilakukan pada implementasi tindakan ini adalah sebagai berikut.
1) Guru membangun apersepsi siswa tentang membaca pemahaman. Tujuannya adalah memancing pengetahuan dan ingatan siswa pada materi yang akan disampaikan.
2) Guru memberitahukan prosedur pelaksanaan pembelajaran membaca pemahaman dengan menggunakan teknik SPIKPU.
3) Setelah siswa benar-benar memahami prosedur tersebut, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-6 orang siswa.
4) Setelah terbentuk kelompok, pembelajaran membaca pemahaman dilakukan sesuai dengan tahapan yang ada pada teknik SPIKPU, yaitu mulai dari penataan suasana hati sampai dengan pembuatan laporan.
5) Pada akhir pembelajaran, guru merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung. Refleksi ini bertujuan agar siswa dapat mengevaluasi kegiatan pembelajaran sehingga dapat diperbaiki pada siklus II.
c. Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan denganmenggunakan lembar observasi yang telah disiapkan pada tahap perencanaan. Berikut hal-hal yang dilakukan peneliti saat proses
pembelajaran berlangsung.
1) Mengamati segala yang dilakukan siswa di dalam kelas yangberkaitan dengan kegiatan membaca pemahaman denganmenggunakan teknik SPIKPU.
2) Mengamati guru, bagaimana guru memberi bimbingan dan motivasikepada siswa dalam melakukan pembelajaran membaca pemahaman.
d. Refleksi
Kegiatan refleksi ini digunakan untuk merencanakan kegiatan siklus
II. Peneliti bersama guru berdiskusi dan menganalisis hasil pengamatanpada siklus I. Kegiatan pada langkah ini berupa:
1) mengambil kesimpulan tentang kemampuan siswa setelah dikenaitindakan,
2) menilai keaktifan siswa ketika berinteraksi dengan guru dan siswalainnya, dan
3) menilai keterampilan masing-masing siswa dalam praktik membacapemahaman berdasarkan hasil tugas siswa.
2. Siklus II
a. Perencanaan
Perencanaan dilakukan setelah refleksi siklus I. Pada tahap inipeneliti dan kolaborator merencanakan kembali tindakan yang akandilakukan pada siklus II dengan tujuan memperbaiki aspek-aspek yangdinilai masih belum optimal atau belum sesuai rencana dan aspek-aspekyang memiliki kemungkinan untuk ditingkatkan.Peneliti dan kolaborator menyiapkan materi pembelajaran denganlebih baik dari sebelumnya. Selain itu, juga mengembangkan rencanapembelajaran dan menyiapkan media pembelajaran.Pada tahap perencanaan ini, peneliti menyiapkan instrumenpenelitian. Instrumen tersebut berupa tes, pedoman observasi, catatanlapangan, angket, pedoman wawancara, alat dokumentasi.
b. Implementasi Tindakan
Tindakan yang dilakukan pada siklus ini hampir sama dengantindakan pada siklus I. Akan tetapi, lebih ditekankan pada aspek-aspekyang belum dikuasai siswa. Apabila prosedur teknik SPIKPU yangdilakukan pada siklus I telah tercapai, guru membuat variasi lain dariteknik tersebut agar siswa benar-benar mampu memahami suatubacaan.
c. Pengamatan
Peneliti melakukan pengamatan terhadap situasi pembelajaran dikelas yang meliputi sikap siswa selama mengikuti pembelajaranmembaca pemahaman, keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran,mengamati apa yang disampaikan oleh para siswa, dan keseluruhanpraktik siswa dari awal hingga akhir. Selain mengamati siswa, penelitijuga mengamati guru kolaborator dalam melaksanakan pembelajaranmembaca pemahaman dengan menerapkan teknik SPIKPU,keterampilan menyampaikan materi, keterampilan guru dalammembimbing siswa, dan keterampilan mengatur kelas.
d. Refleksi
Refleksi dilaksanakan berdasarkan data yang diperoleh saatpelaksanaan tindakan. Peneliti dan guru berdiskusi untuk menganalisisdan memaknai proses dan implementasi pelaksanaan tindakan padasiklus II. Refleksi ini dilakukan untuk evaluasi terhadap pelaksanaantindakan.Setelah siklus II dilaksanakan dan apabila data yang diperoleh cukup,penelitian dihentikan. Data yang diperoleh diharapkan dapat menjawabpermasalahan yang terperinci di dalam rumusan masalah. Namun, apabila datayang diperoleh belum cukup, penelitian akan dilanjutkan ke siklus III yangakan disusun kemudian.
3.3Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara berikut ini.
1. Observasi
Observasi merupakan teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti (Sanjaya, 2009:86). Observasi dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan pelaksanaan pembelajaran dan partisipasi siswa di kelas dengan menggunakan lembar observasi.
Cara pengumpulan data ini dipilih karena peneliti langsung mengamati proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa, sedangkan guru sebagai kolaborator mengamati aktivitas dan respon siswa dalam pembelajaran. Observasi dilakukan dengan instrumen lembar observasi
yang dilengkapi dengan pedoman observasi dan dokumentasi foto. Observasi juga dilakukan dengan menggunakan catatan lapangan.
2. Wawancara
Wawancara digunakan untuk mengetahui tanggapan guru dan siswa mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif teknik SPIKPU dalam pembelajaran membaca pemahaman dan pengaruhnya terhadap kemampuan membaca pemahaman. Wawancara ini dilakukan oleh peneliti di luar mata pelajaran secara informal dan terencana, tetapi tidak terstruktur agar alami dan tidak dibuat-buat. Dalam melaksanakan wawancara dengan siswa, peneliti tidak mewawancarai seluruh siswa, tetapi hanya beberapa siswa saja.
3. Tes Kemampuan Membaca
Tes kemampuan membaca diberikan sebelum dan sesudah adanya tindakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan model pembelajaran kooperatif teknik SPIKPU dalam pembelajaran membaca pemahaman. Soal tes dibuat bersama oleh peneliti bekerja sama dengan guru untuk dikerjakan siswa.
4. Angket
Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui penerimaan siswa terhadap teknik SPIKPU yang diterapkan dalam pembelajaranmembaca pemahaman. Angket diberikan sesudah siklus dilaksanakan.
3.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Kisi-kisi Observasi dan Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mendata dan memberikan gambaran proses pembelajaran keterampilan membaca yang berlangsung di kelas. Lembar observasi disusun berdasarkan kisi-kisi observasi yang digunakan untuk mengobservasi guru dan siswa. Hasil observasi dilengkapi dengan catatan lapangan.
2. Kisi-kisi Soal dan Soal Tes
Soal tes digunakan untuk mengukur tingkat pengetahuan dan kemampuan membaca pemahaman siswa. Jenis tes yang akan digunakan adalah tes tertulis. Tes tertulis adalah tes yang dilakukan dengan cara siswa menjawab item soal dengan cara tertulis (Sanjaya, 2009:100). Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes esai dan tes objektif yang disusun berdasarkan kisi-kisi soal.
3. Lembar Penilaian
Lembar penilaian disusun berdasarkan Taksonomi Barret, yaitu terdiri dari skor pemahaman literal, reorganisasi, pemahaman inferensial, evaluasi, dan apresiasi. Dari kelima kategori tersebut didapat skor total pemahaman membaca. Lembar ini digunakan oleh peneliti sebagai instrumen penilaian kemampuan membaca pemahaman yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan membaca pemahaman siswa baik sebelum tindakan maupun sesudah diberi tindakan. Hasil penilaian tersebut digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan model pembelajaran kooperatif melalui teknik SPIKPU dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman siswa.
4. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan sebagai panduan dalam melakukan wawancara. Wawancara dilakukan terhadap guru dan siswa untuk mengetahui peningkatan yang terjadi setelah pembelajaran membaca pemahaman menggunakan teknik SPIKPU.
5. Kisi-kisi Angket dan Angket
Penyusunan angket disusun berdasarkan kisi-kisi angket. Angket diberikan kepada siswa setelah tindakan dengan tujuan untuk mengetahui penerimaan siswa terhadap teknik SPIKPU.
3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilihat dari analisis data proses dan analisis data produk. Analisis data secara proses diambil pada waktu pembelajaran membaca dengan model pembelajaran kooperatif teknik SPIKPU dilaksanakan. Analisis data secara produk diambil dari hasil penilaian keterampilan membaca masing-masing siswa pada waktu melakukan praktik membaca di kelas.
3.6 Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Penelitian ini menggunakan tiga jenis validitas, yaitu validitas demokratik, validitas proses, dan validitas dialogis.
2. Reliabilitas
Relialibitas dicapai dengan cara menggunakan lebih dari satu sumber data untuk mendapatkan data yang valid. Reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi, catatan lapangan, transkip wawancara, angket, dan foto.

3.7 Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dapat ditentukan berdasarkan proses dan produk. Keberhasilan yang diukur berdasarkan proses, yaitu apabila dalam penelitian ini terjadi peningkatan keterampilan membaca dibandingkan dengan sebelum diadakannya tindakan. Hal ini dapat dilihat adanya perubahan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran membaca pemahaman dengan teknik SPIKPU, meliputi siswa aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran membaca, antusias, dan mampu bekerja sama, serta guru memotivator keaktifan siswa. Kriteria keberhasilan produk dalam membaca pemahaman didasarkan atas peningkatan keberhasilan siswa dalam mencapai taraf keberhasilan minimal yang ditentukan, yaitu antara 65%-75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar telah mencapai KKM (> 75).

DAFTAR PUSTAKA
Susetyo, 2010. Penelitian Kuantitatif dan Penelitian Tindakan Kelas. Bengkulu: FKIP UNIB.
Wiriaatmadja, Rochiati. 2006. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Harras, Kholid A. 2011. “Hakikat Membaca”. Modul kuliah di UPI. Diakses dari http://file.upi.edu, pada 10 November 2013.
Junaidi, Wawan. 2009. Jenis-jenis Membaca. Diakses dari http://wawanjunaidi. blogspot.com, pada 9 November 2013.
Lie, Anita. 2004. Cooperative Learning (Edisi Revisi). Jakarta: Grasindo.
Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Kooperatif Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.
Tarigan. 2008. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYIMAK PELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN OPEN ENDED PADA SISWA KELAS X SMAN8 KOTA BENGKULU SEMESTER I TAHUN AJARAN 2013/2014
Oleh: Laras Novalia
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Dalam dunia pendidikan dan pengajaran, sastra merupakan salah satu materi pengajaran yang harus disampaikan. Pengajaran sastra juga termasuk dala pelajaran yang cukup tua dan sampai sekarang tetap bertahan dalam penagajaran dan juga tercantum dalam kurikulum sekolah. Sebagai mahluk social, manusia juga sering memerlukan orang lain dan disekolah pun begitu perlu adanya tindak interaksi, untuk memahami apa yang sedang dipikrkan, apa yang dirasakan dan apa yang sedang diinginkan, pemaham terhadapat pikiran, kehendak dan perasaan orang lain dapat dilakukan dengan menyimak.
Banyak pilihan yang mengaggap bahwa menyimak merupakan keterampilan yang paling penting diantara keterampilan-keterampilan lain. Melalui aktivitas ini, siswa memperoleh kosakata yang gramatikal, disamping tentunya pengucapan yang baik (Azis dan Alwasllah 1996:82). Pembelajaran Bahasa Indonesia mencakup empat keterampilan berbahasa. Empat keterampilan tersebut adalah keterampilan menyimak, berbiacara, memebaca, dan menulis. Keempat keterampilan itu merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan dan sangat tidak mungkin untuk dipisahkan satu persatu. Meskipun dalam setiap kompetesenti memiliki keterampilan tersebut pasti memerlukan paling tidak satu keterampilan yang lain dalam pelaksaannya.
Keterampilan menyimak merupakan salah satu diantaranya keterampilan yang memiliki peranan penting. Menyimak merupakan keterampilan berbahasa awal yang dikuasai oleh manusia. Keterampilan menyimak menjadi dsar bagi keterampilan berbahasa lain. Pada awalkehidupan manusia lebih dulu belajar menyimak, setelah itu belajara berbicara, kemudian embaca, dan menulis. Kemampua menyimak seseorang turut menentukan keberhasilannya, apalagi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, keterampilan menyimak merupakan satu dianatara empat keterampilan yang harus dikuasai.
Tidak semua orang memiliki keterampilan menyimak yang baik dalam menerima informasi. Tidak akan dapat informasi yang jelas, baik, dan benar jika teknik menyimak kita jauh dari tataran ilmu. Oleh sebab itu mengetahui ilmu dalam menyimak menjadi syarat utama untuk mencapai keberhasilan dalam menyampaikan informasi pada orang lain agar orang yang menerima tidak slah dapat informasi yang diterima. Hal ini juga yang terjadi pada siswa kelas X SMA Negeri 8 Kota Begkulu yang kemampuan menyimaknya rendah dan menjadi objek peneliti ini.
Oleh karena itu, apapun fasilitas yangkreasikan untk menfasilitas para siswa diekolah dan siapapun fasilitator yang akan menemani siswa belajar, seyogiannya berorientasi pada tujuan bejara siswa. Tujuan belajar yang orasional muncul dari dorongan hati ( Suyanto, 2009:8). Dengan emikian, menyadari pentingnya suatu pelajaran dan merasa senag dengan pembelajaran yang dihadapi. Satu diantaranya metodel pembelajaran inovatif metode pembelajaran Open Ended atau Problem Terbuka, dengan adanya metode ini dalam pembelajatran menyimak akan memudhkan para siswa untuk paham dalam menyimak dengan baik, dengan adanya memicu untuk memecahkan suatu masalah dalam kelompok didlam ruangan kelas.
Berdasarkan masalah diatas, peneliti memlilih untuk memlakuakn peelitian pada keterampilan menyimak sebagai alternative mengatasi masalah yang ada dan teknik yang digunakan persentasi. Metode yang digunakan ini adalah metode pembelajaran Open Ended. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan motifasi peserta didik untuk mengasah potensi yang mereka miliki sehingga kemampuan mnyimak dan hasil beljara mereka meningkat.

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan masalah diatas, masalah umum untuk penelitian ini adalah, bagaimana peningkatan keterampilan menyimak meggunakan metode pembelajaran Open Ended pasa siswa Kelas X SMA Negeri 8 Kota Bengkulu Semester I Tahun Ajaran 2013/2014

Pembatasan Masalah
Masalah tersebut dapat dibatasai dalam sub-sub masalah berikut:
Mengerti akan definisi menyimak
Bagaimana pelaksanaan melalui media persentasi menggunakan metode Open Ended
Hipotesis Penelitian
Jika metode pembelajaran Open Ended diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, maka dapat meningkatkan kemampuan menyimak siswa kelas X SMA Negeri 8 Kota Bengkulu.
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan pokok pada penelitian ini adalah untuk mendiskrisikan peningkatan kemampuan menyimak pada siswa dengan menggunakan metode pembelajaran Open Ended pada siswa Kelas X Semester I SMA Negeri 8 Kota Bengkulu Tahun Ajaran 2013/2014
Manfaat Penelitian
Penelitian tindakan kelas mempunyai manfaat bagi siswa, guru, dan sekolah adapun manfaat tersebut sebagai berikut :
Bagi Siswa
Penelitian tindakan kelas mempunyai manfaat bagi siswa kelas X Semester I SMA Negeri 8 Kota Bengkulu Tahun Ajaran 2013/2014 dengan menyimak dan memahami isi cerita
Bagi Guru
Penelitian tindakan kelas ini bagi guru adalah:
Guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dengan menggunakan media pengajaran dengan kreatifitas guru agar para siswa tidak jenuh dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia
Dengan adanya dilaksanakan penelitian ini, guru Bahasa Indonesia dapat menguasai metode pembelajaran Open Ended dalam mengajari menyimak pada siswa diruangan kela
Guru akan terbiasa melakukan penelitian kecil yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan profesionalnya ebgai guru dan juga demi perbaikan pembelajaran khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia

Bagi Sekolah
Penelitian akan memberikan sumbangan yang berharga bagi sekolah meningkatkan kualitas pembelajaran menyimak pada khususnya, dan pembelajaran Bahasa Indonesia pada umumnya

BAB II
LANDSAN TEORI
Kajian Teori
Hakikat menyimak berhubungan dengan mendengar dan mendengarkan, Subyantoro dan Hartono (2003:1-2) menyatakan bahwa mendengar adalah peristiwa tertangkapnya rangsangan bunyi oleh panca indera pendengaran yang terjadi pada waktu kita dalam keadaan sadar akan adanya ransangan tersebut, sedangkan mendengarkan dengan mendengarkan adalah kegiatan mendengarkan yang dilakuakan dengan sengaja, penuh perhatian terhadap apa yang didengarkan. Sementara menyimak pengertiannya sama dengan mendengarkan tetapi dalam menyimak intesitas perhatian terhadap apa yang disimak lebih ditekankan lagi.
Pengertian menyimak,kegiatan menyimak tidak bisa dilepaskan dengan kegiatan berbiacara sebagai suatu jalinan komunikasi. Pada dasarnya, komunikasi dapat berlangsung secara lisan tulis. Komunikasi lisan mencakup aktifitas menyimak dan berbicara, sementara komunikasi tulis mencakup kegiatan membaca dan menulis.
Menyimak sebagai salah satu keterampilan berbahasa. Merupakan keterampilan dasar dalam aktifitas berkomunikasi. Kegiatan komunikasi yang terjadi dimasyarakat menunjukkan bahwa kegiatan menyimak lebih banayak dilakukan daripada kegiatan berbahasa lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, baik untk kepentingan bermasyarakat maupun di lingkungan formal, menyimak menguasai waktu sekitar 45% dari waktu kegiatan manusia berkomunikasi (Rivers, 1978:62)
Tarigan (dalam Ardiana, 2002:5) menggambarkan kedudukan dan hubungan antara menyimak, berbicara, membaca dan menulis dalam jalinan keterampilan berbahasa. Lebih lanjut, Kamidjan dalam Aridiana (2001:4) menjelaskan bahawa menyimak ialah suatu proses mendengarkan lambing-lambang bahasa lisan dengan sungguh-sungguh, penuh, perhatian, pemahaman, apresiasif yang dapat disertai dengan pemahaman makna komunikasi yang disampaikan secara nonverbal. Menurut pendapat Rose (1991:108) bahwa factor-faktor penting dalam keterampilan menyimak dalam kelas adalah siswa menuliskan butir-butir pentimg bahan simakan terutama yang berhubungan dengan bahan simakan tersebut.
Berdsarkan teori, pembelajaran menyimak dilaksanakan secara terpadu dan mendapat perhatian sama dengan keterampilan berbahasa yang lain. Namun, dalam pembelajaran disekolah, hal ini tersebut belum dapat terlaksanakan dengan baik. Mereka beranggapan bahwa semua orang yang normal pasti dapat menyimak untuk memperoleh penalaran terhadap wacana lisa tidak terbentuk secara otomatis. Pandangan seperti ini seharusnya dihilangkan, keterampilan menyimak untuk memperoleh penalaran terhadap wacana lisan tidak akan terbentuk secara otomatis atau hanya dengan perintah supaya mendengarkan saja (Subyartato dan Hartono, 2003:1)
Menyimak merupakan suatu keterampilan berbahasa yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari baik dilingkungan formal maupu nonformal. Dengan bahasa dapat berkomunikasi, sebaliknya, dengan berkomunikasi orang dapat menyampaikan gagasan. Perasaan, dan pengalamannya kepada orang lain. Melalui komunikasi kita apat berinteraksi dengan orang lain dalam membahas berbagai hal yang ada dalam kehidupan ( Sutari, dkk, 1997:6-7)
Ini merupakan tantangan bagi guru sebagai fasilitator untuk bagaimana pelaksanaan pembelajaran mnggunakan metode Open Ended ini bisa berhasil, untuk menigkatkan daya menyimak para siswa teknik persentasi dengan menggunakan metode pembelajaran Open Ended sebagai jang keberanian siswa untuk berbiacar dan mengemukakan kesulitan-kesulitan sisw apada saat menyimak pelajaran berlangsung. Pada saat itu juga guru dapat mengetahui apa saja kesulitan-kesulitan siswa pada saat emnyimak dan guru lebih kreatif lagi agar para siswa kan mengerti bagaimana menyimak dengan menggunaka metode pembelajaran Open Ended.
Dengan demikian, pemakaian metode pembelajaran Open Ended diharapkan dapat meningkatkan keterampilan menyimak para siswa kelas X Semester I SMA Negeri 8 Kota Bengkulu Tahun Ajaran 2013/2014.

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

Metodelogi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X Semester I SMA Negeri 8 Kota Bengkuku Tahun Ajaran 2013/2014
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian tindakan kelas ini , meneliti dengan adanya sampel Siswa Kelas X memalui tesmenyimak dengan menggunakan soal esai pada siswa yang ada dalam ruangan kelas dan non tes dengan adanya alat pengumpulan data yaitu, observasi, jurnal dan dokumentasi
Data penelitian
Data penelitian digunakan adanya penelitian dengan tes soal esai terbatas yang diisi oleh siswa setelah mereka menyimak yang dilaksankan pada penelitian berlangsung siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia atau non tes dengan adanya alat pengumpulan data yaitu, observasi, jurnal dan dokumentasi
Instrumen Penelitian
Tes
Instrument tes berupa soal esai terbatas yang diisi oleh siswa setelah mereka menyimak
Non tes
Alat pengumpulan data non tes yang digunakan adalah sebagai berikut :
Observasi
Observasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk mengetahui perilaku-perilaku siswa melalui pengamatan, misalnya pengamatan kondisi dan interaksi belajar mengajar, interaksi kelompok, tanggapan siswa tentang tugas yang diberikan guru, sikap positif dan negative terhadap keterampilan menyimak.
Jurnal
Jurnal adalah bentuk cacatan yang digunakan untuk mengetahui perubahan yang terjadi baik dari siswa ataupun kejadian-kejadian yang menonjol secara penelitian. Penelitian membuat jurnal sebagi umpan balik untuk menegetahui tingkat keberhasilan teknik yang digunakan. Jurna yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu jurnal untuk siswa dan jurnal untuk guru.
Dokumentasi
Dokumentasi merupakan data yang cukup penting sebagai bukti terjadinya suatu kegiatan dalam hal ini proses pembelajaran. Dokumentasi foto. Penggunaan dokumentasi dalam penelitin ini dikasud untuk memperoleh rekaman aktifitas siswa selama mengikuti pembelajaran yang diwujudkan dalm bentuk gambar.
1.5 Prosedur Penelitian
Prosedur PTK ini didesain untuk 3 (tiga siklus), dimana tiap-tiap siklus dilaksanakan dalam 3 (tiga) kali tatap muka. Rencana tindakan pada masing-masing siklus dalam PTK ini dibagi dalam 4 (empat) kegiatan yaitu:
Tahap Perencanaan
Menyusun rencana pelaksanaan (RPP)
Menetapkan materi bahan ajar
Menyusun kegiatan pembelajaran denagn menggunakan pembelajaran kooperatif
Menyusun alat evaluasi berupa tes soal (essay) dan non tes t untuk mengetahui tingkat pemahaman dan kemampuan menyimak siswa
Menyiapkan instrumen ukur berupa tes pemahaman siswa pada teks pembelajaran untuk melihat tingkat kemampuan menyimak siswa
Tahap Implementasi Tindakan
Deskripsi tindakan yang dilakukan sesuai dengan judul PTK ini adalah meningkatakan kemampuan menyimak siswa dengan menggunakan metode pembelajaran Open Ended, dimana kegiatan tindakan pembelajaran meliputi:
Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai
Guru membentuk dua kelompok besar dengan menguji berupa pemahaman siswa untuk menyimak teks
Guru membagikan dua teks yang sama yang berupa teks berupa insiden bencana alam
siswa mengamati dan memahami tersebut berdasarkan unsuk kemampuan menyimak siswa
masing-masing kelompok memprentasikan hasil diskusinya ke depan kelas dan kelompok lain memberi tanggapan dan bertanya dengan memecahkan masalah-masalah yang ada didalam isi teks tersebut
setelah selasai presentasi siswa diberi umpan balik oleh guru dan merangsang pemahaman siswa atas apa yang telah dibaca oleh siswa dengan memberikan soal (essay) secara individu
kemudian siswa ditugaskan untuk membuat kesimpulan yang telah siswa didiskusikan
evaluasi
penutup
Tahap Observasi dan Evaluasi
pengamatan kondisi dan interaksi belajar mengajar, interaksi kelompok, tanggapan siswa tentang tugas yang diberikan guru, sikap positif dan negative terhadap keterampilan menyimak, seperti berikut:
Perhatian siswa kelas X SMA Negeri 8 Kota Bengkulu dalam mengikuti sajian bahan dan siswa menyimak terlebihdalu dan diikuti dengan pemahaman siswa ajar dari awal hingga akhir pelajaran
Pemahaman siswa kelas X SMA Negeri 8 Kota Bengkulu terhadap tujuan dan manfaat materi bahan ajar yang disajikan secara berkelompok dan para siswa dapat memecahkan mpermasalahan yang ada pada teks secara berkelompok dan tugas-tugas yang harus diselesaikan selama pembelajaran.
Ingatan materi prasyarat yang menghubungkan antara pengetahuan yang lama dengan pengetahuan yang baru yang kan dipelajari
Kesulitan belajar dan hambatan siswa kelas X SMA Negeri 8 Kota Bengkulu dalam mencapai tujuan pembelajaran atau menguasai kompetensi yang ditetapkan.
Sedangkan kegiatan evaluasi dimulai dengan melakukan tes formatif pada setiap akhir siklus, variabel yang diukur melalui kegiatan ini meliputi:
Respon siswa kelas X SMA Negeri 8 Kota Bengkulu sebagai tampilan unjuk kerja yang menggambarkan apakah siswa telah mencapai penguasaan kompetensi pada setiap akhir kegiatan pembelajaran.
Hasil belajar siswa kelas X SMA Negeri 8 Kota Bengkulu setelah mengikuti kegiatan utuh satu siklus.
Analisis dan Refleksi
Hasil observasi dan evaluasi pada masing-masing siklus dipandang sebagai “akibat”
Dari akibat tersebut kemudian dianalisis faktor “sebab”
Dari sebab tersebut selanjutnya ditelusuri “akar sebab”
Hasil dari analisis menjadi dasar dalam penyusunan refleksi yaitu memikirkan upaya apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi akar sebab. Hasil refleksi akan menjadi dasar dalam merencanakan tindakan yang akan ditetapkan untuk siklus selanjutnya.
Teknik Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan dalam PTK ini diperoleh dengan instrumen ukur tes untuk memperoleh data menguji tingkat keberhasilan peningkatan kemampuan menyimak siswa dengan menggunaka metode pembelajaran Open Ended tersebut.
Teknik Analisis Data
Tehnik analisis data dalam penelitian ini menggunakan tes soal (essay) yang diberikan pada saat akhir siswa dalam meningkatkan kemampuan menyimak siswa menggunakan metode pembelajaran Open Ended
Kriteria Keberhasilan
Yang menjadi kriteria keberhasilan dalam PTK ini adalah jika nilai rerata variabel yang diukur oleh hasil tes siswa (variabel menulis puisi) mencapai rerata nilai “ 75” dan variabel kuisioner (variabel pembelajaran kooperatif) kualitas minimal “Tinggi” dalam skala 10-100, yang berarti tingkat penguasaan kompetensi minimal 75 %.

DAFTAR PUSTAKA
http://hendrysetiawan.blogspot.com//2010/11/prposal ptk
http://buyungchem.wordpress.com/meningkatkan-kemampuan-menyimak
http://beninggembul-apriliansyah.blogspot.com/2010/04/ptl
Tarigan: Henri Guntur: 1986. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: ANGKASA
Mahsun M.S. (2005) Metode Penelitian Bahasa Jakarta : Rajagrafindo Persada
Yulistio. Didi. 2001. Bahasa Indonesia Keterampilan Menyimak: Bengkulu Lemlit UNIB Press
Ekawarna. 2013. Revisi Penelitian Tindakan Kelas. : Jakarta Selatan
Ariesta. Ria. 2013. Power Poin Semua Metode Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia: Bengkulu

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF DESKRIPSI DENGAN TEKNIK OBJEK LANGSUNG MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL
Oleh: Intan Febrina Mayang Sari
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan, tidak hanya penting dalam kehidupan pendidikan, tetapi juga sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Keterampilan menulis itu sangat penting karena merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh siswa. Dengan menulis siswa dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gagasan atau pendapat, pemikiran, dan perasaan yang dimiliki. Selain itu, dapat mengembangkan daya pikir dan kreativitas siswa dalam menulis.
Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Bahwa menulis adalah suatu kegiatan yang aktif dan produktif serta memerlukan cara berpikir yang teratur yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Keterampilan seseorang untuk mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman sebagai suatu keterampilan yang produktif. Menulis dipengaruhi oleh keterampilan produktif lainnya, seperti aspek berbicara maupun keterampilan reseptif yaitu aspek membaca dan menyimak serta pemahaman kosa kata, diksi, keefektifan kalimat, penggunaan ejaan dan tanda baca. Pemahaman berbagai jenis karangan serat pemahaman berbagai jenis paragraf dan pengembangannya.
Permasalahan pendidikan selalu muncul bersamaan dengan berkembang dan meningkatnya kemampuan siswa, situasi dan kondisi lingkungan yang ada, pengaruh informasi dan kebudayaan, serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru merupakan kunci dan sekaligus ujung tombak pencapaian misi pembaharuan pendidikan, mereka berada di titik sentral untuk mengatur, mengarahkan dan menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang untuk mencapai tujuan dan misi pendidikan nasional yang dimaksud. Oleh karena itu, secara tidak langsung guru dituntut untuk lebih profesional, inovatif, perspektif, dan proaktif dalam melaksanakan tugas pembelajaran.
Pada kesempatan ini, peneliti (guru) membahas tentang keterampilan menulis khususnya menulis paragraf deskripsi. Selama ini berdasarkan hasil observasi, keterampilan siswa untuk menulis masih sangat terbatas, terlebih lagi untuk dapat menulis paragraf deskripsi mereka kesulitan untuk dapat membedakan jenis-jenis paragraf. Agar dapat menulis kadang-kadang siswa perlu dipacu dengan menggunakan teknik dan media yang menarik. Untuk itu guru perlu mencari upaya yang dapat membuat siswa tertarik agar siswa dapat menulis dengan baik.
Dalam menulis dibutuhkan adanya ketelitian, kepaduan, keruntutan dan kelogisan antara kalimat satu dengan kalimat yang lain, antara paragraf dengan paragraf berikutnya sehingga akan membentuk sebuah karangan yang baik dan utuh. Pengajaran menulis, khususnya menulis paragraf deskripsi adalah keterampilan yang bertujuan untuk mengajukan suatu objek atau suatu hal yang sedemikian rupa, sehingga objek itu seolah-olah berada di depan kepala pembaca.
Melalui penelitian ini, peneliti mencoba satu pembaharuan untuk meningkatkan keterampilan menulis paragraf deskripsi yaitu melalui penggunaan teknik objek langsung. Penggunaan teknik objek langsung ini sebagai alternatif pembelajaran menulis paragraf deskripsi sehingga diharapkan siswa akan lebih tertarik untuk menuangkan ide atau gagasan dalam bentuk tulisan dan diharapkan dapat mengurangi kejenuhan siswa dalam pembelajaran menulis. Untuk itu, diperlukan sebuah strategi pembelajaran yang baru agar dapat memberdayakan siswa. Strategi pembelajaran itu antara lain pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa belajar dengan bermakna. Pendekatan kontekstual diharapkan dapat mendorong siswa agar menyadari dan menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan diri dan penyelesaian berbagai persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, pendekatan kontekstual yang demikian diharapkan siswa dapat mengerti makna belajar, manfaat belajar, status mereka, serta bagaimana mereka mencapai semua itu. Mereka akan menyadari bahwa apa yang mereka pelajari akan berguna bagi hidupnya nanti.
Pendekatan kontekstual komponen pemodelan dengan teknik objek langsung diharapkan dapat mengenalkan atau menunjukkan, memotivasi, dan menarik minat siswa kelas VIII SMP Neer 1 Curup dalam menulis paragraf deskripsi, dan diharapkan keterampilan menulis paragraf deskripsi akan meningkat.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disimpulkan, permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimanakah peningkatan keterampilan menulis paragraf deskripsi siswa kelas VIII SMP Negeri 01 Curup Kota setelah mendapatkan pembelajaran menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan ?
Bagaimanakah perubahan sikap dan tingkah laku siswa setelah mendapatkan pembelajaran menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan ?

Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah sebagai berikut.
Mendeskripsikan peningkatan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung pada siswa kelas VIII SMP Negeri 01 Curup.
Mendeskripsikan perubahan sikap dan tingkah laku siswa kelas VIII SMP Negeri 01 Curup setelah mendapatkan pembelajaran menulis paragraf deskripsi melalui teknik objek langsung.
Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai dua manfaat teoretis dan manfaat praktis.
Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan manfaat teoretis, yaitu dapat memberikan sumbangan pemikiran dan tolok ukur kajian pada penelitian lebih lanjut yaitu berupa alternatif yang dapat dipertimbangkan dalam usaha memperbaiki mutu pendidikan dan mempertinggi interaksi belajar mengajar, khususnya dalam pembelajaran menulis paragraf deskripsi.
Manfaat Praktis
Secara praktis manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini dibagi menjadi empat yaitu: bagi siswa, guru, sekolah.
Manfaat bagi siswa
Dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menulis pada umumnya dan menulis paragraf deskripsi pada khususnya, dan meningkatkan kreativitas dan keberanian siswa dalam berpikir.
Manfaat bagi guru
Untuk memperkaya khasanah metode dan strategi dalam pembelajaran menulis, untuk
dapat memperbaiki metode mengajar yang selama ini digunakan, agar dapat menciptakan kegiatan belajar mengajar yang menarik dan tidak membosankan.
Manfaat bagi sekolah
Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam rangka memajukan dan meningkatkan prestasi sekolah yang dapat disampaikan dalam pembinaan guru ataupun kesempatan lain bahwa pembelajaran menulis khususnya menulis paragraf deskripsi dapat menggunakan teknik objek langsung sebagai bahan pencapaian hasil belajar yang maksimal.

BAB II
LANDASAN TEORI

Kajian Pustaka
Upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis pada siswa telah banyak dilakukan. Hal ini terbukti dengan banyaknya penelitian yang dilakukan oleh para ahli bahasa maupun para mahasiswa. Penelitian tersebut belum semuanya sempurna. Oleh karena itu, penelitian tersebut memerlukan penelitian lanjutan demi melengkapi dan menyempurnakan penelitian sebelumnya.
Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan topik penelitian ini yaitu penelitian tentang peningkatan keterampilan menulis yang akan dijadikan sebagai kajian pustaka dalam penelitian.
Berdasarkan kajian penelitian, dapat diketahui bahwa keterampilan siswa untuk menulis masih relatif rendah sehingga perlu adanya peningkatan keterampilan menulis bagi siswa melalui percobaan penggunaan metode, media, dan pendekatan yang berbeda.
Perbedaannya, setiap penelitian mempunyai ide yang baru dalam hal cara sehingga hasilnya pun berbeda. Akan tetapi, penelitian tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu meningkatkan keterampilan menulis siswa. Para peneliti menggunakan teknik, metode, dan media maupun pendekatan yang bervariasi tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan keterampilan menulis siswa. Berdasarkan penelitian yang sudah pernah dilakukan maka pada kesempatan ini peneliti akan melakukan penelitian tentang menulis paragraf deskripsi. Tentunya dengan metode, dan teknik yang berbeda. Dalam penelitian ini guru menggunakan teknik objek langsung sebagai teknik dalam pembelajaran keterampilan menulis paragraf deskripsi. Penelitian yang akan dilakukan adalah bagaimana peningkatan keterampilan menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan pada siswa kelas VIII SMP Negeri 01 Curup Kota.
Penelitian ini sebagai tindak lanjut dari penelitian-penelitian yang sudah ada, dengan tujuan untuk memberikan pemikiran dan tolok ukur kajian pada penelitian-penelitian lebih lanjut sehingga dapat menambah khasanah pengembangan pengetahuan mengenai pembelajaran menulis khususnya menulis paragraf deskripsi dengan teknik objek langsung. Dengan teknik objek langsung yang pembelajarannya dilakukan di dalam dan di luar kelas diharapkan siswa tidak merasa jenuh dan dapat menungkan ide serta gagasannya. Selain itu, kelebihan dalam menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung ini, agar pembaca dapat merasakan dan masuk ke dalam inspirasi penulis. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif peningkatan keterampilan menulis paragraf deskripsi dan mengubah perilaku siswa kelas VIII SMP Negeri 01 Curup Kota.

Landasan Teori
Teori-teori yang akan dipaparkan dalam landasan teoretis ini berkaitan dengan penelitian ini yaitu meliputi teori tentang keterampilan menulis, hakikat menulis paragraf deskripsi, hakikat objek langsung, pembelajaran kontekstual, kaitan antara pendekatan kontekstual dengan pembelajaran menulis, dan pembelajaran menulis paragraf deskripsi melalui teknik objek langsung. Teori-teori ini akan menjadi landasan dalam penelitian ini.
1) Keterampilan Menulis
Keterampilan menulis adalah keterampilan yang paling kompleks, karena keterampilan menulis merupakan suatu proses perkembangan yang menuntut pengalaman, waktu, kesepakatan, latihan serta memerlukan cara berpikir yang teratur untuk mengungkapkannya dalam bentuk bahasa tulis. Oleh sebab itu, keterampilan menulis perlu mendapat perhatian yang lebih dan sungguh-sungguh sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa.
2) Hakikat Menulis
Menulis merupakan kegiatan yang produktif dan ekspresif untuk mengungkapkan ide, pikiran, gagasan dan pengetahuan. Dalam kegiatan menulis ini, maka penulis haruslah teampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Disebut sebagai kegiatan produktif karena kegiatan menulis menghasilkan tulisan, dan disebut sebagai kegiatan yang ekspresif karena kegiatan menulis adalah kegiatan yang mengungkapkan ide, gagasan, pikiran, dan pengetahuan penulis kepada pembaca (Tarigan 1983:3-4).
3) Hakikat Menulis Paragraf Deskripsi
Deskripsi adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu obyek atau suatu hal sedemikian rupa, sehingga obyek itu seolah-olah berada di depan mata kepala pembaca, seakan-akan para pembaca melihat sendiri obyek itu (Keraf 1995:16). Deskripsi memberi satu citra mental mengenai sesuatu hal yang dialami, misalnya pemandangan, orang atau sensasi.
Fungsi utama dari deskripsi adalah membuat para pembacanya melihat barang-barang atau obyeknya, atau menyerap kualitas khas dari barang-barang itu. Deskripsi membuat kita melihat yaitu membuat visualisasi mengenai obyeknya, atau dengan kata lain deskripsi memusatkan uraiannya pada penampakan barang. Dalam deskripsi kita melihat obyek garapan secara hidup dan konkrit, kita melihat obyek secara bulat.
Misalnya kita akan membuat deskripsi tentang sebuah rumah, diharapkan menyajukan banyak penampilan individual dan karakteristik dari rumah itu, dan beberapa aspek yang dapat dianalisis seperti : besarnya, materi konstruksinya, dan rancangan arsitekturnya. Demikian pula deskripsi suatu daerah pedesaan kurang bertalian dengan ciri-ciri studi topografis, tetapi lebih terfokus pada macam-macam keistimewaan umum, dan suasana lokal yang menarik. Karena sasaran yang dituju adalah memberi perhatian pada penampilan yang khas dari obyeknya. Deskripsi lebih memberikan citra yang menarik mengenai objek itu. Deskripsi banyak kaitannya dengan hubungan pancaindera dan pencitraan, maka banyak tulisan deskripsi di klasifikasikan sebagai tulisan kreatif.
Tujuan menulis deskripsi adalah membuat para pembaca menyadari dengan hidup apa yang diserap penulis melalui pancaindera, merangsang perasaan pembaca mengenai apa yang digambarkannya, menyajikan suatu kualitas pengalaman langsung. Objek yang dideskipsikan mungkin sesuatu yang bisa ditangkap dengan pancaindera kita, sebuah pemandangan alam, jalan-jalan kota, tikus-tikus selokan atau kuda balapan, wajah seseorang yang cantik molek, atau seseorang yang putus asa, alunan musik atau gelegar guntur, dan sebagainya.
Paragraf deskripsi merupakan penggambaran suatu keadaan dengan kalimat-kalimat, sehingga menimbulkan kesan yang hidup. Penggambaran atau lukisan itu harus disajikan sehidup-hidupnya, sehingga apa yang dilukiskan itu hidup di dalam angan-angan pembaca.
Deskripsi lebih menekankan pengungkapannya melalui rangkaian kata-kata. Walaupun untuk membuat deskripsi yang baik, penulis harus mengadakan identifikasi terlebih dahulu, namun pengertian deskripsi hanya menyangkut pengungkapa melalui kata-kata. Dengan mengenal ciri-ciri obyek garapan, penulis dapat menggambarkan secara verbal obyek yang ingin diperkenalkan kepada para pembaca.
Maka dapat disimpulkan bahwa paragraf deskripsi merupakan paragraf yang melukiskan suatu objek sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, dan merasakan hal-hal yang ditulis pengarang.
4) Hakikat Objek Langsung
Teknik pembelajaran menulis objek langsung bertujuan agar siswa dapat menulis dengan cepat berdasarkan objek yang dilihat. Guru menunjukkan objek kepada siswa di depan kelas, misalnya sebuah patung, vas bunga, mobil-mobilan, dan lain-lain. Dari objek tersebut siswa dapat membuat tulisan secara runtut dan logis berdasarkan objek yang dilihatnya. Alat yang dibutuhkan adalah objek-objek yang bervariasi sesuai dengan tema pembelajaran. Teknik ini dapat dijalankan secara perseorangan maupun secara kelompok (Suyatno 2004:82).
Penerapan yang digunakan dalam pembelajaran menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung ini, guru menyampaikan pengantar kemudian guru memajang beberapa objek di depan kelas, setelah siswa melihat objek tersebut, siswa mulai mengidentifikasi objek, lalu siswa membuat tulisan secara runtut dan logis. Teknik pembelajaran menulis objek langsung bertujuan agar siswa dapat menulis dengan cepat berdasarkan objek yang dilihat. Teknik ini dapat dijalankan secara perseorangan maupun secara kelompok dengan cara observasi langsung. Siswa secara langsung dapat menuangkan ide atau gambaran sesuai apa yang mereka lihat sesuai dengan pancaindera jadi kesannya membuat tulisan itu menjadi hidup. Model observasi langsung memang akan memuaskan harapan pembaca karena dianggap sebagai jalan menuju obyektivitas dan pembaca benar-benar dapat merasakan apa yang mereka baca seolah-olah mereka melihat sendiri objek yang ada dalam tulisan tersebut.
5) Pembelajaran Kontekstual
Sumber daya manusia yang semakin maju, maka dunia pendidikan sangat menuntut untuk menciptakan lingkungan belajar yang alamiah sesuai dengan pola pikir siswa. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan hanya sekedar mengetahuinya saja. Oleh karena itu, melalui pembelajaran kontekstual diharapkan target penguasaan materi akan lebih berhasil dan siswa dapat semaksimal mungkin untuk mengembangkan kompetensinya.
a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Nurhadi dan Senduk 2003:13).
Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup.
Banyak manfaat yang dapat diambil oleh siswa dalam pembelajaran kontekstual yaitu terciptanya ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan mereka akan lebih bertanggung jawab dengan apa yang mereka pelajari. Pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan pengetaBABhuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual ini adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Selain itu guru juga memberikan kemudahan belajar kepada siswa, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru tidak hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar. Lingkungan belajar yang kondusif sangat diperlukan, maksudnya belajar dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari “guru akting di depan kelas, siswa menonton” ke “siswa aktif bekerja dan berkarya guru mengarahkan”. Pengajaran harus berpusat pada “bagaimana cara” siswa menggunakan pengetahuan baru mereka sehingga strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan dengan hasilnya.
Guru bukanlah sebagai yang paling tahu, melainkan guru harus mendengarkan siswa-siswanya dalam berpendapat mengungkapkan ide atau gagasan yang dimiliki oleh siswa. Guru bukan lagi sebagai penentu kemajuan siswa-siswanya, tetapi guru sebagai seorang pendamping siswa dalam pencapaian kompetensi dasar. Menurut Zahorik (dalam Mulyasa 2006:219) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual yaitu (1) Pembelajaran harus memperhatikan, pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik; (2) Pembelajaran dimulai dari keseluruhan menuju bagian-bagiannya secara khusus; (3) Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara : menyusun konsep sementara, melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain, merevisi dan mengembangkan konsep; (4) Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari; (5) Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.
Pendekatan kontekstual maksudnya adalah suatu konsep belajar di mana menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan keluarga dan masyarakat. Hasil pembelajaran diharapkan akan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjang (Nurhadi dan Senduk 2003:4).
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akan merasakan pentingnya belajar, dan mereka akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang mereka pelajari.
Pembelajaran kontekstual ini memungkinkan proses belajar yang tenang dan menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga peserta didik dapat mempraktekkan secara langsung apa yang telah mereka pelajari.
Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk memahami hakikat, makna, dan manfaat belajar, sehingga memungkinkan mereka rajin, dan termotivasi untuk senantiasa belajar, bahkan kecanduan untuk belajar. Kondisi ini akan terwujud, ketika siswa menyadari tentang apa yang mereka perlukan untuk hidup, dan bagaimana cara untuk menggapainya.
b. Komponen Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual mempunyai tujuh komponen utama pembelajaran, diantaranya yaitu (1) kontruktivisme (contructivism), (2) bertanya (questioning), (3) menemukan (inquiry), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), dan (7) penilaian sebenarnya (authentic assessement).
Kontruktivisme (contructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan satu informasi komplek ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik sendiri.
Bertanya (questioning) adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai keterampilan berpikir siswa. Hal ini merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahuinya.
Menemukan (inquiry) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengikat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam inkuiri terdiri atas siklus yang mempunyai langkah-langkah antara lain (1) merumuskan masalah, (2) mengumpulkan data melalui observasi, (3) menganalisi dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya, (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau audiens yang lain.
Masyarakat belajar (learning community), hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antarteman, antarkelompok, dan antarmereka yang tahu ke mereka yang sebelum tahu. Dalam masyarakat belajar, anggota kelompok yang terlibat dalam kegiatan masyarakat memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan juga meminta informasi yang diperlukan dari teman bicaranya.
Pemodelan (modeling) yaitu dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaiman guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar.
Refleksi (reflection) adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. Kunci dari itu semua adalah, bagaimana pengetahuan mengendap dibenak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.
Penilaian yang sebenarnya (authentic assessement), merupakan prosedur penilaian pada pembelajaran konekstual yang memberikan gambaran perkembangan belajar siswanya. Assessement adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Jika data yang dikumpulkan oleh guru mengidentifikasi bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera mengambil tindakan tepat agar siswa terbebas dari kemacetan tersebut.
Melalui penelitian ini, peneliti mencoba untuk menerapkan pembelajaran kontekstual komponen pemodelan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung.
6) Pembelajaran Menulis dengan Pendekatan Kontekstual Komponen Pemodelan
Menulis merupakan keterampilan yang harus dilatih, karena menulis bukan merupakan keterampilan alami. Oleh karena itu, bagi setiap penulis diharapkan untuk dapat menuangkan ide dan gagasannya dengan baik dan jelas agar pembaca tidak bingung dalam membacanya. Menurut Owens (dalam Soenardji 1998:102) dalam hubungannya dengan pengajaran bahasa, menulis adalah menggabungkan sejumlah kata menjadi kalimat yang baik dan benar menurut tata bahasa dan menjalinnya menjadi wacana yang tersusun menurut penalaran yang tepat.
Dalam Kurikulum 2006 atau yang sekarang ini disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), bahwa pembelajaran diserahkan kepada siswa dan guru hanya sebagai fasilitator. Siswa tidak lagi menjadi objek belajar melainkan sebagai subjek belajar. Oleh karena itu, siswa harus aktif dalam belajar, termasuk juga dalam pembelajaran menulis.
Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran menulis paragraf deskripsi ini adalah pendekatan kontekstual komponen pemodelan. Kaitan antara pembelajaran menulis dengan pendekatan ini adalah terdapat pada langkah pembelajarannya. Langkah yang pertama yang dilakukan oleh guru adalah memberikan contoh sebuah paragraf deskripsi dengan menunjukkan satu objek misalnya saja bunga, dari objek itu diharapkan siswa mampu mengembangkan sebuah paragraf karena mereka melihat sendiri objek yang akan ditulis ke dalam sebuah paragraf deskripsi .
Melalui pendekatan kontekstual komponen pemodelan ini diharapkan siswa merasa lebih mudah dalam menulis karena mereka sudah mempunyai gambaran yang telah diberikan oleh guru melalui sebuah contoh, dan diharapkan siswa dapat mengembangkan ide, pikiran, dan gagasan mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
7) Pembelajaran Menulis Paragraf Deskripsi Melalui Teknik Objek Langsung
Tujuan teknik pembelajaran menulis paragraf deskripsi agar siswa dapat menulis paragraf deskripsi melalui pengamatan secara langsung, dengan begitu siswa dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gagasan, ide, mengembangkan daya pikir dan kreativitas siswa dalam menulis.
Berdasarkan teori (Suyatno 2004:82) dapat dirumuskan beberapa cara yang dilakukan oleh guru dalam pembelajaran menulis dengan teknik objek langsung yaitu (1) Guru memberikan pengantar singkat tentang teknik pembelajaran menulis paragraf deskripsi; (2) Guru membagi kelompok berdasarkan objek yang akan diamati oleh siswa; (3) Guru menyuruh siswa untuk keluar kelas selama 45 menit; (4) Setelah siswa selesai menulis paragraf deskripsi sesuai dengan objek yang ditentukan oleh guru, kemudian siswa mempresentasikan secara individu sesuai dengan pembagian kelompok objek yang berbeda; (5) Setiap kelompok dengan objek yang berbeda mengomentari hasil yang ditulis oleh siswa; (6) Guru merefleksi proses kegiatan hari itu.
Upayakan pembelajaran menulis paragraf deskripsi ini dirancang dengan tepat agar siswa senang, tertarik, dan menantang. Guru menentukan objek yang akan ditulis kedalam paragraf deskripsi pada setiap kelompok, tetapi dikerjakan secara individu agar siswa bebas dalam berekspresi dan menuangkan ide dalam bentuk tertulis.

Kerangka Berpikir
Kemampuan menulis memberikan makna yang penting untuk berkomunikasi secara tidak langsung dalam kehidupan. Memiliki kemampuan menulis tidaklah semudah yang dibayangkan oleh banyak orang. Semakin banyak kita berlatih menulis, maka akan semakin menguasai keterampilan tersebut. Tidak ada orang yang dapat langsung terampil menulis tanpa melalui suatu proses latihan.
Sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan menulis khususnya menulis paragraf deskripsi, guru harus menerapkan pengetahuannya mengenai teknik dalam mengajar. Peneliti dalam hal ini sebagai guru menggunakan teknik objek langsung guna mengaktifkan siswa dalam pembelajaran.
Penggunaan teknik objek langsung akan menuntut siswa berpikir aktif menuangkan apa yang ia pikirkan dan ia rasakan. Teknik objek langsung juga dapat membantu siswa untuk mengalirkan secara bebas apapun yang telah tersimpan di dalam pikiran dan perasaan siswa.
Lingkungan fisik, sosial, atau budaya merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar siswa. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar akan membuat anak merasa senang dalam belajar. Mengalami langsung apa yang sedang dipelajari akan mengaktifkan lebih banyak indera daripada hanya mendengarkan orang lain atau guru menjelaskan. Membangun pengamatan dan pemahaman serta pengalaman langsung akan lebih mudah daripada membangun pemahaman dari uraian lisan guru. Belajar dengan cara mengalami langsung akan meningkatkan kreatifitas siswa dalam menuangkan ide atau gagasan dalam bentuk tulisan.

Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini yaitu keterampilan menulis paragraf deskripsi sikap, dan tingkah laku siswa kelas VIII SMP Negeri 01 Curup Kota akan mengalami peningkatan jika guru menerapkan teknik objek langsung dalam pembelajaran menulis paragraf deskripsi ke arah yang positif.

BAB III
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan prosedur tindakan kelas. Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan keterampilan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas memperdalam pemahaman terhadap tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi di mana praktik pembelajaran tersebut dilakukan.
Penelitian Tindakan Kelas ini, dilaksanakan dalam dua siklus yaitu siklus 1 dan siklus II. Setiap siklus memiliki empat tahap, yaitu: (1) perencanaan (persiapan), (2) tindakan (aksi), (3) observasi (pengamatan), (4) refleksi (evaluasi). Siklus-siklus tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Perencanaan.
Pada tahap ini, peneliti melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (1) membuat RPP sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan, (2) menentukan objek yang akan ditulis siswa sebagai bahan tulisan, (3) membuat pedoman observasi, (4) mempersiapkan alat evaluasi, dan (5) mempersiapkan alat dokumentasi.
Tindakan
Tindakan-tindakan yang dilakukan pada penelitian ini adalah:
Pendahuluan
Pada bagian pendahuluan ini guru memberikan apersepsi pembelajaran. Dengan tujuan untuk mengkondisikan siswa agar siap menerima pelajaran dengan baik. Kegiatan ini berupa pemberian ilustrasi mengenai pembelajaran menulis paragraf deskripsi, ilustrasi tentang objek yang akan digunakan dan menyampaikan tujuan serta manfaat pembelajaran menulis paragraf deskripsi yang akan dicapai pada hari itu.
Kegiatan Inti
Pada kegiatan inti ini, guru menyampaikan materi paragraf deskripsi dan memberikan atau suatu objek yang akan digunakan untuk pembelajaran menulis paragraf deskripsi. Kemudian, siswa siswa berkelompok untuk menemukan permasalahan yang terdapat pada paragraf seperti isi paragraf, ciri-ciri, dan pengertian paragraf deskripsi. Perwakilan dari masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi, dan kelompok yang lain menanggapinya. Melalui kegiatan ini siswa dilatih untuk menilai hasil kerja kelompok lain. Guru membantu siswa untuk menyimpulkan permasalahan yang ditemukan. Kegiatan dilanjutkan siswa ditugasi untuk membuat paragraf deskripsi sesuai dengan objek yang mereka amati secara individu. Pada tahap akhir, siswa dan guru membahas paragraf deskripsi yang ditulis oleh siswa.
Penutup
Kegiatan menulis paragraf deskripsi dengan tema pasar malam. Jadi, siswa dituntut untuk bisa mendeskripsikan pasar malam dalam bentuk paragraf deskripsi. Langkah berikutnya adalah ditutup dengan merefleksi hasil pembelajaran pada hari itu. Guru memberikan kesempatan pada siswa yang belum paham untuk bertanya mengenai materi menulis paragraf. Melalui kegiatan ini, dapat diketahui kesulitan-kesulitan yang siswa hadapi. Kemudian pembelajaran ditutup dengan siswa bersama guru menyimpulkan materi pembelajaran menulis paragraf deskripsi. tidak lupa guru selalu memberikan dorongan dan motivasi pada siswa untuk terus belajar menulis paragraf deskripsi.
Observasi
Observasi dilakukan pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Peneliti mengikuti kegiatan pembelajaran sampai akhir pembelajaran. Observasi dilakukan dengan menggunakan lembar pedoman observasi siswa yang berisi pernyataan mengenai perilaku siswa selama pembelajaran berlangsung. Observasi dilakukan terhadap data tes dan nontes. Data tes yang diobservasi berupa hasil tes menulis paragraf deskripsi dan sikap siswa pada waktu menulis paragraf deskripsi. Hasil observasi ini sebagai bukti observasi terhadap data tes menulis paragraf deskripsi. Melalui observsi data ini, dapat diketahui beberapa kekurangan dan kelebihan hasil tes menulis paragraf deskripsi. Sehingga, kekurangan yang terdapat pada hasil observasi data tes siklus I dapat diperbaiki pada siklus II dan kelebihan-kelebihannya yang terus dipertahankan dan ditingkatkan.
Refleksi
Setelah pelaksanaan tindakan, peneliti melakukan analisis terhadap hasil tes, hasil observasi, hasil jurnal, dan hasil wawancara yang telah dilakukan. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui (1) kelebihan dan kekurangan teknik objek langsung yang digunakan oleh peneliti dalam proses pembelajaran siklus I, (2) kelebihan dan kekurangan materi menulis paragraf deskripsi, (3) tindakan-tindakan yang dilakukan oleh siswa selama proses pembelajaran. Berdasarkan analisi pada data tes dan nontes dapat dilakukan perbaikan-perbaikan atau revisi terhadap rencana selanjutnya pada siklus II.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah keterampilan siswa dalam menulis paragraf deskripsi dengan teknik objek langsung pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Curup Kota.
Variabel Penelitian
Variabel pada Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini terbagi menjadi dua variable yaitu variable penggunaan teknik objek langsung dan variable keterampilan menulis paragraf deskripsi.
Instrumen Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini, menggunakan dua instrumen yaitu tes dan nontes. Tes yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sesuai dengan objek yang siswa lihat. Tes ini digunakan untuk mengetahui keterampilan siswa dalam menentukan ketepatan isi paragraf sesuai dengan objek yang siswa lihat. Instrumen nontes yang digunakan dalam penelitian ini antara lain observasi, wawancara, jurnal, dan dokumentasi foto.
Observasi digunakan untuk mengambil data penelitian yang dilakukan pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Wawancara ini dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk mendapatkan informasi atau pendapat siswa secara langsung terhadap pembelajaran menulis paragraf deskripsi. Wawancara berpedoman pada lembar pedoman wawancara yang telah disiapkan oleh peneliti. Wawancara ini dilakukan di luar jam pelajaran. Dokumentasi foto merupakan instrument nontes yang cukup penting, yaitu sebagai bukti kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian. Melalui dokumentasi foto ini, akan memperkuat data baik observasi, wawancara, maupun jurnal, sehingga data menjadi lebih jelas dan lengkap.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Teknik kuantitatif dipakai untuk menganalisis data kuantitatif yang diperoleh dari hasil tes menulis paragraf deskripsi pada siklus I dan siklus II. Nilai dari masing-masing siklus kemudian dihitung jumlahnya dalam satu kelas dan selanjutya jumlah tersebut dihitung dalam presentase.Teknik kualitatif digunakan untuk menganalisis data kualitatif yang diperoleh dari tes nontes. Hasil analisis digunakan untuk mengetahui siswa yang mengalami kesulitan dalam menulis paragraf deskripsi dengan teknik objek langsung. Hasil analisis ini sebagai dasar untuk menentukan siswa yang akan diwawancarai sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dalam pembelajaran menulis paragraf deskripsi. Melalui analisis data kualitatif ini dapat diketahui peningkatan keterampilan menulis paragraf deskripsi dengan teknik objek langsung dan perubahan perilaku siswa setelah mendapatkan pembelajaran menulis paragraf deskripsi.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhamad, 1987. Strategi Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda Karya.

Baharudin & Makin. 2007. Pendidikan Humanistik. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Mulyasa, E. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosda Karya.

Santayasa, I Wayan. 2007. “ Landasan Konseptual Media Pembelajaran” (makalah). Universitas Ghanesa.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA.


PENINGKATAN KEMAMPUAN BELAJAR MEMBACA PERMULAAN MELALUI MEDIA PERMAINAN FIND CARD(MENEMUKAN KARTU) SISWA KELAS 1 SDN 6 KECAMATAN KETAHUN TAHUN PELAJARAN 2012 / 2013
Oleh: Mega Silvia
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan pendidikan membutuhkan usaha dan kerja keras secara bersama-sama dan terus menerus antara pihak keluarga, sekolah, masyarakat dan negara karena pada dasarnya pendidikan merupakan tanggungjawab bersama. Di dalam perkembangan di dalam dunia pendidikan pada masa sekarang menuntut seorang guru untuk lebih kreatif dalam menyampaikan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Proses belajar mengajar akan lebih efektif bila guru menggunakan perangkat pembelajaran yang tepat. Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan lebih memudahkan seorang guru dalam penyampaian materi kepada siswa.
Sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang turut andil dalam menentukan keberhasilan anak didik untuk menuju jenjang selanjutnya. Oleh karena itu, penerapan pembelajaran menulis dan membaca harus benar-benar tuntas. Pada tingkatan siswa kelas 1 sekolah dasar sajian pembelajaran yang utama adalah menulis dan membaca. Pembelajaran untuk kedua jenis ketrampilan ini dalam satu paket yang biasa disebut paket MMP (Membaca dan Menulis Permulaan). MMP merupakan dua aspek kemampuan berbahasa yang saling berkaitan dan tidak terpisahkan. Pada waktu guru mengenalkan menulis anak-anak akan membaca tulisannya. Melalui paket ini, untuk pertama kalinya para murid baru diperkenalkan dengan lambang- lambang tulis yang biasa digunakan untuk berkomunikasi. Dalam pembelajaran di sekolah dasar yang dihadapi guru adalah anak-anak dengan berbagai karakter dan keinginan selalu bermain. Bermain adalah pekerjaan anak-anak dan ini berkontribusi kepada semua aspek perkembangan. Melalui bermain, anak-anak menstimulasi inderanya, belajar bagaimana menggunakan ototnya, mengkoordinasikan penglihatan dengan gerakan, meningkatkan kemampuan tubuhnya dan mendapatkan keterampilan baru.
Rumusan Masalah
Bagaimana peningkatan kemampuan membaca permulaan siswa ?
Apakah penggunaan media permainan find card dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan?
Tujuan Penelitian
Mendeskripsikan peningkatan kemampuan membaca permulaan
Mendeskripsikan penggunaan media permainan find card dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan
Manfaat Penelitian
Memberikan proses pembelajaran menarik yang berbasis permainan yang dapat meningkatkandaya kemampuan siswa khususnya dalam belajar membaca permulaan.
Memberikan informasi atau gambaran khususnya guru SD dalam menemukan alternatif media pembelajaran membaca permulaan.
Memberiakn sumbangan yang berkaitan dengan upaya meningkatkan proses pembelajaran di sekolah Dasar.
DEFINISI OPERASIONAL
Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang bersifat dinamis, berkembang, dan dapat diraih setiap waktu. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus-menerus memungkinkan seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap-sikap dasar dalam melakukan sesuatu.
Deskriptif adalah tulisan yang tujuannya memberikan perincian atau detail tentang objek sehingga dapat memberi pengaruh pada sentivitas dan imajinasi pembaca atau pendengar bagaikan mereka ikut melihat, mendengar, merasakan, atau mengalami langsung objek tersebut (Semi, 2003:41).

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa berarti serangkaian upaya untuk menciptakan proses belajar yang bertujuan mengungkapkan kemampuan menggunakan bahasa untuk berbagai keperluan. Tujuan pengajaran bahasa Indonesia secara umum dapat dikatakan meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa melalui penggunaan bahasa lisan dan tulisan secara baik dan benar. Bahan pembelajaran bahasa dapat terpadu dengan bahan pembelajaran lain. Pembelajaran-pembelajaran bahasa indonesia di SD diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasaindonesia baik secara lisan maupun tertulis. Hal ini berarti belajar bahasa berarti belajar berkomunikasi. Pembelajaran bahasa yang terdapat dalam mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia semuanya berupa kegiatan siswa.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa indonesia di SD kelas rendah merupakan pembelajaran terpadu untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa mulai menggunakan bahasa lisan dan tulisan secara baik dan benar yang berorientasi pada kegiatan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis,
Pelaksanaan membaca permulaan di kelas I sekolah dasar dilakukan dalam dua tahap, yaitu membaca periode tanpa buku dan membaca dengan menggunakan buku. Pembelajaran membaca tanpa buku dilakukan dengan cara mengajar dengan menggunakan media atau alat peraga selain buku misalnya kartu gambar, kartu huruf, kartu kata dan kartu kalimat.
Membaca Permulaan
Membaca permulaan merupakan suatu proses keterampilan dan kognitif. Proses keterampilan menunjuk pada pengenalan dan penguasaan lambang-lambang fonem, sedangkan proses kognitif menunjuk pada penggunaan lambang-lambang fonemyang sudah dikenal untuk memahami makna suatu kata atau kalimat(Sri Nuryati, 1997: 5 dalam http://hudaita.blogspot.com).
Pembelajaranmembaca permulaan diberikan di kelas I dan II. Tujuannya adalah agarsiswa memiliki kemampuan memahami dan menyuarakan tulisandengan intonasi yang wajar, sebagai dasar untuk dapat membaca lanjut. Demikian pula dengan pengembangan kemampuan juga dapat diajarkan secara terpadu melalui materi teks bacaan yang berisi berbagai pengetahuan dan pengalaman baru yang pada akhirnya dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan siswa. Melalui pembelajaran membaca, guru dapat mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan bernalar dan kreativitas anak didik.
Kesulitan Membaca Permulaan
Dalam pelaksanaan pengajaran membaca, guru seringkali dihadapi pada anak yang mengalami kesulitan belajar membaca khususnya di kelas rendah. Kesulitan-kesulitan tersebut antara lain :
Kurang mengenali huruf Ketidakmampuan anak dalam mengenal huruf-huruf alfabetis seringkali dijumpai oleh guru yang sulit membedakan huruf besar / kapital dan huruf kecil.
Membaca kata demi kata
Jenis kesulitan ini biasanya berhenti membaca setelah membaca sebuah kata, tidak segera diikuti dengan kata berikutnya. Hal ini disebabkan oleh : Gagal menguasai keterampilan pemecahan kode (decoding) Gagal memahami makna kata Kurang lancar membaca. kegiatan pembelajaran harus secara langsung dapat menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Anak-anak pada usia 6 – 8 tahun masih memerlukan dunia permainan untuk membantu menumbuhkan pemahaman terhadap diri mereka. Aktivitas permainan digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan cara yang menyenangkan.

Permainan Find Card
Deskripsi Permainan ini dilakukan dengan cara mencari kartu bergambar yang berisi huruf yang akan ditemukan oleh siswa untuk mencari jawaban dari soal yang diberikan oleh guru. Permainan ini dilakukan untuk lebih meningkatkan siswa tentang penghafalan bentuk huruf dan caramenyusun huruf menjadi kata. Dengan demikian, melalui permainan ini kita dapat melihat apakah siswa telah menguasai bentuk huruf (A-Z) atau tidak. Tujuan dan Manfaat Selain bermanfaat bagi media pembelajaran bahasa indonesia, khususnya dalam mengenal bentuk huruf dan menyusunnya dalam
sebuah kata beserta pembelajaran membaca permulaan, permainan ini juga dapat merangsang gerak motorik dan mobilitas siswa. Hal ini dikarenakan permainan ini menuntut gerak dan mobilitas siswa untuk mencari dan menemukan kartu yang benar lalu menyusunnya menjadi sebuah kata yang diinginkan.
Prosedur dan Cara Bermain Guru menunjukkan sebuah gambar (pemandangan, alat, jeis warna) di depan kelas sebagai soal, lalu kelompok siswa menjawab gambar apa yang ditunjukkan oleh guru dengan mencari kartu yang telah ditaruh di lantai atau meja yang ditata secara acak dan kelompok siswa menyusunnya menjadi sebuah kata yang menjadi jawaban. Bagi kelompok siswa yang telah selesai terlebuh dahulu dapat membacakan hasil pekerjaanya dan bila ada kelompok siswa yang jawabannya salah maka guru harus memberikan arahan ke jawaban yang benar agar semua siswa dapat mengenal huruf dan menyusun kata, tapi bagi kelompok siswa yang menjawab benar terlebih dahulu hendaknya diberi penghargaan agar semua bersemangat untuk mengerjakan dengan benar.
Untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan perlu digunakan suatu inovasi baru, inovasi tersebut adalah permainan Find Car. Penggunaan media yang menarik dan sesuai untuk pembelajaran membaca permulaan di kelas 1 SD (tahap awal membaca) berupa media permainan Find Card (menemukan kartu) kartu huruf bergambar. Media permainan Find Card (menemukan kartu) merupakan suatu permainan yang dilakukan oleh siswa kelas 1 sekolah dasar untuk lebih mengenal huruf (A-Z) yang mereka gunakan dalam pembelajaran menulis dan membaca Tujuan permainan ini adalah untuk melatih keterampilan membaca dengan menagajak siswa membuat kata – kata baru yang berkaitan dengan materi dari guru, ketermpilan bahasa yang melibatkan proses berbahasa secara keseluruhan, termasuk menciptakan suatu kata – kata baru dalam keterampilan berbahasa. Untuk itu, setiap kelompok harus bertanggung jawab atas keberhasilan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas “Penelitian tindakan kelas” metode ini merupakan suatu proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut. . PTK ini dilakukan secara berpasangan atau kolaborasi.
Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN 6 ketahun Bengkulu utara di kelas 1 SD
Rancangan Tindakan Penelitian
Perencanaan
Pada tahap perencanaan peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran, seperti membuat RPP, menyiapkan sumber belajar dan menyiapkan alat evaluasi.
Pelaksanaan Tindakan
Pada tahap pelaksanaan tindakan, dimulai dengan guru membuka Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM) bahasa Indonesia dengan mengucapkan salam dan mengkondisikan siswa agar siswa siap mengikuti pelajaran. Peneliti menempatkan diri sebagai partisipan pasif dengan berada di kursi bagian paling belakang sehingga peneliti dapat mengamati jalannya kegiatan belajar-mengajar tanpa menganggu jalannya pelajaran yang sedang berlangsung.
Tes Test
Tes Test merupakan serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan dan bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data kognitif yaitu melalui tes secara individu. Tes diberikan dalam bentuk soal. Ketuntasan belajar siswa diperoleh dengan rumus sebagai berikut: Menurut Suharsimi Arikunto ( dalam Ike Retnawati, 2010 : 18) Nilai = ∑skor yang diperoleh x 100% ∑ skor maksimal Siswa dinyatakan tuntas belajar apabila memperoleh nilai ≥ 70 sesuai dengan Standart Ketuntasan Belajar
Observasi
Dalam penelitian ini dilakukan observasi terhadap siswa untukmemperoleh data peningkatan prestasi belajar siswa. Observasi dilakukan untuk memperoleh data psikomotor dan afektif, yaitu data mengenai unjuk kerja siswa dalam kegiatan kelompok dan sikap siswa. Lembar observasi berbentuk checklist, dataunjuk kerja siswa dihitung dengan rumus:Menurut Suharsimi Arikunto ( dalam Ike Retnawati, 2010 : 23)Nilai unjuk kerja siswa = ∑skor yang diperoleh x 100% ∑ skor maksimal.
Analisis dan refleksi
Dari data yang didapat pada tindakan pelaksanaan peneliti mencatat segala hal yang terjadi, seperti hal-hal yang belum tercapai pada pelaksanaan, dan juga kiat-kiat apa saja yang akan dilakukan selanjutnya.
Siklus tindakan
Siklus I
Tahap perencanaan tindakan
Menyiapkan rencana perbaikan pembelajaran
Menyiapkan sumber belajar
Menyiapkan evaluasi
Guru memberikan apersepsi
Guru kemudian menyampaikan materi tentang membaca
Guru memberi penjelasan tentang prosedur pembelajaran membaca itu seperti apa
Siswa akan diajak untuk membaca cerita yang ada didalam buku pelajaran bahasa Indonesia
Siswa kelas 1 SD melakukan pengamatan
Guru juga menjelaskan perihal bagaimana cara membaca yang baik dan benar
Siswa diperintahkan untuk membacakan salah satu cerita yang terdapat didalam buku mereka kedepan kelas
Guru melakukan evaluasi
Guru memberi tindak lanjut untuk pembelajaran yang akan dating
Siklus II
Menyiapkan rencana perbaikan pembelajaran
Menyiapkan sumber belajar
Menyiapkan evaluasi
Guru memberikan apersepsi
Guru meminta siswa membacakan sebuah cerita yang mereka buat dirumah
Guru melakukan evaluasi
Indikator Pencapaian
Untuk mengetahui indikator pencapaian siswa dalam menulis karangan deskriptif di ini tercapai SDN 6 ketahun Bengkulu utara di kelas 1 SD
adalah dengan nilai rata-rata 8,0.
Instrumen yang digunakan
Instrumen penelitian disusun sebagai alat pengumpul data penelitian. Pengumpulan data pada penelitian tindakan kelas ini, menggunakan instrument yang terdiri dari: lembaran observasi dan lembar kerja siswa.
Lembaran Observasi
Lembaran observasi adalah rekaman yang terjadi pada saat kegiatan pembelajaran. Melalui lembaran observasi, dapat tergambar tampilan siswa dan guru secara langsung dalam keadaan yang sebenarnya, tidak direkayasa.
Lembar Kerja Siswa
Lembaran kerja siswa adalah lembaran hasil kerja siswa tentang penulisan karangan deskriptif.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Melihat pentingnya keberhasilan siswa dalam pendidikan dan begitu Keberhasilan pendidikan maka hal itu membutuhkan usaha dan kerja keras secara bersama-sama dan terus menerus antara pihak keluarga, sekolah, masyarakat dan negara karena pada dasarnya pendidikan merupakan tanggungjawab bersama. Di dalam perkembangan di dalam dunia pendidikan pada masa sekarang menuntut seorang guru untuk lebih kreatif dalam menyampaikan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Proses belajar mengajar akan lebih efektif bila guru menggunakan perangkat pembelajaran yang tepat. Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan lebih memudahkan seorang guru dalam penyampaian materi kepada siswa.
Untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan perlu digunakan suatu inovasi baru, inovasi tersebut adalah permainan Find Car. Penggunaan media yang menarik dan sesuai untuk pembelajaran membaca permulaan di kelas 1 SD (tahap awal membaca) berupa media permainan Find Card (menemukan kartu) kartu huruf bergambar. Media permainan Find Card (menemukan kartu) merupakan suatu permainan yang dilakukan oleh siswa kelas 1 sekolah dasar untuk lebih mengenal huruf (A-Z) yang mereka gunakan dalam pembelajaran menulis dan membaca Tujuan permainan ini adalah untuk melatih keterampilan membaca dengan menagajak siswa membuat kata – kata baru yang berkaitan dengan materi dari guru, ketermpilan bahasa yang melibatkan proses berbahasa secara keseluruhan, termasuk menciptakan suatu kata – kata baru dalam keterampilan berbahasa. Untuk itu, setiap kelompok harus bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya.
Saran
Sebagai penulis yang melakukan penelitian berharap agar sebagai seorang pendidik alangkah baiknya kita dapat mencari selalu mencari inovasi terbaru untuk mengembangkan pemahaman peserta didiknya dalam pemahaman dan menangkap materi pembelajaran agar tercapai tujuan yang dinginkan agar menghasilkan penerus bangsa yang gemilang dan dapat membangun Negara Indonesia menjadi lebih baik, penulis juga berharap proposal ini dapat bermanfaat bagi pembacanya amin.
DAFTAR PUSTAKA

prof.Dr. Tarigan Guntur Henry.METODOLOGI PENGAJARAN BAHASA 2. BANDUNG.ANGKASA,.

PENINGKATAN PEMAHAMAN MEMBACA TEKS ARTIKEL SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 CURUP UTARA TAHUN 2013/2014 DENGAN METODE SKIMMING
Oleh: Tri Utami

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Membaca merupakan salah satu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia pendidikan, sampai saat ini. Baik di tingkat sekolah dasar, menengah, maupun tinggi. Setiap orang tua pasti bangga memiliki seorang anak yang pandai, tidak ada satu orang tua pun di dunia ini yang menginginkan anak yang miskin ilmu pengetahuan maupun tak punya wawasan yang luas. Kepandaian seseorang tidak dapat lepas dari kegiatan membaca karena dengan membaca bisa mengetahui banyak sekali hal-hal yang terjadi di bumi ini. Selain itu kita dapat memahami isi yang tertulis di dalam buku yang kita baca. Namun dalam kenyataan sekarang minat baca di negara kita masih sangat rendah ataupun kurang.
Untuk meningkatkan keterampilan membaca siswa kelas VII sekolah menengah pertama, guru perlu memperhatikan pemilihan bahan ajar membaca, teknik pengajaran membaca, dan problem umum yang dihadapi siswa dalam membaca, baik yang berkenaan dengan hubungan bunyi-huruf, suku kata, kata, kalimat sederhana, maupun ketidakmampuan siswa memahami isi bacaan.
Hal ini sebagaimana diketahui bersama, bagi sebagian besar siswa SMP Negeri 2 Curup Utara bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua. Dalam teori belajar bahasa dikemukakan bahwa bahasa pertama (bahasa ibu) memiliki peran dalam keberhasilan belajar, bahasa kedua yaitu membaca dan menulis bahasa Indonesia.
Tujuan utama dari kegiatan belajar mengajar di kelas yaitu agar siswa dapat menguasai pelajaran sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan. Seorang pendidik sudah berupaya mulai dari penyusunan rencana pembelajaran, penggunaan metode belajar mengajar yang sesuai sampai dengan pelaksanaan bimbingan secara efektif.
Berdasarkan hal itu, peneliti bermaksud untuk menyampaikan gagasan yang berkaitan dengan hal tersebut, kemudian penulis sampaikan dalam bentuk Proposal dengan judul:” Peningkatan Pemahaman Membaca Teks Artikel Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Curup Utara Tahhun 2013/2014 Dengan metode Skimming.

Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
Upaya guru untuk meningkatkan pemahaman membaca teks artikel siswa kelas VII SMP Negeri 2 Curup Utara.
Kesulitan-kesulitan guru untuk mengajarkan keterampilan membaca pemahaman teks artikel siswa kelas VII SMP Negeri 2 Curup Utara.
C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan maka penulis membatasi permasalahan pada : Peningkatan Pemahaman Membaca Teks Artikel Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Curup Utara Tahun 2013/2014 Dengan Metode Skimming.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas maka dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana meningkatkan pemahaman membaca teks artikel siswa kelas VII SMP Negeri 2 Curup Utara Tahun2013/2014 Dengan Metode Skimming.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan peningkatan pemahaman membaca teks artikel siswa kelas VII SMP Negeri 2 Curup Utara dengan metode skimming.
2. Mendeskripsikan kemampuan pemahaman siswa dalam membaca teks artikel dengan metode skimming.
F. Manfaat Penelitian
Mengingat pentingnya penelitian ini dalam berbagai faktor, maka manfaat penelitian ini ditinjau dari dua segi, yaitu :
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan ilmu pengetahuan khususnya tentang peningkatan pemahaman membaca teks artikel siswa kelas VII sekolah menengah pertama dengan metode skimming.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teori pembelajaran guna meningkatkan kemampuan membaca siswa kelas VII sekolah menengah pertama.
2. Secara Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan metode bagi guru guna mengembangkan kemampuan membaca siswa kelasVIIsekolah menengah pertama melalui metode skimming.

BAB II
LANDASAN TEORI

Kajian Teori
Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis. Membaca melibatkan pengenalan simbol yang menyusun sebuah bahasa. Membaca dan mendengar adalah 2 cara paling umum untuk mendapatkan informasi. Informasi yang didapat dari membaca dapat termasuk hiburan, khususnya saat membaca cerita fiksi atau humor.
Skimming adalah membaca dengan cepat untuk mengetahui isi umum atau bagian suatu bacaan. (Farida Rahim, 2005). Membaca layap dibutuhkan untuk mengetahui sudut pandang penulis tentang sesuatu, menemukan pola organisasi paragraf, dan menemukan gagasan umum dengan cepat (Mikulecky & Jeffries dalam Farida Rahim, 2005).
Pengertian lain dari membaca skimming adalah membaca sekilas atau membaca cepat untuk mendapatkan suatu informasi dari yang kita baca. Skimming dilakukan untuk melakukan pembacaan cepat secara umum dalam suatu bahan bacaan. Dalam skimming, proses membaca dilakukan secara melompat-lompat dengan melihat pokok-pokok pikiran utama dalam bahan bacaan sambil memahami tema besarnya.
Selain untuk mendapatkan gagasan utama dari sebuah teks. Untuk mengetahui apakah suatu artikel sesuai dengan apa yang kita cari. Untuk menilai artikel tersebut, apakah menarik untuk dibaca lebih lanjut secara mendetail. Kecepatan membaca secara skimming biasanya sekitar 3-4 kali lebih cepat dari membaca biasa.
Kerangka Penelitian
Berdasarkan pengamatan di lapangan nampak bahwa pada umumnya proses pembelajaran membaca di kelas, terutama di jenjang sekolah menengah pertama berjalan monoton, konvensional, rendahnya pemahaman membaca teks artikel pada khususnya dan umumnya mengakibatkan kualitas dan hasil membaca teks artikel masih rendah.
Melihat situasi yang demikian, perlu adanya upaya untuk meningkatkan pemahaman membaca teks artikel dengan metode skimming. Metode skimming diharapkan mampu memecahkan masalah ini, dengan harapan setelah penelitian tindakan secara kolaboratif ini selesai, proses pembelajaran membaca teks artikel di kelas VII SMP tidak lagi monoton, kualitas pemahaman membacateks artikel meningkat setelah menggunakan metode skimming.

C. Hipotesis Tindakan
Penggunaan metode skimming dapat meningkatkamn pemahaman membaca teks artikel siswa kelas VII SMP Negeri 2 Curup Utara.

BAB III
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan pendekatan Penelitian Eksperimen yang kualitatif. Pendekatan eksperimen dilaksanakan di tempat terselenggaranya proses pembelajaran. Data dikumpulkan dari orang-orang yang terlibat dalam perilaku alamiah. Hasil penelitiannya adalah bersifat kualitatif yakni berupa deskriptif analitik, yaitu uraian naratif mengenai suatu proses tingkah laku subjek yang diteliti sesuai dengan masalah yang diteliti.

B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Curup Utara, Pelaksanaan tindakan kelas ini dikerjakan mulai tanggal 04 Nopember 2013 sampai 6 Januari 2014. Jam pelajaran 2 pertemuan setiap Minggu pada tiap hari Selasa dan Jumat masing-masing 2 x 40 menit.

C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Curup Utara dengan jumlah siswa 30 anak.

D. Teknik Pengumpulan Data
Cara-cara atau teknik peneliti dalam mengumpulkan data adalah dengan cara:
Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera.Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan pengamata terhadap tingkah laku siswa dalam mengikuti pembelajaran membaca teks artikel dengan menggunakan metode skimming. Apa yang terjadi di lapangan dari awal sampai akhir ditulis oleh peneliti sebagai bekal dalam pengumpulan data.

Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari pihak yang diwawancarai.
Dalam penelitian ini, peneliti mengadakan wawancara dengan kepala sekolah, guru,siswa, dan sebagian orangtua siswa kelas VII perihal hasil belajar Bahasa Indonesia Siswa dan juga mengenai tanggapan siswa dan semua pihak terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia terutama untuk pokok bahasan membaca teks artikel dengan menggunakan metode skimming.
E. Teknik Analisis Data
Adapun teknik yang dilakukan dalam analisis data pada penelitian ini adalah:
Mengamati secara langsung proses penerapan metode skimming pada pembelajaran membaca teks artikel
Melakukan pengamatan dikelas suatu sekolah
Melakukan wawancara dengan informan
Memfotokopi hasil penilaian dengan menggunakan metode skimming
Menganalisis penilaian tersebut
Mendeskripsikan hasil penilaian yang diperoleh siswa dengan menggunakan metode skimming.
Membuat kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
Sugiyono. 2006. Metode penelitian pendidikan, pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R dan D. Bandung: alfabeta
Susetyo. 2010. Penelitian kualitatif dan peneltian tindakan kelas, pengajaran bahasa dan sastra indonesia,
Sukmadinata nana syaodih. 2008. Motode penelitian pendidikan. Bandung: Pt remaja rosdayakarya
BAGAIMANAKAH PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SIWA SEKOLAH DASAR NEGERI 19 KOTA BENGKULU DENGAN DITERAPKANNYA PEMBELAJARAN MODEL STAD
Oleh: Mustainah
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Negara Indonesia terdiri dari berbagai suku yang tinggal di beberapa pulau. Negara Indonesia memiliki bahasa persatuan yaitu Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat penting kedudukannya dalam kehidupan masyarakat. Oleh sebab itu, Bahasa Indonesia diajarkan sejak kelas 1. Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi yang dijadikan status sebagai bahasa persatuan sangat penting untuk diajarkan sejak anak-anak.
Bahasa Indonesia tidak akan terlepas dari kebudayaan bangsa Indonesia karena bahasa Indonesia dijadikan alat berkomunikasi dengan berbagai suku di tanah air. Bahasa Indonesia memang diajarkan sejak anak-anak, tetapi model pengajaran yang baik dan benar tidak banyak dilakukan oleh seorang pengajar. Metode pengajaran bahasa Indonesia tidak dapat menggunakan satu metode karena bahasa Indonesia sendiri yang bersifat dinamis. Bahasa sendiri bukan sebagai ilmu tetapi sebagai keterampilan sehingga penggunaan metode yang tepat perlu dilakukan.
Pada pembelajaran Bahasa Indonesia di tingkat sekolah dasar / madrasah sangat mengandalkan penggunaan metode-metode yang aplikatif dan menarik. Pembelajaran yang menarik akan memikat anak-anak untuk terus dan betah mempelajari Bahasa Indonesia sebagai bahasa ke-2 setelah bahasa ibu. Apabila siswa sudah tertarik dengan pembelajaran maka akan dengan mudah meningkatkan prestasi siswa dalam bidang bahasa. Di sebagian siswa, pembelajaran Bahasa Indonesia sangat membosankan karena mereka sudah merasa bisa dan penyampaian materi yang kurang menarik sehingga secara tidak langsung siswa menjadi lemah dalam penangkapan materi tersebut.

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, terdapat beberapa masalah yang diidentifikasikan sebagai berikut:
Rendahnya kemampuan berbicara siswa.
Rendahnya motivasi siswa untuk mau berbicara pada saat proses pembelajaran berlangsung.

Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis membatasi masalah pada peningkatan kemampuan berbicara anak di Sekolah Dasar Negeri 19 kota Bengkulu dengan metode STAD.

Rumusan Masalah
Bagaimanakah peningkatan kemampuan berbicara siwa Sekolah Dasar Negeri 19 kota Bengkulu dengan diterapkannya pembelajaran model STAD?
Bagaimanakah pengaruh metode pembelajaran model STAD terhadap minat belajar berbicara siswa Sekolah Dasar Negeri 19 kota Bengkulu?

Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan berbicara siswa. Adapun tujuan lain penelitian ini:
Mengetahui peningkatan kemampuan berbicara siswaSekolah Dasar Negeri 19 kota Bengkulu setelah diterapkannya pembelajaran model STAD.
Mengetahui pengaruh motivasi belajar siswa Sekolah Dasar Negeri 19 kota Bengkulu setelah diterapkan pembelajaran model STAD.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapakan mampu memberikan manfaat teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis yang diharapkan adalah sebagai bahan pembelajaran dan pengembangan mata pelajaran bahasa indonesia tentang peningkatan prestasi belajar siswa dengan menggunakan metode STAD. Manfaat praktisnya antara lain sebagai berikut:
Memberikan informasi tentang metode pembelajaran yang sesuai dengan materi bahasa Indonesia.
Meningkatkan motivasi pada pelajaran bahasa Indonesia
Mengembangkan metode pembelajaran yang sesuai dengan bidang studi bahasa Indonesia.

BAB II
KAJIAN TEORI
Kemampuan
Menurut Carin (2000: 1) kemampuan diartikan sebagai kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan, dan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan sesuatu perbuatan.
Kurikulum berbasis kompetensi dan implementasinya menjelaskan bahwa kompetensi (kemampuan) adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu). Kompetensi berarti pula kemampuan atau kemahiran, yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya kemampuan adalah merupakan suatu kecakapan atau kesanggupan yang diperlukan siswa untuk menunjukkan suatu tindakan atau aktifitas.
Berbicara
Berbicara adalah suatu kegiatan komunikasi dalam menuangkan gagasan atau ide kepada orang lain secara lisan dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut bias dipahami oleh orang lain (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1994: 24).
Pusat Pengembangan Bahasa berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas mendengarkan.Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah kemudian manusia belajar mengucapkan dan akhirnya mempu berbicara.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya berbicara itu tidak sekedar mengucapkan bunyi-bunyi bahasa atau kata-kata, tetapi pembicara harus dapat mengkomunikasikan gagasan, pikiran, dan perasaannya yang disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengarnya.
Metode STAD
Model pembelajaran Student Team Achievement Divisions (STAD). Model STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang sangat sederhana. Dalam kegiatan pembelajaran, siswa ditempatkan dalam kelompok belajar yang terdiri dari empat orang yang heterogen. Anggota kelompok terdiri siswa yang tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku berbeda-beda. Pada awal pembelajaran, Guru menyajikan materi pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi tersebut secara individual. (Andayani, 2007). Model pembelajaran STAD mengharuskan siswa belajar dalam kelompok kecil. Setiap siswa akan belajar dan saling mengajarkan. Keberbasilan yang dicapai oleh seorang siswa akan menentuka keberhasilan kelompoknya (Barlian, 2009). Biasanya dalam setiap kelompok ditunjuk seorang siswa yang mempunyai pemahaman lebih untuk dapat menjalankan kegiatan kelompok. Keberhasilan kolektif kelompok yang menjadi tujuan diskusi kelompok. Herdian (2009) mengungkapkan bahwa ada 5 komponen utama pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu:
1. Penyajian kelas.
2. Belajar kelompok.
3. Kuis.
4. Skor Perkembangan.
5. Penghargaan kelompok.
Menurut Fatimah (2008), tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model STAD ini adalah :
1. Pembentukan kelompok belajar.
2. Penyajian materi pembelajaran di depan Kelas oleh guru.
3. Setiap siswa mendapat tugas untuk dikerjakan anggota kelompok.
4. Guru memberikan kuis atau latihan (evaluasi)
5. Guru memberi salam.
6. Kesimpulan.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah Pendekatan tindakan kelas.

Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian
SDN 19 kelas 4 ,Jalan jati, sawah lebar Kota Bengkulu
Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014.

Objek Penelitian
Meningkatkn kemmpuan berbicara siswa SDN 19 kota Bengkulu dengan menggunakan metode STAD
Siklus penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan dua siklus, yaitu :
1. Perencanaan I.
2. Tindakan I.
3. Observasi I.
4. Refleksi I.
Siklus II :
1. Revisi Rencana I.
2. Tindakan II.
3. Observasi II.
4. Refleksi II.

Prosedur Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah:
1) Data Kualitatif
a) Data tentang hasil belajar siswa dengan menggunakan tes.
b) Data tentang penilaian kegiatan siswa dengan menggunakan lembar penilaian kegiatan di setiap kelompok.
2) Data Kuantitatif
Data tentang kesungguhan belajar siswa yang diperoleh dengan menggunakan lembar observasi.

Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif diolah dengan analisis deskriptif sedangkan data kualitatif diolah dalam bentuk paparan narasi yang menggambarkan kualitas pembelajaran.
Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dapat ditentukan berdasarkan proses dan produk. Keberhasilan yang diukur berdasarkan proses, yaitu apabila dalam penelitian ini terjadi peningkatan keterampilan membaca dibandingkan dengan sebelum diadakannya tindakan. Hal ini dapat dilihat adanya perubahan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran membaca pemahaman dengan teknik SPIKPU, meliputi siswa aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran membaca, antusias, dan mampu bekerja sama, serta guru memotivator keaktifan siswa. Kriteria keberhasilan produk dalam membaca pemahaman didasarkan atas peningkatan keberhasilan siswa dalam mencapai taraf keberhasilan minimal yang ditentukan, yaitu antara 65%-75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar telah mencapai KKM (> 75).

BAB IV
PEMBAHASAN

Secara garis besar penelitian ini akan membahas:
Penerapan motode STAD.
Hasil penerapan metode STAD terhadap kemampuan berbicara anak di Sekolah Dasar Negeri 19 kota Bengkulu.

DAFTAR PUSTAKA
http://ptkcontoh.blogspot.com/2013/09/contoh-proposal-ptk-bahasa-indonesia.html
http://contoh-skripsi-ptk-pts-tesis-gratis.blogspot.com/2013/06/contoh-ptk-bahasa-indonesia-dengan-menerapkan-metode-stad.html

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS DENGAN PENDEKATAN INTEGRATIF SISWA SMA 8 KELAS XBENGKULU
TAHUN AJARAN 2013/2014
Oleh: Rizki Wulandari
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia (Depdiknas, 2006:87). Penelitian ini di lakukan untuk mencari tahu tentang peningkatankemampuan menulis dengan pendekatan integratif siswa SMA kelas X . Empat kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah membaca, menulis, menyimak dan berbicara. Dalam keterampilan menulis, siswa kelas X diharuskan memiliki kompetensi untuk mampu menulis puisi dengan baik. hal ini dikarenakan puisi merupakan salah satu karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan kaya makna yang lahir sebagai karya dari seorang putra bangsa. Puisi dapat pula dijadikan sebagai tolak ukur tingkat peradaban suatu bangsa. Pembelajaran menulis puisi adalah bagian dari pembelajaran apresiasi sastra. Pembelajaran apresiasi sastra merupakan proses antara guru dan siswa, yang menjadikan proses pengenalan, pemahaman dan penghayatan. Pada akhirnya dalam menikmati karya sastra akan mampu menerapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran sastra khususnya puisi dalam kegiatan belajar belum diupayakan secara maksimal, karena sebenarnya pembelajaran puisi merupakan kegiatan pementasan karya seni yang memerlukan kemampuan khusus.
B. RUMUSAN MASALAH
Setelah melihat latar belakang yang ada dan agar dalam penelitian ini tidak terjadi kerancuan, maka penulis dapat membatasi dan merumuskan permasalahan yang akan di angkat dalam penelitian ini.Adapun Rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kemampuan menulis dengan pendekatan integratif siswa SMA kelas X ?
2. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dalam menulis dengan pendekatan integratif siswa SMA kelas X bengkulu ?
3. Bagaimana cara menulis dengan baik dan benar ?
C. TUJUAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kemampuan menulis dengan pendekatan integratif siswa SMA kelas X
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam menulis dengan pendekatan integratif sehingga menjadi acuan dalam meningkatkan kemampuan menulis dengan pendekatan integratif
3. Untuk mengetahui cara menulis yang baik dan benar sehingga menghasilkan karya yang bagus
D. MANFAAT PENELITIAN
Dari tujuan diadakannya penelitian tadi, maka adapun manfaat penelitian yaitu : Diharapkan dari penelitian ini, peneliti dapat termotivasi untuk membiasakan membaca.

BAB II
KAJIAN TEORI
Keterampilan Menulis
Keterampilan berbahasa pada dasarnya terdiri atas empat keterampilan,yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dari keempat keterampilantersebut keterampilan menulislah yang dianggap paling sulit dan perlu mendapatperhatian lebih. Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang sangatkompleks, siswa tidak hanya menuangkan ide tetapi, siswa juga dituntut untukmenuangkan gagasan, konsep, perasaan, dan kemauan. Menurut Tarigan (2008:2)keterampilan menulis dibutuhkan waktu yang lama dan latihan intensif.Keterampilan menulis bisa dikatakan suatu ciri dari orang yang terpelajar atau daribangsa yang terpelajar.
Pengertian Menulis

Kemampuan menulis merupakan perwujudan bentuk komunikasi secaratidak langsung, tidak langsung bertatap muka dengan orang lain. Menulismerupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Memang padakenyataannya menulis merupakan keterampilan yang dapat dikatakan lebih sulitdaripada keterampilan berbahasa yang lain, seperti menyimak, membaca danberbicara. Dalam proses menulis, dituntut agar memperhatikan struktur yangberkaitan dengan unsur-unsur tulisan agar pembaca dapat memahami pesan yangingin disampaikan oleh penulis.
Oleh karena itu, penulis harus benar-benar menggunakan atau memakai struktur sebuah tulisan seperti kata, kalimat, paragraf, dan lain-lain dengan baik. Mohamad melalui Darmadi (1996, 11) menyatakan bahwa menulis atau mengarang itu diibaratkan seperti naik sepeda yang harus menjaga keseimbangan. Menulis bisa dianggap mudah apabila seorang sering berlatih menulis dan bisa dianggap sukar bila seorang baru terjun atau berlatih menulis sehingga tidak tahu harus memulai dari apa. Menurut Tarigan (2008:2), menulis ialah menurunkan lambang-lambang atau grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga seseorang atau orang lain dapat membaca lambanglambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.
Ciri Tulisan yang Baik
Tulisan yang baik adalah tulisan yang dapat berkomunikasi secara baikdengan pembaca yang ditujukan oleh tulisan itu. Sementara itu, menurut Alton C.Morris melalui Tarigan (2008:7) tulisan yang baik merupakan komunikasi pikirandan perasaan yang efektif. Semua komunikasi tulis adalah efektif dan tepat guna.Menurut Akhdiat (1993:2) tulisan yang baik memiliki beberapa ciri, yaitusignifikan, jelas, mempunyai kesatuan dan organisasi yang baik, ekonomis,mempunyai pengembangan yang memadai, menggunakan bahasa yang diterima,mempunyai kekuatan memadai, menggunakan bahasa yang diterima.Berdasarkan penjelasan tersebut, Tarigan (2008:7) menyimpulkan bahwaterdapat empat ciri tulisan yang baik sebagai berikut:
jelas
pembaca dapat membaca teks dengan cara tetap dan pembaca tidakboleh bingung dan harus mampu menangkap maknanya tanpa harusmembaca ulang dari awal untuk menemukan makna yang dikatakanoleh penulis.
2) kesatuan dan organisasi
pembaca dapat mengikutinya dengan mudah karena bagian-bagiannyasaling behubungan dan runtut.
3) ekonomis
penulis tidak akan menggunakan kata atau bahasa yang berlebihansehingga waktu yang digunakan pembaca tidak terbuang percuma dan,
4) pemakaian bahasa dapat diterima
penulis menggunakan bahasa yang baik dan benar karena bahasa yangdipakai masyarakat kebanyakan terutama berpendidikan lebihmengutamakan bahasa formal sehingga mudah diterima.
Pendekatan Integratif
Pendekatan integratif dapat diartikan sebagai penyatuan berbagai aspek ke dalam satu keutuhan yang padu. Salah satu pendekatan yang digunakan untuk melaksanakan kegiatan belajar-mengajar bahasa Indonesia dalam Kurikulum Bahasa Indonesia adalah pendekatan integratif (Imam Syafi’ie, Mam’ur Saadie, Roekhan. 2001: 2.19).
Pendekatan Integratif dapat dimaknakan sebagai pendekatan yang menyatukan beberapa aspek ke dalam satu proses. Integratif terbagi menjadi interbidang studi dan antarbidang studi. Interbidang studi artinya beberapa aspek dalam satu bidang studi diintegrasikan. Misalnya, mendengarkan diintegrasikan dengan berbicara dan menulis. Menulis diintegrasikan dengan berbicara dan membaca. Materi kebahasaan diintegrasikan dengan keterampilan bahasa. Integratif antarbidang studi merupakan pengintegrasian bahan dari beberapa bidang studi. Misalnya, bahasa Indonesia dengan matematika atau dengan bidang studi lainnya.
Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, integratif interbidang studi lebih banyak digunakan. Saat mengajarkan kalimat, guru tidak secara langsung menyodorkan materi kalimat ke siswa tetapi diawali dengan membaca atau yang lainnya. Perpindahannya diatur secara tipis. Bahkan, guru yang pandai mengintegrasikan penyampaian materi dapat menyebabkan siswa tidak merasakan perpindahan materi. Integratif sangat diharapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Pengintegrasiannya diaplikasikan sesuai dengan kompetensi dasar yang perlu dimiliki siswa. Materi tidak dipisah-pisahkan. Materi ajar justru merupakan kesatuan yang perlu dikemas secara menarik.
Ciri-ciri Pendekatan Integratif
Ciri-ciri pendekatan integrative dalam (Zuchdi, 1997) itu antara lain:
berpusat pada siswa,
memberikan pengalaman langsung pada anak,
pemisahan antarbidang studi tidak begitu jelas,
menyajikan konsep dari berbagai bidang studi dalam satu proses pembelajaran,
bersifat luwes, dan
hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
Penghambat menulis dengan integratif
Pertama, terlalu banyak pikiran
Rekan Gerry Sugiran AS menyebutkan kendala terbesarnya ialah terlalu banyak pikiran. “Banyak yang mau ditulis malah bikin bingung,” kata Gerry. Dalam buku Menulis dengan Telinga, bagian itu sudah saya tulis dengan Bab “Tulisan Rampung, Ide Baru Ditampung.” Kalau mau menulis sampai tuntas, mau tak mau pikiran memang fokus ke situ. Soal banyak ide bersilewaran di kepala, itu sudah pasti. Dan boleh jadi ide baru itu lebih segar. Ide baru bisa sama dan sebangun dengan bangunan tulisan yang dibikin, bisa juga memasuki dunia baru. Cara paling gampang ialah dengan meneruskan konsep awal tulisan dengan mencatat ide baru pada kertas kerja baru. Maka, ketika menulis, jemari kita berada di tuts papan ketik atau qwerty ponsel, sementara sesekali bolpoin bekerja menulis ide baru yang berseliweran. Saya kira aktivitas mencatat di kertas ini sesekali.
Kedua, bingung mau mulai dari mana
Teman Nawal Djajasinga bilang first step, how to begin? Saat ide sudah ada, kita dengan percaya diri mengaktifkan komputer. Kita yakin dalam sekali duduk sebuah tulisan akan kelar. Tapi, begitu jari berada di papan ketik, kita bingung. Mau menulis apa? Kalimat apa yang enak ditulis lebih dulu? Judulnya mesti duluan atau belakangan? Dan sederet kebingungan lain. Ini persoalan klasik. Tak saja menghadang penulis pemula, penulis profesional acap menemukan momentum seperti ini.
Satu yang bisa menolong ialah membuat kerangka karangan terlebih dahulu. Saya meyakini setiap kita yang melewati jenjang pendidikan sekolah dasar mendapat dasar-dasar mengarang dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Nah, inilah saat di mana kita menggunakan teknik sederhana tapi sangat membantu. Bikinlah satu baris kalimat pendek sebagai wakil dari paragraf yang kita buat. Bikinlah sebanyak mungkin. Poin per poin. Atau buat dalam model peta pikiran. Saya acap cuma membuat selarik kalimat dan bertanda centang. Kalau sudah dapat 30 poin, insya Allah itu satu artikel padat yang bagus. Tak terlalu panjang, juga tak terlalu pendek. Sebab, masing-masing poin mewakili satu alinea. Tinggal kita pilih mana yang mau ditempatkan di atas, di bawahnya lagi, selanjutnya, dan seterusnya.
Tidak membikin kerangka juga tidak mengapa. Akan tetapi, ragangan ini setidaknya menjadi solusi saat kita bingung mau menulis apa di kesempatan perdana di depan layar monitor.
Ketiga, tidak punya waktu
Sohib Dias Marendra yang sekarang menetap di Jakarta bilang, tinggal di Ibu Kota bikin otak dan hati malas bekerja. Mungkin keruwetan, kemacetan, dan segala perniknya membuat malas dalam menulis. Sahabat Naqiyyah Syam, ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Lampung, juga beralibi sama: waktu. Mungkin ini alasan paling banyak yang diungkapkan kita saat ditanya apa kendala utama soal menulis. “Enggak ada waktu,” kata kita. Benarkah demikian? Buat kita yang selama 24 jam bekerja secara penuh memang sulit untuk mengalokasikan waktu untuk menulis. Jangankan buat itu, mungkin sekadar melaksanakan salat lima waktu saja tak sempat. Tapi apa iya ada orang yang semua waktunya untuk bekerja dan melakoni satu hal yang sama? Saya kira tidak.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Desain penelitian
Metodologi yang digunakan pada penelitian ini adalah ptk adalah metode Deskriptif,dimana suatu metode dalam status kelompok manusia adalah objek,atau set kondisi pada masa sekarang. Sedangkan sifat yang digunakan dalam penerapan metode ini adalah bersifat kolaboratif.
Metode deskriptif adalah metode untuk mencari fakta dengan interprestasi yang tepat.penilaian deskriptif mempelajari masalah-masalah serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu termasuk tentang hbungan kegiatan sikap dan pandangan yang sedang berlangsung dari suatu penomena.
Bentuk penelitian adalah penelitian tindakan kelas dengan menggunakan media pendekatan integratif,dimana kemampuan imajinasi siswa yang menjadi objek penelitian.
Sifat penelitian ini adalah besifat kolaboratif dimana siswa akan belajar bersama dan melihat serta merasakan langsung tentang materi yang sedang dipelajari,bukan mendengar informasi dari guru atau tutor.
Adalah seluruh siswa-siswi kelas X SMA bengkuludengan jumlah siswa yang diteliti sebanyak 16 orang siswa.
Untuk meningkatkan ketermpilan menulis dengan menggunakan metode dalam suatu kegiatan pembelajaran perlu diadakan analisa data. Pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang bersifat menggambarkan kenyataan atau fakta sesuai dengan data yang diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui prestasi belajar yang dicapai siswa juga untuk memperoleh respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran.
Untuk menganalisis tingkat keberhasilan atau persentase keberhasilan siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan tes tertulis pada setiap akhir putaran.
Sesuai dengan jenis penelitian yang dipilih, yaitu penelitian tindakan, maka penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart yaitu berbentuk spiral dari sklus yang satu ke siklus yang berikutnya.
Setiap siklus meliputi planning(rencana), action(tindakan), observation (pengamatan), dan reflection(refleksi). Langkah pada siklus berikutnya adalah perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi.
Sebelum masuk pada siklus 1 dilakukan tindakan pendahuluan yang berupa identifikasi permasalahan. Siklus spiral dari tahap-tahap penelitian tindakan kelas.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan keterampilan siswa dalam menulis siswa setelah proses belajar mengajar setiap putarannya dilakukan dengan cara memberikan evaluasi berupa soal tes tertulis pada setiap akhir putaran.analisis ini dihitung dengan menggunakan statistik sederhana yaitu:

1. Untuk menilai ulangan atau tes formatif
Peneliti melakukan penjumlahan nilai yang diperoleh siswa, yang selanjutnya dibagi dengan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut sehingga diperoleh rata-rata tes formatif dapat dirumuskan:
  NX X
Dengan : = Nilai rata-rata X
Σ X = Jumlah semua nilai siswa
Σ N = Jumlah siswa
2. Untuk ketuntasan belajar
Ada dua kategori ketuntasan belajar yaitu secara perorangan dan secara klasikal. Berdasarkan petunjuk pelaksanaan belajar mengajar kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994), yaitu seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai skor 60% atau nilai 60, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 69% yang telah mencapai daya serap lebih dari atau sama dengan 60%. Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar digunakan rumus sebagai berikut:
% 100. . . x Siswa belajar tuntas yang Siswa P   
Data yang digunakan adalah data observasi berupa pengamatan pengelolaan belajar dengan pendekatan integratif dan pengamatan aktivitas siswa dan guru pada akhir pembelajaran, dan data tes formatif siswa pada setiap siklus.
Data tes formatif untuk mengetahui peningkatan hasil belajar belajar siswa setelah diterapkan belajar dengan pendekatan integratif. dari analisis data yang laksanakan tiap siklus telah disusun berdasarkan tahapan seperti :
Tahap Perencanaan,pada tahap ini peneliti mempersiapkan perangkat pembelajaran yang terdiri dari rencana pelajaran 1, LKS 1, soal tes formatif 1 dan alat-alat pengajaran yang mendukung.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA bengkulu pada tahun 2013/2014. Jumlah siswa kelasX keseluruhan adalah 196 siswa yang terdiri atas enam kelas.karena jumlah populasi lebih dari 100 siswa, perlu adanya teknik penarikan sampel penelitian. Sampel diambil dengan menggunakan teknik persentase secara acak (proportional random sampling). Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA bengkulu yang diambil 15 % dari populasi perkelas yaitu berjumlah 26 orang.
Untuk lebih jelasnya mengenai populasi dan sampel, dapat dilihat pada tabel berikut :
C. Variabel dan Data
Penelitian ini memiliki dua variabel berupa variable bebas (X) dan variabel terikat (Y). variabel bebas dalam penelitian ini adalah kemampuan menulis siswa kelas X SMA bengkulu, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalahpendekatan integratif siswa kelas X SMA bengkulu. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data PTK
D. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah tes. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes objektif dan tes unjuk kerja. Tes objektif gunakan untuk mengumpulkan data kemampuan menulis, sedangkan tes unjuk kerja digunakan untuk mengumpulkan data keterampilan menulis
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan tes adalah sebagai berikut (1) menjelaskan menulis dengan kaidah penulisan yang benar , (2) siswa diminta untuk menciptakan karya-karya yang menarik (3) memberi penilaian berdasarkan indikator yang dinilai.

E. Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dua kali. Tes pertama diberikan kepada siswa tes objektif sebanyak 50 butir soal. Tes kemampuan menulis dengan pendekatan integratif dilaksanakan sehari sesudahnya. Sebelum menggunakan terlebih dahulu diberi arahan bagaimana cara-cara dalam mendalami kemampuan menulis dengan pendekatan integratif siswa dan bagaimana penilaiannya.
F. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul dianalisis melalui tahap-tahap berikut. Pertama, mengoreksi hasil tulisan siswa. Menganalisis data berupakemampuan menulis dengan pendkatan integratif .
G. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dapat ditentukan berdasarkan proses dan produk. Keberhasilan yang diukur berdasarkan proses, yaitu apabila dalam penelitian ini terjadi peningkatan keterampilan membaca dibandingkan dengan sebelum diadakannya tindakan. Hal ini dapat dilihat adanya perubahan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran membaca pemahaman dengan teknik SPIKPU, meliputi siswa aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran membaca, antusias, dan mampu bekerja sama, serta guru memotivator keaktifan siswa. Kriteria keberhasilan produk dalam membaca pemahaman didasarkan atas peningkatan keberhasilan siswa dalam mencapai taraf keberhasilan minimal yang ditentukan, yaitu antara 65%-75% dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar telah mencapai KKM (> 75).
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud, ( 1999 ) Penelitian Tindakan Kelas. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah . Jakarta
Nur, Moh. (2001). Pemotivasian Siswa untuk Belajar. Surabaya. University Press. Universitas Negeri Surabaya.
Suryosubroto, (1997). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sudjana, N.( 1987). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo.
Soedjadi, dkk. (2000). Pedoman Penulisan dan Ujian Skripsi. Surabaya; Unesa Universitas Press.
Tarigan,(1986).Menulis sebagai suatu keterampilan berbahasa.
Bandung.Angkasa.


PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NASKAH DRAMA SATU BABAK SISWA KELAS X.A SMAN 01 KOTA BENGKULU T.A 2013-2014 MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JENIS TEAM PRODUCT
Oleh: Junita Susanti
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Dasar pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran keterampilan berbahasa yaitu ketrampilan-keterampilan yang ditekankan pada keterampilan reseptif dan keterampilan produktif. Pembelajaran bahasa indonesia di sekolah diawali dengan pembelajaran reseptif. Dengan demikian keterampilan produktif dapat ikut ditingkatkan. Empat aspek keterampilan berbahasa yang mencakup dalam pengajaran bahasa yaitu: (1) keterampilan menyimak,(2)keterampilan berbicara, (3) keterampilan membaca, (4) keterampilan menulis.
Keempat keterampilan berbahasa diatas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, tetapi hanya dapat dibedakan. Keterampilan yang satu bergantung kepada ketiga keterampilan lain. Misalnya, seorang dapat berbicara karena ia mampu menyimak, berbicara, dan membaca. Oleh karena itu, siswa diharapkan memiliki keterampilan berbahasa yang lengkap. Tidak dapat dikatakan siswa mampu berbahasa yang baik dan benar, bila mereka hanya terampil, menyimak, berbicara dan membaca, tetapi tidak terampil menulis. Jadi jelaslah bahwa keterampilan menulis benar-benar diperhatikan terutama pada siswa SMA, karena siswa SMA sudah menempuh jenjang pendidikan yang paling tinggi sehingga diharapkan siswa SMA sudah memiliki keterampilan menulis. Keterampilan menulis adalah keterampilan berbahasa yang paling tinggi tingkatnya. Dengan demikian, pembelajaran menulis merupakan komponen yang turut menentukan dalam mencapai tujuan pembelajaran bahasa Indonesia, khususnya pada pembelajaran menulis naskah drama pendek.
Pembelajaran menulis naskah drama satu babak merupakan tahap awal bagi siswa sebelum menghasilkan tulisan-tulisan sastra lainnya. Dengan menulis naskah drama satu babak siswa akan belajar menuangkan idenya dalam bentuk tulisan hal ini akan membuat siswa lebih produktif.
Keterampilan menulis naskah drama satu babak di SMA 01 kota Bengkulu masih rendah.hal ini terbukti dari 35 orang siswa hanya siswa 15 orang siswa atau kurang dari 50% yang mampu menuangkan idenya dalam bentuk tulisan. Setelah peneliti mencermati, terayata rendahnya keterampilan menulis yang terdapat pada diri siswa dikarenakan siswa bosan dengan metode belajar yang diterapkan guru, yaitu metode ceramah dan penugasan individu yang memberatkan siswa.
Berdasarkan uraian di atas penulis akan menerapkan pendekatan komunikatif jenis TeamProduct untuk meningkatkan keterampilan menulis naskah drama satu babak pada siswa kelas X.A SMA Negeri 08 Kota Bengkulu.

RUMUSAN MASALAH
Apakah penggunaan pendekatan komunikatif jenis Team Product bisa meningkatkan keterampilan menulis naskah drama satu babak pada siswa kelas X.A?

TUJUAN PENELITIAN
Penulis ingin mengetahui apakah penggunaan pendekatan komunikatif jenis Team Product bisa meningkatkan keterampilan menulis naskah drama satu babak pada siswa kelas X.A.

MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan manfaat praktis.
Manfaat teoritis
Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
Dapat meberi masukan pada instansi terkait dalam mengambil kebijkkan untuk menunjang proses pembelajaran.
Manfaat praktis
Bagi peneliti; menemukan solusi untuk meningkatkan keterampilan menulis naskah drama satu babak pada siswa kelas X.A.
Bagi siswa; menjadi lebih terampil dalam menulis naskah drama satu babak.
Bagi institusi; kepala sekolah dapat mensosialisasikan kepada guru-guru agar dapat menggunakan metode pembelajaran komunikatif jenis Team Product dalam pembelajaran menulis naskah drama satu babak.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
KERANGKA TEORI
Hakikat Menulis
Henry Guntur Tarigan (2008: 3), keterampilan menulis adalah salah satu keterampilan berbahasa yang produktif dan ekspresif yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung dan tidak secara tatap muka dengan pihak lain. Sedangkan menurut Byrne (Haryadi dan Zamzani, 1996: 77), keterampilan menulis karangan atau mengarang adalah menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat yang dirangkai secara utuh dan jelas sehingga dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil.
Hakikat Naskah Drama Satu Babak
Naskah drama adalah salah satu genre karya sastra yang sejajar dengan prosa dan puisi. Berbeda dengan prosa maupun puisi, naskah drama memiliki bentuk sendiri yaitu ditulis dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkinan dipentaskan (Waluyo, 2003: 2).
Sedangkan naskah rama satu babak merupakan sebuah drama atau lakon yang terdiri atas satu babak, dan berpusat pada satu tema dengan sejumlah kecil pemeran gaya, latar, serta pengaluran yang ringkas.
Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Suprijono (2010:54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksduk. Guru biasanya menempatkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
Pembelajaran kooperatif didukung oleh teori Vygotski. Dukungan teori Vygotsky terhadap model pembelajaran kooperatif adalah penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Menurut Anita Lie dalam Suprijono (2010:56), model pembelajaran ini didasarkan pada falsafat homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial. Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Dengan kata lain, kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, dan kehidupan bersama lainnya. Secara umum tanpa interaksi sosial tidak akan ada pengetahuan Piaget sebagai pengetahuan sosial.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa kelompok itu dapat terdiri dari dua orang saja, tetapi juga dapat terdiri banyak orang. Chalpin juga mengatakan bahwa anggota kelompok tidak harus berinteraksi secara langsung yaitu face to face. Sedangkan pengertian kelompok menurut ahli dinamika kelompok bernama Shaw dalam Suprijono (2010:57) “as two or more people who interact with and influence one another”. Menurut Shaw satu ciri yang dipunyai oleh semua kelompok yaitu anggotanya saling berinteraksi, saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain.
Belajar secara kooperatif mampu melibatkan siswa secara aktif melalui proses-proses mentalnya dan meminimalkan adanya perbedaan-perbedaan antar individu, serta meminimalisasi pengaruh negatif yang timbul dari kondisi pembelajaran kompetitif (persaingan belajar yang tidak “sehat”). Sebagai teknologi pembelajaran, belajar kooperatif memiliki sinergisitas peluang munculnya keterampilan sosial di antara pendidikan formal dan pendidikan non-formal.
Hakikat Team Product
Dinamakan team product karena setiap kelompok diminta untuk berkreasi atau menciptakan sesuatu. Misalnya, guru meminta siswa berkelompok untuk menulis sebuah esai, menggambar mural, mengerjakan tugas, membuat presentasi di depan kelas, dan menganalisis puisi. Semua hal yang dilakukan oleh setiap kelompok haruslah berbentuk produk, baik itu abstrak maupun konkret.

KERANGKA BERPIKIR
Bahasa Indonesia merupakan salah satu pelajaran yang penting didalam pengajaran. Tidak berbeda dengan pengajaran yang lain. Kemampuan menulis di kalangan siswa tidaklah sama, khususnya menulis naskah drama satu babak. Namun keterampilan menulis naskah drama satu babak ini cenderung rendah, karena pada umumnya siswa bosan dengan metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru.
Pada kondisi awal guru belum menggunakan model pembelajaran team productsehingga keterampilan menulis naskah drama satu babak siswa rendah. Selanjutnya guru melakukan tindakkan sebanyak dua siklus, siklus pertama guru memberi tugas kepada kelompok untuk membaut naskah drama satu babak dengan topik tertentu. Selanjutnya pada siklus kedua guru member tugas kepada kelompok untuk menbuat naskah drama satu babak dengan topic bebas dengan harapan kemampuan menullis drama satu babak siswa meningkat.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. PROSES PENELITIAN
Proses penelitian tindakan ini direncanakan atas tiga siklus, dimana tiap siklus akan dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang ingin dicapai seperti apa yang telah didesain dalam faktor sesuai prosedur : 1) perencanaan (planning), 2) pelaksanaan tindakan (acting) 3) observasi (observing), dan refleksi (reflecting)
Prosedur penelitian tindakan untuk siklus pertama dapat dijabarkan lebih rinci sebagai berikut :
Perencanaa (Planning)
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah 1) memuat skenario pembelajaran sesuai teknik pembelajaran yang digunakan 2) membuat lembar observasi (lembar tindakan kelas) untuk melihat kondisi proses pembelajaran selama berlangsung 3) mendesaian penilaian peningkatanmenulis naskah drama satu babak.
Pelaksanaan (Acting)
Dalam tahap ini adalah melaksanakan skenario pembelajaran yang telah didesain.
Observasi (Observing)
Pada tahap ini dilaksanakan observasi terhadap tindakan dengan menggunakan lembar observasi dan lembar penelitian. Segera tindakan guru peneliti dalam tahap ini diamati oleh diri sendiri maupun oleh kolaborator mengamati berdasarkan format lembar tindakan kelas. Setiap kekurangan dicatat oleh kolaborator dan dijadikan bahan, dalam kegiatan refleksi
Refleksi (Refleksing)
Penilaian pada kolaborator dan hasil diskusi dengan guru peneliti, hasilnya dianalisis, diinterprestasikan dan disimpulkan bersama. Kesimpulan ini akaan dijadikan dasar dalam merevisi rencana untuk diterapkan pada siklus berikutnya.
Siklus terus berlangsung sampai pada tahap guru peneliti dan kolaborator sepakat bahwa siklus layak dihentikan, karena tujuan telah tercapai.

3.2. RENCANA KINERJA
Rancangan tindakan penelitian ini didasarkan pada keyakinan bahwa jika penerapan dilaksanakan dengan baik dalam pembelajaran bahasa Indonesia akan meningkat kemampuan pemahaman.pemahaman menulis drama satu babak siswa kela X SMA Negeri 10 Kota Bengkulu.
Berikut keterangan tahap-tahap dalam penelitian tindakan kelas:
Siklus I :
1. Perencanaan I.
2. Tindakan I.
3. Observasi I.
4. Refleksi I.
Siklus II :
1. Revisi Rencana I.
2. Tindakan II.
3. Observasi II.
4. Refleksi II.
Uraian tahap-tahap penelitian adalah sebagai berikut.
1. Siklus I
a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini, peneliti bersama kolaborator menetapkan alternatif tindakan yang dilakukan dalam upaya peningkatan keterampilan subjek yang diinginkan melalui tahap berikut.
1) Menentukan materi pembelajaran.
2) Mengembangkan RPP.
3) Menyiapkan media pembelajaran.
4) Menyiapkan instrumen penelitian yang berupa tesdan alat dokumentasi.
5) Mengembangkan format evaluasi
b. Implementasi Tindakan
Implementasi yaitu pelaksanakan KBM sesuai dengan RPP siklus 1 yang telah dibuat bekerja sama dengan kolaborator. Inti pelaksanaannya adalah pembelajaran menulis cerita pendek siswa kelas X.A SMA Negeri 10Kota Bengkulu dengan menerapkan penlajaran kooperatif. Langkah yang dilakukan pada implementasi tindakan ini adalah sebagai berikut.
Guru membangun apersepsi siswa tentang menulis. Tujuannya adalah
memancing pengetahuan dan ingatan siswa pada materi yang akandisampaikan.
Guru memberitahukan prosedur pelaksanaan pembelajaran menulisdrama dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif jenis team product.
Setelah siswa benar-benar memahami prosedur tersebut, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-6 orang siswa.
Setelah terbentuk kelompok, pembelajaran menulis dilakukan sesuai dengan tahapan pembelajaraan kooperatif, yaitu mulai dari penataan suasana hati sampai dengan pembuatan naskah drama pendek.
Pada akhir pembelajaran, guru merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung. Refleksi ini bertujuan agar siswa dapat mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
c. Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan pada tahap perencanaan. Berikut hal-hal yang dilakukan peneliti saat proses
pembelajaran berlangsung.
Mengamati segala yang dilakukan siswa di dalam kelas yang berkaitan dengan kegiatan menulis dengan menggunakan pembelajaraankooperatif.
Mengamati guru, bagaimana guru memberi bimbingan dan motivasi kepada siswa dalam melakukan pembelajaran menulis cerita pendek.
d. Refleksi
Kegiatan refleksi ini yaitu Peneliti bersama guru berdiskusi dan menganalisis hasil pengamatan pada siklus . Kegiatan pada langkah ini berupa:
Mengambil kesimpulan tentang kemampuan siswa setelah dikenai tindakan,menilai keaktifan siswa ketika berinteraksi dengan guru dan siswa lainnya, yaitu tes yang dilakukan memiliki instrumen penilaian skor 100 dan KKM yang hasus dilalui masing-masing siswa yaitu dengan nilai 75. Jika siswa memilik nilai diatas 77 maka siswa dinyatakan lulus dan sebaliknya.
Menilai keterampilan masing-masing kelompok siswa dalam praktik menulis berdasarkan hasil tugas siswa. Tes yang dilakaukan pada kelompok memiliki instrumen penilaian skor 100 dan KKM yang hasus dilalui masing-masing siswa yaitu dengan nilai 75. Jika siswa memilik nilai diatas 75 maka siswa dinyatakan lulus dan sebaliknya.
Refleksi ini dilakukan untuk evaluasi terhadap pelaksanaan tindakan. Setelah siklus I dilaksanakan dan apabila data yang diperoleh cukup, penelitian dihentikan. Data yang diperoleh diharapkan dapat menjawab permasalahan yang terperinci di dalam rumusan masalah. Namun, apabila data yang diperoleh belum cukup, penelitian akan dilanjutkan ke siklus II yang akan disusun kemudian.
2. Siklus II
a. Perencanaans
Perencanaan dilakukan setelah refleksi siklus I. Pada tahap ini peneliti dan kolaborator merencanakan kembali tindakan yang akan dilakukan pada siklus II dengan tujuan memperbaiki aspek-aspek yang dinilai masih belum optimal atau belum sesuai rencana dan aspek-aspek yang memiliki kemungkinan untuk ditingkatkan. Peneliti dan kolaborator menyiapkan materi pembelajaran dengan lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, juga mengembangkan rencana pembelajaran dan menyiapkan media pembelajaran. Pada tahap perencanaan ini, peneliti menyiapkan instrumen penelitian. Instrumen tersebut berupa tes, pedoman observasi, catatan lapangan, angket, pedoman wawancara, alat dokumentasi.
b. Implementasi Tindakan
Tindakan yang dilakukan pada siklus ini hampir sama dengan tindakan pada siklus I. Akan tetapi, lebih ditekankan pada aspek-aspek yang belum dikuasai siswa. Apabila prosedur pendekatan kooperatif yang dilakukan pada siklus I telah tercapai, guru membuat variasi lain dari pendekatan tersebut agar siswa benar-benar mampu meningkakan kemmpuan melulis cerita pendek mereka.
c. Pengamatan
Peneliti melakukan pengamatan terhadap situasi pembelajaran di kelas yang meliputi sikap siswa selama mengikuti pembelajaran menulis cerita pendek, keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran, mengamati apa yang disampaikan oleh para siswa, dan keseluruhan praktik siswa dari awal hingga akhir. Selain mengamati siswa, peneliti juga mengamati guru kolaborator dalam melaksanakan pembelajaran menulis cerita pendek dengan pendekatan kooperatif, keterampilan menyampaikan materi, keterampilan guru dalam membimbing siswa, dan keterampilan mengatur kelas.
d. Refleksi
Refleksi dilaksanakan berdasarkan data yang diperoleh saat pelaksanaan tindakan. Peneliti dan guru berdiskusi untuk menganalisis dan memaknai proses dan implementasi pelaksanaan tindakan pada siklus II. Refleksi ini dilakukan untuk evaluasi terhadap pelaksanaan tindakan. Setelah siklus II dilaksanakan dan apabila data yang diperoleh cukup, penelitian dihentikan. Data yang diperoleh diharapkan dapat menjawab permasalahan yang terperinci di dalam rumusan masalah. Namun, apabila data yang diperoleh belum cukup, penelitian akan dilanjutkan ke siklus III yang akan disusun kemudian.

3.3. POSISI PENELITI
Peneliti adalah mahaiswa Universitas Bengkulu berkolaborasi degan guru di SMA NEgeri 08 Kota Bengkulu yang dianggap mampu dan berkompenten dalam konteks penelitian ini.

3.3. SUBYEK PENELITIAN
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X.A SMAN 01 KOTA BENGKULU T.A 2013-2014 melibatkan seluruh siswa kelas X.A yang berjumlah 35 orang.

3.4. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrument berupa kuisioner, tes, lembar pertanyaan, dan lembar observasi. Kuisioner dan tes dilakukan terhadap siswa untuk melihat kemampuan pemahaman konsep dalam pelajaran bahasa Indnesia tentang kendeskripsikan benda sebelum dan sesudah dilakukan remedial oleh tutor sebaya. Lembar pertanyaan siswa dan lembar observasi digunakan untuk melihat pelaksanaannya.

3.5. ANALISIS DATA
Data yang telah dikumpulkan yang berbetuk data kuantitif, diolah dan dianalisis melalui tahapan reduksi data, paparan, dan penyimpulan.
Reduksi data adalah proses penyederhanaan yang dilakukan melalui seleksi, pemeriksaan, dan pengabstraksian data mentah menjadi informasi yang bermakna.
Paparan adalah proses penyimpulan data secara lebih sederhana dalam bentuk paparan naratif. Sedangkan penyimpulan data adalaah proses pengambilan intisari dari sajian data yang telah terorganisir tersebut dalam pernyataan kalimat yang singkat, padat, dan mengandung pengertian yang luas.
Sedangkan data yang berbentuk data kuantitatif dianalisa untuk memberikan justitikasi empiric melalui uji statistic. Data yang dianalisis adalah variabel kemampuan tutor sebaya dalam memberikan pemahaman konsep kepada temannya yang masih belum mampu.

INDIKATOR PENCAPAIAN
Indikator keberhasilan penelitian tindakan ini adalah jika terjadi peningkatan kemampuan menulis naskah drama pendek dari 65 menjadi minimal 75, yaitu di atas KKM.

Peningkatan Kemampuan Menulis Cerita Pendek Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Bengkulu Selatan Melalui Pembelajaran Kooperatif
Tahun Pelajaran 2013/2014
Oleh : Kiki Putriani
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Suatu bangsa dikatakan telah memiliki kebudayaan yang maju jika masyarakatnya telah membiasakan diri dalam kegiatan literasi (baca-tulis).. Menulis dapat dipersepsi sebagai bagian literasi yang dapat dijadikan media pengembangan diri. Namun, kondisi objektif yang terjadi pada masyarakat Indonesia hingga saat ini adalah masih membudayanya aliterasi yaitu masyarakat yang dapat membaca dan menulis, tetapi tidak suka membaca dan menulis. Oleh karena itu, keterampilan menulis tampaknya masih sangat sedikit mendapat perhatian. Masalah yang sekarang dilontarkan dalam pembelajaran menulis adalah siswa menggunakan diksi yang tepat dan judul yang sejalan dengan tema dan jalan cerita, terutama untuk menulis karangan cerita pendek.
Guru keterampilan yang mengetahui aneka ragam teknik pengajaran keterampilan berbahasa dan dapat mempraktikkannya sangat membantu yang bersangkutan dalam mengajarkan keterampilan berbahasa. Pendek kata, pemilihan dan penggunaan teknik pengajaran yang tepat, termasuk pengajaran keterampilan berbahasa, memberikan keuntungan bagi pelaksanaan proses belajar mengajar. Suasana yang menarik, merangsang, menimbulkan gairah belajar yang tinggi. Gairah belajar yang tinggi dapat menimbulkan prestasi belajar yang tinggi pula.
Pembelajaran dengan menggunakan teknik yang menarik memang lebih efektif.
Bertolak dari permasalahan di atas peneliti bermaksud mengadakan penelitian dengan judul Peningkatan Keterampilan Menulis Cerita Pendek pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Bengkulu Selatan melalui penerapan pembelajaran kooperatif.
Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah yang akan menjadi bahan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Pengajaran menulis yang diharapkan oleh kurikulum masih belum berhasil
dibuktikan dengan masih banyaknya siswa yang belum mampu menulis cerita
pendek dengan baik.
2) Pengajaran menulis cerita pendek di sekolah tidak dilaksanakan secara maksimal
sehingga kemampuan siswa dalam menulis cerita pendek masih kurang.
3) Keterampilan menulis merupakan keterampilan yang kompleks dan sulit sehingga
diperlukan pembelajaran yang kooperatif.
Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah pada kesulitan siswa dalam menulis cerita pendek. Di sini peneliti memfokuskan karangan cerita pendek. Metode yang peneliti terapkan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu penerapan pembelajaraan kooperatif. Kooferatif di sini dimaksudkan untuk menjadikan siswa bersemangat dan dapat meningkatkan kemampuan menulis cerita pendek melalui kegiatan yang menyenangkan bagi siswa.
Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
Bagaimana perencanaan pembelajaran menulis cerita pendek dengan
melalui penerapan pembelajaraan kooperatif?
Bagaimana pelaksanaan pembelajaran menulis cerita pendek dengan
menggunakan penerapan pembelajaraan kooperatif?
Bagaimana hasil pembelajaran menulis cerita pendek dengan menggunakan penerapan pembelajaraan kooperatif?
Tujuan penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini sebagai berikut.
Mendeskripsikan perencanaan pembelajaran menulis cerita pendek dengan melalui penerapan pembelajaraan kooperatif
Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran menulis cerita pendek dengan menggunakan penerapan pembelajaraan kooperatif.
Mendeskripsikan hasil pembelajaran menulis cerita pendek dengan menggunakan
penerapan pembelajaraan kooperatif
Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Manfaat teoretis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah adanya teori-teori yang bisa diambil dengan menerapkan pembelajaraan kooperatif dalam pembelajaran menulis cerita pendek yang selama ini belum pernah dilakukan oleh orang lain.
2) Manfaat praktis.
Manfaat praktis adalah manfaat yang dapat langsung diterapkan dalam pembelajaran di sekolah. Beberapa manfaat praktis yang dapat diambil dari penelitian ini yaitu:
(a) Guru mampu membimbing siswa agar mudah mengeluarkan ide dalam menulis
cerita pendek.
(b) Guru mampu membimbing siswa agar mudah mengembangkan unsur-unsur
karangan cerita pendek agar karangan cerita pendek.menjadi lebih menarik
(c) Guru mampu membimbing siswa agar mudah memutuskan judul apa yang akan
ia gunakan dalam pembelajaran menulis cerita pendek

BAB II
LANDASAN TEORI
Deskripsi Teori
Kemampuan Menulis
Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa kata menulis berasal dari kata tulis. Tulis adalah ada huruf (angka dan sebagainya) yang dibuat (digurat dan sebagainya) dengan pena (pensil, cat, dan sebagainya). Menulis adalah membuat huruf, angka , dan sebagainya dengan pena, pensil, cat, dan sebagainya melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, dan sebagainya dengan tu-lisan. Selanjutnya menulis adalah menuangkan gagasan, pendapat, perasaan, keingi-nan, dan kemauan, serta informasi ke dalam tulisan dan kemudian “mengirimkannya” kepada orang lain (Syafi’ie,1998:45).
Selain itu, menulis juga merupakan suatu aktivitas komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai medianya. Wujudnya berupa tulisan yang terdiri atas rangkaian huruf yang bermakna dengan semua kelengkapannya, seperti ejaan dan tanda baca. Menulis juga suatu proses penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan pen-dapat kepada pembaca dengan simbol-simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati bersama oleh penulis dan pembaca.
Ada beberapa persyaratan yang sebaiknya dimiliki seorang siswa untuk meng-hasilkan tulisan yang baik. Syafi’ie (1988:45) mengemukakan bahwa syarat-syarat tersebut adalah (1) kemampuan untuk menemukan masalah yang akan ditulis, (2) ke-pekaan terhadap kondisi pembaca, (3) kemampuan menyusun rencana penulisan, (4) kemampuan menggunakan bahasa, (5) kemampuan memulai tulisan, dan (6) kemam-puan memeriksa tulisan.
Menulis berarti menyampaikan pikiran, perasaan, atau pertimbangan melalui tulisan. Alatnya adalah bahasa yang terdiri atas kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Pikiran yang di-sampaikan kepada orang lain harus dinyatakan dengan kata yang mendukung makna secara tepat dan sesuai dengan apa yang ingin dinyatakan. Kata-kata itu harus disusun secara teratur dalam klausa dan kalimat agar orang dapat menangkap apa yang ingin disampaikan itu. Makin teratur bahasa yang digunakan, makin mudah orang menang-kap pikiran yang disalurkan melalui bahasa itu. Oleh karena itu, keterampilan menulis di sekolah sangatlah penting.
Suatu tulisan pada dasarnya terdiri atas dua hal. Pertama, isi suatu tulisan menyampaikan sesuatu yang inggin diungkapkan penulisnya. Kedua, bentuk yang merupakan unsur mekanik karangan seperti ejaan, pungtuasi, kata, kalimat, dan alenia. Akhadiah dalam html:///akikat-keterampilan-menulis. (1997:13). Sementara itu, WJS Poerwodarminto dalam html://hakikat-keterampilan-menulis. (1987:105) secara leksi-kal mengartikan bahwa menulis adalah melahirkan pikiran atau ide. Setiap tulisan harus mengandung makna sesuai dengan pikiran, perasaan, ide, dan emosi penulis yang disampaikan kepada pembaca untuk dipahami tepat seperti yang dimaksud pe-nulis.
Pendapat lainnya menyatakan bahwa menulis adalah keseluruhan rangkaian kegiatan seseorang dalam mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca seperti yang dimaksud oleh pengarang. Agar komunikasi lewat lambang tulis dapat tercapai seperti yang diharapkan, penulis hendaklah menuangkan ide atau gagasannya kedalam bahasa yang tepat, teratur, dan lengkap. Dengan demikian, bahasa yang dipergunakan dalam menulis dapat menggambarkan suasana hati atai pikiran penulis. Sehingga dengan bahsa tulis seseorang akan dapat menuang-kan isi hati dan pikiran.
Cerita Pendek
Cerita pendek adalah jenis kara sastra yang berupa kisah atau cerita tentang menusia dan seluk beluknya lewat tulisan pendek. Cerita pendek pertama kaili dikenalkan oleh pengarang Amerika. Cerita pendek bermula pada tradisi penceritaan lisan. Pada waktu itu kisah iliad dan odyssey karya Homer disampaikan secara lisan dalam bentuk puisi berirama. Irama itu berpungsi sebagai alat untuk menolong orang untuk mengingat ceritanya. Dalam cerita pendek dikisahkan sepenggal kehidupan tokoh, yang penuh pertikaian, peristiwa yang mengharukan dan peristiwa menyenangkan, dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,2013:143)
Cerita pendek dapat menyebabkan adanya rasa senang, gembira, serta dapat menghibur para penikmat atau pembacanya. Cerita pendek juga dapat memberi pengarahan dan pendidikan kerena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung di dalamnya. Selain hal itu cerita pendek berisi keindahan dan nilai moral sehingga para penikmat atau pembacanya dapat mengetahui moral yang baik dan tindakan yang tidak baik yang dapat dijadikan teladan bagi para penikmatnya atau pembacanya. (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2013:143).
Pembelajaran Kooperatif
Sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur (Lie, 2003 dalam Power Point Dra. Ria Ariesta,2013).
Suatu model pembelajaran berkelompok (kecil) secara kolaboratif (4-6 org) dengan struktur kerja yang heterogen yang keberhasilannya tergantung pada kemampuandan aktivitas anggota kelompok (Slavin, 2010 dalam Power Point Dra. Ria Ariesta,2013).
Unsur Pembelajaran Kooperatif
Saling ketergantungan positif
Tanggung jawab perseorangan
Tatap muka
Komunikasi antaranggota
Evaluasi proses kelompok
Karakteristik Pembelajaran Kooperatif (Power Point Dra. Ria Ariesta,2013).
Siswa bekerja dalam kelompok kooperatif untuk menguasai materi akademis.
Anggota-anggota dalam kelompok diatur, terdiri atas siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi.
Jika memungkinkan, masing-masing anggota kelompok kooperatif berbeda suku, budaya, dan jenis kelamin.
Sistem penghargaan yang berorientasi kepada kelompok daripada individu.
4 Tahapan Keterampilan Kooperatif(Power Point Dra. Ria Ariesta,2013).
Forming (pembentukan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk membentuk kelompok dan membentuk sikap yang sesuai dengan norma.
Functioning (pengaturan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatur aktivitas kelompok dalam menyelesaikan tugas dan membina hubungan kerja sama di antara anggota kelompok.
Formating (perumusan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk pembentukan pemahaman yang lebih dalam terhadap bahan-bahan yang dipelajari, merangsang penggunaan tingkat berpikir yang lebih tinggi, dan menekankan penguasaan serta pemahaman dari materi yang diberikan.
Fermenting (penyerapan) yaitu keterampilan yang dibutuhkan untuk merangsang pemahaman konsep sebelum pembelajaran, konflik kognitif, mencari lebih banyak informasi, dan mengkomunikasikan pemikiran untuk memperoleh kesimpulan.
Keuntungan
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan penelitian mengenai suatu masalah.
Mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi.
Memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan sebagai individu serta kebutuhannya dalam belajar.
Siswa lebih aktif bergabung dengan teman mereka dalam pelajaran, mereka lebih aktif berpartisipasi dalam berdiskusi.
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar siswa, karena mereka telah bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.
Kelemahan
Kerja sama kelompok seringkali hanya melibatkan siswa yang mampu, untuk memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang mampu.
Strategi ini kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda dan gaya mengajar yang berbeda pula.
Keberhasilan strategi kelompok ini bergantung kepada kemampuan siswa memimpin kelompok atau bekerja sendiri
Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan ini berjudul “Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Narasi Dengan Menggunakan Metode Konstruktivisme (Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia) oleh Shela Kurnia ”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggunakan metode konstruktivisme mampu meningkatkan keterampilan menulis siswa dalam menulis cerita pendek. Siswa lebih tertarik, senang, dan aktif dalam mengikuti proses pembelajaran menulis cerita pendek di kelas. Penelitian tersebut membahas pembelajaran menulis sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian tersebut relevan dengan penelitian ini karena sama-sama membahas upaya untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa. Perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah teks karangan yang ditulis(narasi dan cerita pendek) dan penerapan pemebelajarannya (metode konstruktivisme dan pembelajaraan kooperatif) yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis siswa. Dengan demikian, hasil penelitian ini akan berbeda dengan hasil penelitian tersebut.
Kerangka Pikir
Keterampilan menulis merupakan salah satu keterampilan yang perlu dikembangkan dalam pembelajaran keterampilan berbahasa. Dengan memiliki keterampilan menulis yang baik, siswa akan dapat memeroleh informasi yang berupa pengetahuan dengan lebih mendalam. Dengan begitu, siswa akan dapat meraih keberhasilan dalam proses pembelajaran di kelas. Namun demikian, pada kenyataannya, kemampuan menulis yang dimiliki oleh siswa masih rendah. Begitu juga yang terjadi pada siswa kelas VII SMP Negeri 2 Bengkulu Selatan.
Hipotesis Tindakan
Berlandaskan kerangka pikir yang telah diuraikan, hipotesis penelitian ini adalah peningkatan kemampuan menulis cerita pendek siswa kelas VII SMP negeri 2 Bengkulu Selatan.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode merupakan cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan), cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu yaitu metode Deskriptif .
Tempat Dan Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 2 Bengkulu Selatan yang beralamat di Jalan Bupati Baksir, Kec. Kota Manna No. 80 Bengkulu Selatan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 2 Bengkulu Selatan. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam kurun waktu 3 bulan yaitu dari November 2013 sampai dengan Februari 2014, yang meliputi keseluruhan kegiatan penelitian dari penemuan masalah hingga pelaporan.
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (action research classroom) yang dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif bekerja sama dengan guru Bahasa Indonesia kelas VII SMP Negeri 2 Bengkulu Selatan. Penerapan pembelajaran yang digunakan adalah penerapan pembelajaran kooperatif. Model yang digunakan adalah model yang dikembangkan oleh Kemmis dan Mc. Taggart. Adapun gambaran secara umum mengenai model desain penelitian berdasarkan Kemmis dan Mc.
Berikut keterangan tahap-tahap dalam penelitian tindakan:
Siklus I :
1. Perencanaan I.
2. Tindakan I.
3. Observasi I.
4. Refleksi I.
Siklus II :
1. Revisi Rencana I.
2. Tindakan II.
3. Observasi II.
4. Refleksi II.
Uraian tahap-tahap penelitian adalah sebagai berikut.
1. Siklus I
a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan ini, peneliti bersama kolaborator menetapkan alternatif tindakan yang dilakukan dalam upaya peningkatan keterampilan subjek yang diinginkan melalui tahap berikut.
1) Menentukan materi pembelajaran.
2) Mengembangkan RPP.
3) Menyiapkan media pembelajaran.
4) Menyiapkan instrumen penelitian yang berupa tes dan alat dokumentasi.
5) Mengembangkan format evaluasi
b. Implementasi Tindakan
Implementasi yaitu pelaksanakan KBM sesuai dengan RPP siklus 1 yang telah dibuat bekerja sama dengan kolaborator. Inti pelaksanaannya adalah pembelajaran menulis cerita pendek siswa kelas VII SMP Negeri 2 Bengkulu Selatan dengan menerapkan penlajaran kooperatif. Langkah yang dilakukan pada implementasi tindakan ini adalah sebagai berikut.
Guru membangun apersepsi siswa tentang menulis. Tujuannya adalah
memancing pengetahuan dan ingatan siswa pada materi yang akan disampaikan.
Guru memberitahukan prosedur pelaksanaan pembelajaran menulis dengan menggunakan pembelajaran kooperatif.
Setelah siswa benar-benar memahami prosedur tersebut, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-6 orang siswa.
Setelah terbentuk kelompok, pembelajaran menulis dilakukan sesuai dengan tahapan pembelajaraan kooperatif, yaitu mulai dari penataan suasana hati sampai dengan pembuatan cerita pendek
Pada akhir pembelajaran, guru merefleksi kegiatan pembelajaran yang telah berlangsung. Refleksi ini bertujuan agar siswa dapat mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
c. Pengamatan
Pengamatan dilakukan terhadap pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah disiapkan pada tahap perencanaan. Berikut hal-hal yang dilakukan peneliti saat proses
pembelajaran berlangsung.
Mengamati segala yang dilakukan siswa di dalam kelas yang berkaitan dengan kegiatan menulis dengan menggunakan pembelajaraan kooperatif.
Mengamati guru, bagaimana guru memberi bimbingan dan motivasi kepada siswa dalam melakukan pembelajaran menulis cerita pendek.
d. Refleksi
Kegiatan refleksi ini yaitu Peneliti bersama guru berdiskusi dan menganalisis hasil pengamatan pada siklus . Kegiatan pada langkah ini berupa:
Mengambil kesimpulan tentang kemampuan siswa setelah dikenai tindakan,menilai keaktifan siswa ketika berinteraksi dengan guru dan siswa lainnya, yaitu tes yang dilakukan memiliki instrumen penilaian skor 100 dan KKM yang hasus dilalui masing-masing siswa yaitu dengan nilai 77. Jika siswa memilik nilai diatas 77 maka siswa dinyatakan lulus dan sebaliknya.
Menilai keterampilan masing-masing kelompok siswa dalam praktik menulis berdasarkan hasil tugas siswa. Tes yang dilakaukan pada kelompok memiliki instrumen penilaian skor 100 dan KKM yang hasus dilalui masing-masing siswa yaitu dengan nilai 77. Jika siswa memilik nilai diatas 77 maka siswa dinyatakan lulus dan sebaliknya.
Refleksi ini dilakukan untuk evaluasi terhadap pelaksanaan tindakan. Setelah siklus I dilaksanakan dan apabila data yang diperoleh cukup, penelitian dihentikan. Data yang diperoleh diharapkan dapat menjawab permasalahan yang terperinci di dalam rumusan masalah. Namun, apabila data yang diperoleh belum cukup, penelitian akan dilanjutkan ke siklus II yang akan disusun kemudian.
2. Siklus II
a. Perencanaan
Perencanaan dilakukan setelah refleksi siklus I. Pada tahap ini peneliti dan kolaborator merencanakan kembali tindakan yang akan dilakukan pada siklus II dengan tujuan memperbaiki aspek-aspek yang dinilai masih belum optimal atau belum sesuai rencana dan aspek-aspek yang memiliki kemungkinan untuk ditingkatkan. Peneliti dan kolaborator menyiapkan materi pembelajaran dengan lebih baik dari sebelumnya. Selain itu, juga mengembangkan rencana pembelajaran dan menyiapkan media pembelajaran. Pada tahap perencanaan ini, peneliti menyiapkan instrumen penelitian. Instrumen tersebut berupa tes, pedoman observasi, catatan lapangan, angket, pedoman wawancara, alat dokumentasi.
b. Implementasi Tindakan
Tindakan yang dilakukan pada siklus ini hampir sama dengan tindakan pada siklus I. Akan tetapi, lebih ditekankan pada aspek-aspek yang belum dikuasai siswa. Apabila prosedur pendekatan kooperatif yang dilakukan pada siklus I telah tercapai, guru membuat variasi lain dari pendekatan tersebut agar siswa benar-benar mampu meningkakan kemmpuan melulis cerita pendek mereka.
c. Pengamatan
Peneliti melakukan pengamatan terhadap situasi pembelajaran di kelas yang meliputi sikap siswa selama mengikuti pembelajaran menulis cerita pendek, keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran, mengamati apa yang disampaikan oleh para siswa, dan keseluruhan praktik siswa dari awal hingga akhir. Selain mengamati siswa, peneliti juga mengamati guru kolaborator dalam melaksanakan pembelajaran menulis cerita pendek dengan pendekatan kooperatif, keterampilan menyampaikan materi, keterampilan guru dalam membimbing siswa, dan keterampilan mengatur kelas.
d. Refleksi
Refleksi dilaksanakan berdasarkan data yang diperoleh saat pelaksanaan tindakan. Peneliti dan guru berdiskusi untuk menganalisis dan memaknai proses dan implementasi pelaksanaan tindakan pada siklus II. Refleksi ini dilakukan untuk evaluasi terhadap pelaksanaan tindakan. Setelah siklus II dilaksanakan dan apabila data yang diperoleh cukup, penelitian dihentikan. Data yang diperoleh diharapkan dapat menjawab permasalahan yang terperinci di dalam rumusan masalah. Namun, apabila data yang diperoleh belum cukup, penelitian akan dilanjutkan ke siklus III yang akan disusun kemudian.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara berikut ini.
1. Observasi
Observasi merupakan teknik mengumpulkan data dengan cara mengamati setiap kejadian yang sedang berlangsung dan mencatatnya dengan alat observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti (Sanjaya, 2009:86). Observasi dilakukan melalui pengamatan dan pencatatan pelaksanaan pembelajaran dan partisipasi siswa di kelas dengan menggunakan lembar observasi.
Cara pengumpulan data ini dipilih karena peneliti langsung mengamati proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa, sedangkan guru sebagai kolaborator mengamati aktivitas dan respon siswa dalam pembelajaran. Observasi dilakukan dengan instrumen lembar observasi yang dilengkapi dengan pedoman observasi dan dokumentasi foto. Observasi juga dilakukan dengan menggunakan catatan lapangan.
2. Wawancara
Wawancara digunakan untuk mengetahui tanggapan guru dan siswa mengenai penerapan pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran menulis dan pengaruhnya terhadap kemampuan menulis cerita pendek siswa. Wawancara ini dilakukan oleh peneliti di luar mata pelajaran secara informal dan terencana, tetapi tidak terstruktur agar alami dan tidak dibuat-buat. Dalam melaksanakan wawancara dengan siswa, peneliti tidak mewawancarai seluruh siswa, tetapi hanya beberapa siswa saja.
3. Tes Kemampuan Menulis
Tes kemampuan menulis diberikan sebelum dan sesudah adanya tindakan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran menulis cerita pendek. tes dibuat bersama oleh peneliti bekerja sama dengan guru untuk dikerjakan siswa.
Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah.
Tes
Tes adalah alat ukur yang diberikan kepada individu untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang diharapkan. Dalam penelitian ini tes yang digunakan adalah tes hasil belajar yaitu teks kemampuan menulis.
Tabel kisi-kisi Penilaian Kemampuan Menlis
Variabel Komponen yang Dinilai Subkomponenyang Dinilai Skor
Kemampuan menulis 1.Isi 1.1 Wawasan tentang subjek 60
1.2 Penguasaan topik
1.3 Pengembangan
1.4 Fakta pendukung
Organisasi 2.1 Kepaduan dan kesatuan 30
2.2 Urutan logis
2.3 Kelancaran pengungkapan
2.4Pembatasan gagasan
2.5 keringkasan
3.Mekanik/ejaan 3.1 Penggunaan ejaan 10
3.2 Penguasaan tanda baca
3.3 hurup kapital
3.4 tulisan tangan

Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Teknik analisis data dalam penelitian ini dilihat dari analisis data proses dan analisis data produk. Analisis data secara proses diambil pada waktu pembelajaran menulis dengan pembelajaran kooperatif dilaksanakan. Analisis data secara produk diambil dari hasil penilaian keterampilan menulis masing-masing kelompok pada waktu melakukan praktik menulis di kelas.

DAFTAR PUSTAKA
Susetyo, 2010. Penelitian Kuantitatif dan Penelitian Tindakan Kelas. Bengkulu: FKIP UNIB.
Hidrajat, M,S.2006.Public Speaking and Teknik Presentasi.Jakarta: Graha Ilmu
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Bahasa Indonesia Wahana Pengetahuan. Jakarta: Politeknik Negeri Media Kreatif.
Syafi’ie, I. 1988. Retorika dalam Menulis. Jakarta: Depdikbud.
Effendy, Akip. 2012 akses dari html:/// hakikat keterampilan menulis. blogspot.com, pada 1 November 2013.
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 01 KOTA BENGKULU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL
Oleh: Luciana lidya sari
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa, aspek keterampilan berbahasa yang lain yaitu membaca, mendengar, dan menulis. Menurut Tarigan (2008:16) berbicara berarti kemampuan mengucapkan bunyibunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Greene & Petty dalam Tarigan (2008:3-4) mengartikan berbicara sebagai suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara sudah barang tentu berhubungan erat dengan perkembangan kosa kata yang diperoleh oleh sang anak, melalui kegiatan menyimak dan membaca. Kebelum-matangan dalam perkembangan bahasa juga merupakan suatu keterlambatan dalam kegiatan-kegiatan berbahasa.
Berbicara merupakan aktivitas yang sangat penting dalam kehidupan, sebab melalui sebuah aktivitas berbicara seseorang mampu berkomunikasi dengan manusia yang lainnya. Melalui aktivitas berbicara seseorang menyampaikan keinginan, informasi, pikiran, gagasan, membujuk, meyakinkan, mengajak, dan menghibur. Hal ini selaras dengan tujuan berbicara menurut Tarigan (2008: 15), yaitu: (1) memberitahukan dan melaporkan (to inform), (2) menjamu dan menghibur (to entertain), (3) membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade).
Berbicara merupakan aktivitas yang sulit, karena berbicara tidak sekedar mengeluarkan kata dan bunyi-bunyi, melainkan penyusunan gagasan yang dikembangkan sesuai dengan pendengar atau penyimak (Mulgrave dalam Tarigan, 2008: 16). Kesulitan berbicara di depan umum dipengaruhi oleh beberapa hal yang dapat menghambat kelancaran saat berbicara di depan umum. Hambatan-hambatan tersebut dapat berupa rasa takut, cemas, dan tertekan. Ketiga perasaan itu dapat membuat orang kurang percaya diri, bahkan dapat membuat seseorang merasa tidak mampu berbicara di depan umum. Kenyataan yang tidak sesuai harapan inilah yang coba penulis angkat menjadi satu judul Penelitian Tindakan Kelas “Peningkatan Kemampuan Berbicara Siswa Kelas VIII SMP Negeri 01 Kota Bengkulu Melalui Model Kontekstual”.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari proposal ini adalah:
Bagaiaman kemampuan berbicara siswa kelas VIII SMP Negeri 01 Kota Bengkulu?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan berbicara siswa kelas VIII SMP Negeri 01 Kta Bengkulu.

Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis
Untuk mengembangkan ilmu mengenai pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kontekstual dengan konsep konstruktivisme.
Dapat dijadikan bahan masukan bagi penulis lain.
Dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk meneliti tentang kemampuan menulis puisi bebas.
Manfaat Praktis
Bagi Guru
Mengembangkan kemampuan pembelajaran menulis puisi bebas pada
siswa melalui penerapan model pembelajaran kontekstual dengan konsep konstruktivisme.
Memungkinkan guru secara aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilan.
Bagi Siswa
Siswa dapat mengetahui sejauh mana kemampuannya dalam menulis puisi bebas melalui penerapan model pembelajaran kontekstual dengan konsep konstruktivisme.
Siswa dapat mengembangkan kemampuan menulis puisi bebas dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
Memberikan informasi bahwa adanya permasalahan kemampuan berbicara yang dimilki siswa kelas VIII SMP Negeri 01 Bengkulu.

BAB II
LANDASAN TEORI
Hakikat Berbicara
Pengertian berbicara
Selanjutnya, berbicara menurut Tarigan (2008: 16) adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sebagai perluasan ini berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikombinasikan. Lebih jauh lagi menurut Tarigan (2008: 16), berbicara merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik, dan linguistic sedemikian ekstensif, secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol manusia.
Tujuan berbicara
Menurut Tarigan (2008: 16), tujuan utama dari berbicara adalah berkomunikasi.
Penghambat berbicara
Sujanto (1988:192) membagi faktor penghambat kemampuan bercerita menjadi tiga, yaitu: (1) faktor fisik, yang merupakan faktor dalam dan luar diri partisipan, (2) faktor media, yang terdiri dari segi linguisitik dan non linguistik (misal: tekanan, ucapan, gesture), (3) faktor psikologis, yang merupakan faktor kondisi kejiwan partisipan dalam keadaan marah, menangis, sedih.

Hakikat Model Pembelajaran Kontekstual
Menurut Winataputra dalam Sugiyanto (2008: 7) bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran.
7 komponen pembelajaran kontekstual yaitu sebagai berikut :
Konstruktivisme (Constructivism)
Menemukan (Inquiry)
Bertanya (Questioning)
Mastarakat Belajar (Learning Community)
Pemodelan (Modeling)
Refleksi (Reflection)
Penilaian Yang Sebenarnya (Authentic Assessment)

Kerangka Berpikir
Adapun kerangka berpikir dari penelitian ini, yaitu:

Perumusan Hipotesis
Penerapan model kontekstual dengan konsep konstruktivisme dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas VIII SMP Negeri 01 Kota Bengkulu.

BAB III
METODOLOGI PENLEITIAN

3.1 Metode Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini menggunakan pendekatan Penelitian Eksperimen yang kualitatif. Pendekatan eksperimen dilaksanakan di tempat terselenggaranya proses pembelajaran. Data dikumpulkan dari orang-orang yang terlibat dalam perilaku alamiah. Hasil penelitiannya adalah bersifat kualitatif yakni berupa deskriptif analitik, yaitu uraian naratif mengenai suatu proses tingkah laku subjek yang diteliti sesuai dengan masalah yang diteliti.

3.2 Subyek Penelitian
Tempat dilaksanakannya penelitian ini adalah SMP Negeri 1 Kota Bengkulu pada November 2013. Subyek penelitian ini adalah semua objek yang dianggap terlibat dalam penelitian ini.

3.3 Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP dengan tingkat kemampuan berbicara masih rendah.

3.4 Teknik Pengumpulan Data
Observasi
Wawancara
Documenter
Perekaman
Tes
angket
3.5 Teknik Analisa Data
Tahap Persiapan
Kegiatan dalam tahap persiapan antara lain:
Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi intrumen.
Mengecek kelengkapan data (isi instrumen pengumpulan data, keutuhan instrumen)
Mengecek macam isian data.
Tabulasi
Teknik analisis data yang digunakan dalam pengelolaan data adalah secara induktif, yakni data-data yang diperoleh dikumpulkn menjadi satu dan selanjutnya dideskripsikan dari hal-hal yang khusus dan terakhir didapatkan kesimpulan umum dari data-data tersebut.
Indikator keberhasilan
Indikator dalam penelitian tindakan kelas yaitu setelah diterapkannya model kontekstual, siswa dapat meningkatkan kemampuan berbicaranya di depan kelas, dengan nilai minimal 70 dan nilai maksimal 100.

Prosedur Penelitian

Penjagalan awal
Perencanaan tindakan
Observasi
refleksi

DAFTAR PUSTAKA
Susetyo. 2010. Penelitian Kuantitatif dan Penelitian Tindakan Kelas. Bengkulu : Universitas Bengkulu
Sarwiji Suwandi. 2009. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan Penulisan Karya Ilmiah. Surakarta : Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 FKIP UNS Surakarta
Sujanto, J. 1988. Keterampilan berbahasa Membaca- Menulis- Berbicara untu Mata Kuliah Umum Bahasa Indonesia. Jakarata: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Suntoro, Sucipto.2007. Kamus
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Bumi Angkasa.
Mugihandayani, Purwanti. 2012. Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Media Video documenter “Riwayat” TransTV pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Gondang Sragen. Yogyakarta: UNY

Tinggalkan komentar